Share

Terjerat Oleh Sentuhannya
Terjerat Oleh Sentuhannya
Penulis: Nelangsa

Bab 1. Hotel

Andini Rezkina gadis cantik yang baru masuk kuliah semester pertama, ia tinggal bersama ibu dan kakaknya Dewi. Dari kecil Dini selalu diperlakukan tidak baik oleh ibunya dan setiap Dini bertanya apa salahnya sang ibu selalu bungkam dan malah semakin marah padanya.

Namun pagi ini semua tampak berbeda, Anna ibunya Dini masuk ke kamar Dini untuk pertama kalinya karena selama ini Anna tidak pernah menginjakkan kakinya ke kamar Dini. Anna memindai keadaan kamar Dini yang berantakan, ia melihat Dini yang masih berbaring ditempat tidur dengan selimut menutupi tubuhnya dan laptop di sebelah bantalnya.

Anna pun membuka lebar gorden jendela dan merapikan buku-buku yang berserakan di lantai. Kamar Dini terlihat kecil hanya ada lemari pakaian dan meja kecil untuk meletakkan buku dan alat-alat kebutuhan Dini.

Tubuh Dini pun tergerak karena silau matahari yang langsung mengenai wajahnya, ia mencoba membalikkan badan agar cahaya matahari tidak mengenai wajahnya namun ada yang menarik selimutnya. Dengan mata masih terpejam Dini kembali menarik selimutnya namun selimut tersebut tetap tertahan, "kok seperti ada yang menarik selimutku ya, gak mungkin kan ada hantu dikamar ini" bathin Dini masih terus berusaha menarik selimutnya.

Anna yang mulai kesal melihat Dini masih bertahan dengan selimutnya ia menarik kuat selimut tersebut dan membuangnya ke lantai, Dini terkejut saat selimut yang menutupi tubuhnya ditarik paksa dan ia pun membalikkan badannya.

Mata Dini melotot dengan mulut terbuka saat dilihatkan sosok wanita paruh baya berdiri tepat di depannya.

"I-bu…" Dini mengucek-ngucek matanya tidak percaya, ia pikir ini mimpi namun saat ia melihat kembali ternyata benar sosok di depannya adalah ibunya.

"Ayo…bangun dan lekas mandi, jangan kebiasaan nonton film yang tidak jelas sampe bangun kesiangan" ucap Anna sambil mengambil selimut yang terjatuh di lantai dan melipatnya.

Dini masih tercengang mendengar ucapan Ibunya ia masih tidak percaya dan mencubit tangannya sendiri." Auhh…sakit ternyata" ucap Dini dengan mengelus lengannya yang sakit.

Anna hanya mengulum senyum melihat tingkah Dini, "Ayo cepat. Tunggu apa lagi!"

Dini pun bergegas berlari masuk kamar mandi tanpa banyak tanya, ia tidak mau membuat ibunya marah. Ia sangat senang pagi ini Ibu membangunkannya.

Dengan secepat kilat Dini membersihkan diri ia tidak mau Ibu dan Kakaknya menunggu lama, ia pun segera keluar kamar dan menuju dapur.

"Pagi, bu. Maaf sudah membuat ibu menunggu" sapa Dini sambil melirik ke arah pintu kamar kakaknya.

"Makanlah, ibu sudah memasak makanan kesukaan kamu." Ucap ibu tanpa melihat wajah Dini yang tampak heran.

"Kita tunggu Kak Dewi aja bu, biar makan sama-sama."

"Tidak perlu, kakak kamu sudah sarapan dan sudah berangkat pagi-pagi sekali." Ucap Ibu datar sambil mengambil piring Dini dan mengambil nasi beserta lauknya.

"Tumben Kak Dewi sudah berangkat tanpa bilang biasanya Kak Dewi selalu bilang. Kok perasaan aku tidak enak ya, Tumben ibu baik banget sampai mengambil nasi untukku" bathin Dini.

Dini mengambil piring yang diberikan ibunya dan makan dengan sedikit canggung karena biasanya Dini akan makan berdua dengan Dewi tanpa ibu sebab ibunya tidak pernah mau makan bersama Dini.

