Kinan Maharani tak menyangka bahwa hidupnya akan berakhir seperti ini. Menikah dengan kakak ipar sendiri adalah hal yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Hanya perkara sang keponakan yang harusnya memiliki seorang ibu di usianya yang semakin bertambah, sehingga kedua keluarga berinisiatif untuk menikahkan dua insan dengan perbandingan sifat yang sangat jauh berbeda. Kinan sama sekali tak menyukai Rangga. Meski laki-laki itu termasuk jajaran makhluk good looking sekaligus good rekening. Tidak etis rasanya jika menikahi laki-laki yang bergelar kakak ipar. Namun, siapa yang akan menolak perintah dari ras tertinggi di muka bumi ini? Emak-emak berdaster, yang galaknya mengalahkan singa betina. