Share

Keduanya Memiliki Hubungan

Polisi itu tidak memberikan kesempatan bagi Hazel untuk berbicara. Ia langsung menarik paksa Hazel, lalu membawa wanita itu keluar dari ruangan tersebut.

Tentunya sebelum membawa Hazel ke rumah tahanan, ia memastikan bahwa borgol di tangan Hazel masih aman. Ia tidak mau Hazel kabur, meskipun hal tersebut tidak mungkin terjadi.

“Izinkan saya bertemu dengan ibu saya terlebih dahulu. Ada yang ingin saya sampaikan,” pinta Hazel saat polisi itu mendorong tubuhnya ke arah pintu keluar kantor kepolisian.

“Tidak ada hak istimewa bagi anda, Nona!” tolak polisi itu.

Meskipun sudah ditolak, Hazel tetap memohon-mohon agar ia diizinkan untuk menemui ibunya. Sayangnya, untuk kesekian kalinya Hazel ditolak, bahkan polisi itu sempat membentak dan mendorongnya dengan kasar karena permintaannya itu.

Saat kaki Hazel baru saja menginjak teras depan kantor kepolisian, ia langsung disambut dengan banyak cahaya lampu kamera yang ditujukan ke arahnya. Rupanya sudah ada puluhan wartawan yang siap memburu berita soal kasus pembunuhan di pemukiman tempat Hazel tinggal. Mereka saling berdesakan dan berebut untuk mewawancarai Hazel. Ada beberapa yang berteriak meskipun sudah diperingatkan oleh petugas kepolisian. Adapun beberapa yang tetap memotret ke arah Hazel meskipun sudah dilarang.

“Nona, apa motif yang melatarbelakangi anda melakukan pembunuhan itu?!” tanya salah seorang wartawan dengan cara berteriak.

Wartawan itu terus mendesak untuk mendekat. Mereka saling mendorong pihak kepolisian yang sengaja berbaris membentuk pagar disepanjang teras depan kantor itu.

Hazel malu karena pihak kepolisian tidak memberikannya penutup wajah yang bisa digunakan untuk menyembunyikan identitasnya. Ia hanya bisa menundukkan kepalanya, berharap agar tidak ada wartawan yang berhasil menjepret wajahnya.

Saat Hazel baru saja menuruni tangga pertama di teras kantor polisi itu, ada seseorang yang berhasil meraih bahunya dari belakang. Orang itu tidak sekedar menyentuh bahu Hazel, tetapi juga menariknya hingga tubuh wanita itu sedikit menghadap ke arahnya.

“Putriku yang malang!” seru Citra seraya menangkupkan kedua tangannya di pipi Hazel.

Rupanya yang baru saja meraih bahu Hazel adalah ibunya yang baru saja selesai diintrogasi oleh polisi.

Citra hanya diperiksa tanpa ditahan, jadi ketika sudah selesai ia diizinkan untuk kembali ke rumah. Kebetulan ketika Citra keluar dari kantor polisi itu, ia bertemu dengan Hazel yang hendak dibawa ke rumah tahanan di samping gedung utama.

“I-Ibu!”

Hazel terkejut sekaligus merasa senang dengan pertemuannya itu. Akhirnya ia tidak merasa khawatir lagi karena ibunya itu tidak harus ditahan akibat kasusnya.

Citra langsung memeluk putrinya dengan erat. Ia sempat didorong oleh polisi yang hendak membawa putrinya itu ke rumah tahanan. Namun, ia tidak terlalu menggubrisnya karena yang ia mau hanyalah bertemu dengan putrinya itu.

“Nyonya, jangan halangi kami!” bentak polisi itu sambil mendorong tubuh Citra dengan kasar.

Citra bersikukuh mempertahankan posisinya itu. Pelukannya sangat erat sehingga polisi itu cukup kesulitan menyingkirkannya dari dekat Hazel.

“Anda bisa ditahan karena menghambat proses penyelidikan, Nyonya!” Emosi polisi itu kian bertambah karena Citra tetap tidak mau melepaskan Hazel.

Polisi itu bisa saja memukul Citra, tetapi ia perlu menjaga image-nya di depan wartawan yang sejak tadi masih saja memotret ke arah Hazel.