Dini makan sambil menunduk, ia tidak berani menatap ibunya yang duduk di depannya. Seharusnya Dini senang karena ibunya sudah berubah namun ada perasaan aneh yang Dini rasakan.

"Abis makan kamu bisa temani ibu" kata Anna.

"Hah…" Dini yang sedang menyuapkan makanan terhenti dan memandang ibunya tak percaya.

"Kenapa kamu memandang ibu begitu? apa kamu tidak percaya dengan yang ibu katakan? atau kamu tidak mau temani ibu" kata Anna berusaha meyakini Dini.

"Ti-dak bu…aku mau…aku mau banget temani ibu" jawab Dini dengan cepat, ia tidak mau ibunya berubah pikiran.

Anna tersenyum tipis, "Ya sudah, lanjutkan kembali makannya. Ibu mau mencuci piring bekas masak tadi" Anna beranjak dari kursi dan menuju ke dapur sambil menggenggam erat kedua tangannya.

Melihat ibunya sudah di dapur, Dini segera menghabiskan makanannya karena ia jarang mendapat makanan yang lengkap seperti pagi ini.

***

Kenzi Argantara anak bungsu dari keluarga Dirgantara dan merupakan salah satu pewaris tunggal di perusahaan Ken Company. Di usia nya yang hampir 30 tahun sudah waktunya berumah tangga, namun ada sesuatu yang keluarga tidak tahu apa yang Kenzi hadapi. Sehingga Kenzi selalu menolak saat Papa dan Mamanya ingin menjodohkan Kenzi sama anak teman kolega mereka.

Saat ini di ruangan kerja Kenzi ada Max yang sedang berdiri menunggu perintah dari bosnya, Max melihat bosnya bersandar di kursi kebesarannya dengan memejamkan mata dan dahi yang mengkerut. Entah apa yang dipikirkannya dan itu membuat Max tidak berani menegur padahal kaki Max sudah pegal karena sudah lama berdiri.

Brakk

Tiba-tiba Kenzi menghamburkan barang barang yang ada di atas meja, Max yang masih berdiri pun terlonjak kaget.

"Wanita sialan…awas kamu ya, akan aku buktikan kalau aku normal." Teriak Kenzi sambil melemparkan barang yang ada di hadapannya.

Saat Kenzi ingin melempar vas bunga, Kenzi baru tersadar bahwa ada Max di depannya. Syukur Kenzi cepat sadar kalau tidak mungkin vas bunga itu sudah melayang di kepala Max.

"Tu-tuan…" ucap Max dengan berusaha tenang padahal jantungnya sudah mau copot membayangkan vas bunga yang terbuat dari besi itu mengenai kepalanya.

"Sejak kapan kamu berdiri disitu…hah?!" Hardik Kenzi dengan wajah menyeramkan.

"Saya baru saja berdiri di sini tuan" ucap Max berbohong, mana mungkin Max berkata jujur kalau sudah satu jam berdiri pasti tetap disalahkan sama tuannya yang saat ini sepertinya sedang PMS.

"Bagaimana kamu sudah dapatkan wanita untukku malam ini, tapi kamu harus ingat wanita ini harus bisa membangunkannya. Kalau saja seperti wanita sebelumnya siap-siap kamu juga harus mengalami apa yang aku alami sekarang" ancam Kenzi yang membuat bulu kuduk Max berdiri dan tanpa sadar memegang asetnya.

"Tenang, tuan. Kali ini sangat berbeda saya yakin tuan pasti senang dan menikmatinya." Jawab Max dengan yakin.

"Bagus kalau gitu, saya tunggu ditempat biasa. Kamu boleh keluar sekarang dan batalkan semua janji saya mau istirahat"

"Baik, tuan. Saya permisi dulu" Max pun buru buru meninggalkan ruangan yang tampak mengerikan sambil menghubungi cleaning service untuk membersihkan ruangan tersebut.

****

Dini merasa risih dengan gaun yang dikenakannya, gaun ini pilihan Ibunya. Sebenarnya ia enggan memakai gaun yang menurutnya cukup terbuka dan sedikit menampilkan belahan dadanya serta riasan di wajah yang membuat Dini sendiri tidak mengenal wajah yang biasanya cuma memakai bedak tabur dan lipglos tipis.

