Tapi sabar...
Karen harus menekan gejolak di hatinya, meski sendari tadi sudah begitu meledak-ledak.
"Janji, kau bermimpi ya. Kapan mulutku berkata janji?"
Apa katanya?
Sialan, apa dirinya di bohonginya lagi?!"Nic kau sudah berjanji padaku." tekan Karen dengan raut wajah kerasnya.
Tapi di depannya Nicholas malah menyeringai penuh muslihat. "Ah aku tidak ingat, kapan membuat janji?"
SIALAN!
"NICHOLAS!!" Dan ledakan itu untuk kesekian kali tak bisa Karen tahan.
Kesabarannya yang setipis tisu memperburuk atensinya.Bukannya menjawab
DOR DOR Keadaan semakin kacau, tapi untungnya sang bodyguart yang bersembunyi di balik troli itu gesit menarik pelatuk pistol di tangannya yang langsung melesat menembus tangan si pembunuh bayaran yang seketika menggeram keras."FUCK!!" Dan di detik berikutnya beberapa orang berseragam pengawal menerebos masuk, bergerak gesit meringkus si tersangka keributan, sedang sebagian lainnya langsung mengamankan istri dari majikannya, mendorong brangkar itu keluar dari ruang operasi."Kita harus mengecek cairan infus." Salah satu Dokter yang bertugas yang selamat langsung berlari menghampiri lalu mencabut selang kecil di tangan kanan pasiennya.Dokter itu curiga infus yang baru beberapa menit terpasang itu ada sesuatu di dalamnya terlebih setelah tadi pembunuh itu yang mengerjakannya. Dan Dokter itu yakin tubuh pasiennya ini—telah menerima cairan infus itu meski sedikit.***Sedangkan si pembunuh bayaran yang memilih diam— dalam artian otaknya sedang memikirkan beberapa rencana . Dia tida
Tiga hari kemudian. "Kapan bangun sayang," Elina membelai surai putrinya yang masih asik memejamkan matanya setelah dua hari berlalu.Meski racun itu tidak memasuki tubuh Caroline tapi ternyata ada beberapa hal yang menyebabkan wanita berusia dua puluh empat tahun itu masih tidak sadarkan diri. "Mom merindukanmu, cepat bangun suamimu sudah merindukanmu." kekh kecil Elina di keheningan kamar vip itu. Cup Lalu kecupan sayang mendarat di kening Caroline dari sang ibu. ***Sedangkan di tempat berbeda, di sebuah ruang bawah tanah yang pengap dan gelap, seorang wanita terus saja menjerit kesetanan. "SIALAN! LEPASKAN AKU.... BERENGSEK... KAU TIDAK BISA MEMPERLAKUKAN KU SEPERTI INI NICHOLAS!!" Jeritnya kesetanan terus menggedor-gedor pintu di hadapannya. "AKU BERSUMPAH AKAN MEMBALASMU NICHOLAS! AKU AKAN MELENYAPKAN SEMUA ORANG YANG KAU SAYANG BAJ
Satu hari setelahnya. Elina yang tengah duduk di kursi tunggu pasien menoleh pada benda bergetar yang tergeletak di atas lemari mini tempat penyimpanan barang. Dan nama Nicholas yang tertera di layar henda canggih itu."Ya," sapanya setelah menggeser layar icon hijau."Belum... " entah apa yang tengah di obrolkan mertua dan menantu itu tapi Elina kemudian— menganggukan kepala."Oh... Oke.""Istriku sudah sadar?" tanya Nicholas mengubah topik di seberang sana.Dengan senyum keibuannya Elina mengangguk. Tangannya mengelus lembut surai putrinya. "Caroline sudah sadar dari semalam—meski hanya beberapa menit saja, dan sekarang sedang tidur." Lagi...Elina menatap wajah putrinya yang terlelap di hadapannya. "Sebentar lagi pasti bangun." ucapnya dengan mata yang berkaca-kaca."Ya pasti. Istriku itu..." terdengar dehaman samar dari seberang. "Anak mom sangat kuat, bahkan sangat berani sekali mana mungk....ehemm." sadar ucapannya agak melantur Nicholas langsung menutup topik. "Jadi tugas kit
Flashback on27 Tahun yang lalu.''Kalian telah sah menjadi sepasang suami istri," seorang pastor baru saja mengikrarkan janji suci sepasang pengantin. ''Mempelai pria bisa mencium mempelai wanita,'' lanjutnya kemudian.Sepasang pengantin—Albert dan Elina kemudian berciuman dengan diawali si mempelai pria."Cantik sekali, Elina Ryson. Istriku." Bisik Albert setelah ciumannya terlepas membuat kedua pipi Elina bersemu antara malu dan bahagia.Elina saat itu terlihat sangat bahagia terbukti dari wajahnya yang terlihat berseri-seri. Ikrar janji suci itu telah diucapkannya bersama Albert—pria yang sangat dicintainya. Yang sekarang menjadikannya berstatus sebagai Nyonya dari Ryson—Nyonyo Albert Ryson."Kini kau sudah menjadi milikku." Bisik Albert mendekatkan wajah mereka, hingga kening mereka saling bersentuhan.Elina menggangguk dengan kebahagiannya yang membuncah. "Yea aku milikmu selamanya."CupMemejam kan kedua matanya kala satu kecupan lama yang terasa tulus sekali bagi Elina, kini p