Hazel langsung sadar jika ia tidak mempunyai banyak waktu yang tersisa untuk bersama dengan ibunya itu. Ia segera mendekat ke arah Citra dan langsung membisikkan sesuatu yang sangat ingin ia sampaikan kepada ibunya sejak tadi.

“Ibu, setelah aku pergi, tolong jangan katakan apapun kepada polisi untuk membelaku. Apapun itu, tolong tutup mulutmu rapat-rapat, Bu," bisik Hazel.

Bertepatan dengan Hazel yang baru saja selesai membisikkan kalimatnya itu, tubuhnya langsung ditarik paksa oleh polisi. Akibatnya pelukan Citra terlepas dan polisi segera membawa pergi.

“Putriku!” teriak pilu Citra melihat kepergian putrinya.

Ketika Citra hendak menyusul, tangannya lebih dulu ditahan oleh polisi yang lainnya.

“Cepat kembali pulang atau anda kami tahan, Nyonya!” ancam polisi itu.

Hati Citra sangat terluka ketika ia harus berpisah dengan putrinya. Terlebih lagi saat ia harus melihat Hazel ditahan karena kejahatan yang sama sekali tidak dilakukan secara sengaja oleh putrinya itu.

Kondisi di kantor polisi itu tidak jauh berbeda dengan Tempat Kejadian Perkara di pemukiman tempat Hazel tinggal. Banyak sekali wartawan yang berbondong-bondong datang ke TKP untuk berburu berita ter-up to date-nya. Mereka berkerumun di depan garis polisi dan sesekali mencoba memotret apa saja untuk dijadikan berita.

Di antara kerumunan itu, Handika berdiri sambil melihat ke arah kediaman Rendra.

“Han!” seru seorang laki-laki ber-hoodie hitam yang sedang berdiri di depan pintu gerbang kediaman Rendra.

Handika tersadar dari lamunannya. Ia mengangkat tangan kanannya itu untuk menyapa detektif yang merupakan temannya yang bekerja di divisi investigasi.

Gio —nama detektif itu— langsung berlari ke arah Handika. Ia dengan cepat menarik tangan Handika lalu membawanya masuk melewati garis polisi yang terpasang mengelilingi TKP.

Gio adalah teman lama Handika. Mereka satu sekolah ketika SMA dulu, bersama dengan polisi yang sempat dimintai Hazel mengurus laporannya tadi pagi.

“Kamu tidak bekerja? Kenapa kamu ada di sini?” tanya Gio keheranan.

Gio melihat Handika masih menggunakan seragam kerjanya yang berwarna biru muda itu. Tadi malam mereka sempat mengobrol melalui grup chat jika Handika mendapatkan jatah masuk pagi sama seperti dirinya. Jadi wajar jika ia heran ketika melihat Handika bebas berkeluyuran di daerah itu.

"Em itu... aku penasaran saja. Aku sengaja minta istirahat lebih awal untuk ke sini. Aku dengan ada kasus pembunuhan," jawab Handika.

Nadanya sedikit ragu, sebab ada kebohongan di jawabannya itu.

Handika bukannya istirahat lebih awal, tetapi ia sengaja mampir ke TKP untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi. Tadinya ia diminta mengantarkan surat dari beberapa tahanan penjara untuk dikirim ke kantor pos.

Bukannya kembali, Handika malah mampir ke TKP yang menjadi perbincangan hangat di sekitar tempat tinggalnya itu. Kebetulan tempat yang sedang viral itu adalah tempat yang beberapa kali pernah ia kunjungi akhir-akhir ini.

Kalau saja TKP-nya bukan lokasi yang Handika ketahui, ia tidak akan se-penasaran itu. Ia sangat terkejut ketika mengetahui jika pembunuhan itu terjadi di rumah orang yang ia kenal. Meskipun keduanya belum pernah bertegur sapa, Handika sudah tahu orang itu lebih dulu dan ia memiliki hubungan khusus dengannya. Tidak ada yang tahu hubungannya itu, bahkan Gio sekalipun. Jadi Handika sengaja menutupinya.

“Boleh aku tahu, sebenarnya ada apa ini? Benar-benar kasus pembunuhan atau ada hal aneh lainnya?” tanya Handika penasaran.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status