Anna tampak puas dengan penampilan Dini dan tersenyum sinis, entah apa yang ingin Anna lakukan ke Dini.

Saat ini mereka sudah berada di restoran hotel berbintang lima. Dini mulai merasakan hal yang tidak beres ketika memasuki restoran tersebut karena restoran ini sepi dan tidak ada teman-teman arisan Ibunya. Dini ingin bertanya pada Ibu namun ia takut sehingga Dini hanya diam sambil sesekali memperhatikan Ibu yang sedang menelepon seseorang.

Jantung Dini mulai berdebar tak beraturan saat seorang pria berjas hitam dan kacamata hitam datang menghampiri mereka. Pikiran buruk pun terlintas di benak Dini, "apa ibu mau menjualku? Tapi tidak mungkin, aku kesini cuma mau menemani Ibu" Bathin Dini dengan menatap heran kearah Ibu dan Pria tersebut.

"Dini…kamu ikuti teman ibu ini. Nanti ibu menyusul" perintah Ibu tanpa menatap Dini.

"Kenapa tidak sekalian sama ibu saja? Dini tidak kenal sama orang itu bu." bujuk Dini dengan hati was-was.

"Kamu tidak percaya sama Ibu. Pria ini asistennya teman Ibu jadi kamu tidak usah takut. Nanti ibu menyusul karena Ibu lagi nunggu seseorang" jawab Anna mulai kesal.

"Bu-bukan begitu Bu" jawab Dini takut.

"Sudah jangan banyak tanya, sekarang ikut dengan dia!" Perintah Anna.

Dini yang melihat sorot mata Ibunya yang tajam pun tidak berani bertanya lagi dan berdiri dari tempat duduknya.

"Mari, nona" kata pria tersebut

Dengan langkah berat Dini berjalan mengikuti pria tersebut dan tatapan mata Dini memohon ke arah Ibunya agar ibunya menahannya. Namun Dini salah, ibunya sama sekali tidak menoleh ia malah sibuk dengan ponselnya seolah tidak peduli Dini dibawa oleh siapa.

Air mata Dini pun luruh, ia tidak tahu kemana pria tersebut membawanya. Dan tibalah Dini di depan pintu kamar hotel di lantai 2. Mata Dini melotot dengan jantung berdebar kencang, "ini kan kamar hotel, untuk apa aku di bawa kemari. Apa jangan jangan a-ku…." Gumam Dini lantas menoleh ke pria tersebut.

"Tuan….mengapa anda membawa saya kemari? bukankah saya mau menemui teman ibu saya?" Tanya Dini dengan cemas.

"Maaf nona, saya hanya diperintahkan membawa nona kemari. Mari silahkan masuk dan jangan membuat seseorang menunggu!" Ucap pria tersebut

Dini tampak ragu membuka handle pintu kamar tersebut, ia takut kalau di dalam nanti ia diperlakukan tidak senonoh seperti cerita novel yang pernah ia baca.

Pria tersebut masih berdiri dibelakang Dini dan memperhatikan Dini yang belum juga membuka pintu, ponsel pria tersebut berbunyi dan segera mengangkatnya.

"Maaf, tuan. Dia sudah di depan pintu dan akan segera masuk." Ucap pria tersebut sambil mendekati Dini dan mengambil alih handle pintu kemudian membukanya.

Dini tampak terkejut di saat pria itu tiba-tiba membuka pintu, ingin rasanya Dini melarikan diri namun sayang badan pria tersebut tinggi besar bahkan bisa menutupi tubuh mungil Dini.

"Ayo nona masuklah, jangan membuat tuan murka. Kalau nanti tuan murka itu akan berakibat buruk dengan ibu dan kakak nona." Ancam pria tersebut membuat Dini semakin ketakutan.

Dini tidak mau terjadi sesuatu dengan ibu dan kakaknya mungkin ini sudah jalan hidup Dini. Ia tidak tahu kenapa ibunya tega melakukannya. Dini pun masuk ke dalam dan memperhatikan ruangan yang sangat luas, ia tidak sadar bahwa ada laki laki yang sedang menatap dirinya dengan cemburu.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Viva Oke
ibu macam apa si ana ini yang tega jual dini.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status