"Elina," Elina tersentak saat seseorang menyerukan namanya."Albert." Lelaki itu ikut duduk di samping Elina."Kenapa melamun?" tanya Albert.Elina tersenyum tipis. "Ya. Mengingat apa yang telah kau lakukan dengan wanita itu padaku dan keluargaku."Albert menghela napas, tangannya mengusap wajahnya kasar. "Bisa tidak usah di ingat lagi, hm?"Dengan gelengan kepala juga senyum yang masih setia nangkring di bibirnya Elina menjawab. "Sayangnya tidak bisa, dan tidak akan pernah aku lupakan. Apa yang kau lakukan benar-benar fatal terlebih pada kedua orangtuaku kau— sudah lah." Elina menghela lelah.Albert menatap tak tega. Semua memang salahnya, kesalahan besar sepanjang hidupnya."Maafkan aku." Mohon Albert ke seratusan kalinya yang tidak di tanggapi Elina, membawa tubuh istrinya ke pelukannya dan syukurnya wanita itu tidak menolak.Masih dalam posisi berpelukan Elina menumpahkan isak tangisnya yang samar di dada sang suami. Hingga beberapa menit kemudian wanita itu melepaskan diri dari
Beberapa jam kemudian, Caroline sudah kembali ke kamar rawatnya dan jadwal operasi sudah di tetapkan.Beberapa pemeriksaan sudah di lakukan—tadi, dan berjalan lancar dan dirinya besok benar-benar bisa melakukan operasi donor matanya."Caroline."Caroline tersentak saat mendengar suara berat itu.Caroline kemudian menetralkan wajahnya menjadi datar. "Untuk apa Anda ke sini?" tanyanya dingin.Meski tidak bisa melihat seperti apa rupa sosok lelaki yang katanya–Ayah kandungnya, Caroline hanya memperlihatkan raut datarnya setelah fakta yang di dengarnya—kekejaman ayahnya, terutama pada ibunya. Lelaki paruh baya itu mendekati Caroline sembari berkata. "Maafkan Daddy Caroline,"Sontak Caroline terkekeh sinis mendengarnya. "Ayah? Seingat saya... Saya tidak punya Ayah." cetusnya dengan begitu dingin.Menolak mentah-mentah Albert Ryson sebagai Ayah kandungnya.Albert merasa dadanya tertusuk beribu-ribu jerami tajam—sangat sakit saat mendengar putrinya sendiri tak mengakuinya. Bahkan dari nad
Year 1990, New York City, USA. 11.50 PM.Di malam yang dingin, terlebih di jalanan hutan yang sangat mencengkam, udara yang terus berembus menyapu kulit halus kemerahan sang dua balita di gendongan ibunya. Di malam itu, tepatnya jalanan sepi, mobil itu terus melaju dengan kencang seakan tengah menghindari sesuatu.Detik berikutnya di belokan jalan, mungkin karena panik atau apa, mobil kehilangan kendali arah dan menabrak pohon besar di depannya dengan keras, menimbulkan bunyi tabrakan yang kentara.Di dalam mobil yang sudah benar-benar rusak itu, dua orang dewasa dengan dua balita di pangkuan sang ibu terlihat kondisinya memprihatinkan, si pria yang mengemudikan mobil terluka di bagian kepala, dan luka itu cukup parah sampai darah keluar banyak dari wajahnya sedangkan si wanita hanya mendapat luka kecil di kening akibat benturan, sedangkan dua balita yang terus menangis di gendongannya terus dipeluknya dengan erat.Kesadaran si pria ternyata belum sepenuhnya hilang, pria itu berkata.
"....... Begitu ceritanya." Jhonny mengakhiri Ceritanya, sedangkan Marta, raut wajah wanita itu terlihat cemas, dia melirik bayi yang telah berada di gendongannya. "Rencanamu apa selanjutnya? Merawatnya atau..." Marta menggantungkan kalimat akhirnya, tak sanggup bila harus membuang bayi ini, meski memang bayi ini bukan siapa-siapa mereka."Terserah kau saja, aku akan mengikutimu," jawab Jhonny, matanya terus memperhatikan bayi di gendongan istrinya yang terus menggeliat dan detik berikutnya suara tangisnya terdengar."Hay, tenanglah, baby girl, kau anakku sekarang." ucap Marta sembari mengusap pipi halus sang bayi. Dan ajaibnya tangisan bayi itu terhenti dan mata bulatnya terbuka menatap Marta."Aku tak sanggup harus membuang bayi ini, entah kenapa aku langsung jatuh cinta padanya dari pertama kau membawanya," ungkap Marta."So?" "Aku akan merawatnya, berbahaya atau tidak dia hanya bayi kecil yang manis," ucap Marta."Kau yakin?" tanya Jhonny memastikan.Marta mengangguk mantap. "Ak