Share

9. Kecoak Terbang

Tidak peduli disebut ugal- ugalan, wanita dengan sapuan merah di bibir itu menembus jalanan yang cukup lenggang dengan kecepatan sedikit diatas rata- rata. Wajah dan lehernya terasa cukup tegang akibat emosi yang terus merambat naik. Pagi temaramnya mendadak berantakan sebab sebuah panggilan yang terpaksa membuatnya menerjang jalanan dengan ganas guna bisa sampai kantor secepatnya. 

Tidak sia- sia, perjalanan yang biasanya ditempuh dalam waktu kurang lebih tiga puluh menit, kini bahkan bisa dipangkas hingga setengahnya. Natalia tidak sempat memikirkan sebenarnya ajian apa yang dia gunakan sampai tiba- tiba bisa menyetir secepat itu hari ini. 

Syukur semesta masih berpihak padanya. 

Begitu memasuki gedung The Cassiluxe, wanita yang mengenakan blus kerja dipadu rok span dan heels setinggi dua belas senti itu meminta bantuan security untuk memarkirkan mobilnya. Temperamennya yang dalam keadaan buruk seolah terbaca oleh siapapun yang melihatnya. Dengan itu, label 'jangan sapa aku' menjadi auto berlaku. 

Tidak sampai berlari, Natalia masih mempertahankan jalan anggunnya namun versi cepat. Tas tangannya ia genggam kuat- kuat untuk sekaligus menyalurkan amarah. Sepertinya ia sudah tidak tahan lagi untuk mencabik sumber kemarahannya hari ini. 

Padahal rencananya hari ini Natalia akan work from home sembari menunggu jadwal rapat daring siang nanti. Tapi sepertinya rencananya jadi gagal total.  Kemunculan 'kecoak terbang' di kantornya harus segera dia tangkap dan musnahkan secepatnya. 

Deana, Asisten Pribadi Natalia telah menunggu di depan ruangan Natalia dengan raut cemas. Begitu Natalia muncul dengan raut merah padamnya, wanita berambut pendek itu mendekat dan berusaha menekan temperamen sang bos meskipun tahu jelas bahwa itu adalah usaha yang sia- sia.  Deana tidak bisa menghentikan tatapan benci yang secara jelas tergambar ketika Natalia menemukan laki- laki menyebalkan sudah duduk manis di singgasana miliknya. 

Kurang ajar.

Tidak sabar sekali rasanya Natalia menghancurkan senyuman sombong di wajah pria yang dianggapnya kecoak terbang tersebut.

Begitu pintu tertutup sempurna, para karyawan yang menyaksikan bagaimana Natalia terlihat bertanduk saat berjalan cepat tadi mulai menghembuskan nafas perlahan. Mereka semua ikut menahan nafas dan berharap setelah ini tidak kecipratan dampak dari perang besar dalam ruangan. 

Sementara itu, tim divisi satu yang baru saja menyelesaikan kerja dari luar tetap harus kembali ke kantor untuk lanjut bekerja. Termasuk anak- anak magang yang mendapat mandat mengekori para senior tim dan harus siap mengerjakan tugas- tugas tambahan. Sebut saja menjadi runner yang kesana kemari saat perlu sesuatu atau bahkan mengerjakan tugas lainnya. 

Setelah selesai, dua anak magang itu meluruskan kaki di ruangan. Nafasnya masih sama- sama terengah dan keduanya  kompak menghabiskan sebotol air mineral ukuran tanggung dalam waktu kurang dari tiga puluh detik.

Beginilah rasanya bekerja. Setelah buru- buru ngojek dari site ke kantor yang berjarak kurang lebih 20km ditengah kemacetan dan terik yang mendera pula, dua anak manusia itu masih harus bolak- balik beberapa ruangan untuk mendistribusikan bahan dan beberapa bagan tambahan lainnya. Belum lagi mereka juga kedapatan tugas untuk mengembalikan barang- barang pasca produksi dengan ukuran- ukuran besar itu. Nasib pemagang. Mentang- mentang dianggap muda,  yang senior terkadang jadi seenaknya. 

Maklum, alasannya karena yang muda dianggap lebih gesit jadi pasti dapat bergerak lebih cepat.

Tidak salah sih, tapi tidak dapat dibenarkan juga. Tapi rasanya belum bisa disebut sebagai perpeloncoan anak magang juga. Toh selama ini mereka masih dimanusiakan dan masih mendapat ucapan terimakasih serta shout out yang menjadi haknya. Jadi, nikmati saja lah masa- masa magang ini. 

Sagara membuka laptopnya  lalu memindahkan data di kartu memori kedalam hardisk dengan logo perusahaan yang dibawanya. Perlu waktu sekitar  lima menit untuk memindahkan seluruh hasil shoot hari ini kedalam sana sebelum nantinya ia harus menyerahkan kembali pada seniornya. 

Dia menyenderkan punggungnya di kursi lalu meluruskan kaki panjangnya yang berkedut pegal. Bolak- balik kesana kemari cukup membuat kakinya hampir gemetar. Sepertinya dia memang harus kembali berolahraga rutin kalau tidak mau menyandang status jompo sejak dini.  

Sementara Mario menggeser kursinya mendekat,  melihat kembali preview foto  serta video sembari mengusir kebosanan plus kepanasan mereka hari ini. Lelaki itu tersenyum paling lebar selama di site tadi. Bagaimana tidak? Influencer yang dibriefing dan shoot hari ini adalah salah satu favoritnya. Mario bahkan telah mengikuti selebgram tersebut sejak pengikutnya masih dibawah dua ribu. 

"Part paling menyenangkan dari kerja di industri ini salah satunya adalah bisa ketemu orang- orang keren yang selama ini gue pikir cuma bisa gue lihat di sosmed," ucap Mario tanpa melepaskan pandangnya dari foto- foto yang digulir oleh Sagara. Sementara si pemilik laptop yang masih memejamkan mata balas berdecih meremehkan. 

"Ck! Lo seneng karena kebagian handle cewek, coba kalo pindah ke tim sebelah yang rata- rata handle aktor laki- laki. Gue nggak yakin lo seantusias ini."

Yang disindir hanya bisa menampilkan cengiran kebanggaannya yang secara tidak langsung berarti tidak mengelak tanggapan Sagara. Jelas sekali terlihat, Mario memang mengagumi visual- visual luar biasa itu.  

"By the way, lo masih lurus kan, Gar?"

Sagara mengerut dalam mode istirahatnya saat mendengar pertanyaan bodoh yang terlontar dari manusia disebelahnya. Ditambah lagi Mario yang sok-sokan bergerak menjauh darinya dengan sok jijik.  Sebagai dua pemagang yang ditempatkan di tim dan divisi yang sama, mau tak mau keduanya jadi sering kelihatan bersama. Beberapa staf senior juga jadi sering membercandai keduanya dengan sebutan upin- ipin. 

"Pertanyaan lo tuh gak bermutu!" Kesal Sagara yang pada akhirnya membuka mata. Langsung menghadiahi rekannya itu dengan sebuah jitakan keras.

Mario mengusap dahinya yang terasa panas, meski kesakitan pria tersebut masih bisa terkekeh meledek.

"Jujur aja Gar kalo sama gue! Asal lo nggak naksirnya sama gue, gak masalah, kok!" Goda laki- laki dengan rambut agak keriting itu.

Sagara jelas menggeleng mual, enak saja dicap homo!

"Ya habisnya, selama ini yang kelihatan excited atau sering ngomongin cewe cuma gue. Respon lo datar banget. Bahkan tadi Saskia nggak sengaja nabrak lo dan 'itunya' kesenggol, respon lo biasa aja," cecar Mario yang membuat Sagara kembali mendaratkan pukulan panas—semoga saja setelah ini Mario tidak sampai gegar otak.

Sagara merasa tak perlu menjawab pertanyaan tersebut. Jelas ia yakin dirinya normal. Dia masih tertarik pada perempuan, kok! Namun mungkin dia memang bukan pecinta wanita- wanita bohay spek influencer seperti Mario.

"Guys, backup nya udah selesai?" 

David muncul dari balik pintu. Sagara mengangguk setelah memastikan bahwa data yang dia kirim tadi telah berhasil tersimpan.

"Sudah, mas."

David mengangguk puas. "Okedeh, sekalian dong tolong itu hardisknya diserahin ke Bu Natalia."

Tuh, sudah dapat tugas tambahan saja. Apa yang bisa dilakukan selain mempertahankan senyum karir dan mengangguk mengiyakan?

Meninggalkan Mario dan David, pada akhirnya Sagara lah yang maju ke ruangan Natalia meskipun dengan dag dig dug sebab dia belum siap bertemu Natalia setelah kejadian pagi tadi. Sagara hanya berharap bahwa asisten Natalia ada di meja sehingga dia tidak perlu masuk ke dalam ruangan hanya untuk menyerahkan file. 

Sayang sekali, doanya tidak terkabul. Tidak ada siapapun yang berjaga di depan ruangan Natalia. Sagara tidak punya pilihan lain selain mengetuk pintu dan masuk kedalam sana. 

Bukan sahutan dari dalam, namun kemunculan lelaki asing dengan raut yang menahan kepulan emosi yang Sagara dapati. 

"Minggir!" 

Bahu Sagara tersenggol sedikit, bahkan si pelaku tidak berhenti untuk minta maaf.

Suara Natalia terdengar, "Gar, sebaiknya kamu segera membersihkan diri. Bersentuhan dengan kecoak kotor yang hinggap sana-sini hanya akan menyebar kotoran."

Lelaki yang nampak geram itu berhenti sejenak dan menengok kearah Natalia setelah mendengar kalimat pedasnya.

Sagara memerhatikan keduanya yang nampak bertukar pandangan tak mengenakkan. Tak mau lama- lama berada di tengah- tengah dan hanya bengong, Sagara pada akhirnya memutuskan untuk mengambil satu langkah maju.

"Saya izin masuk dan menutup kembali pintunya, bu. Takut kalau kecoak terbangnya masuk lagi." 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status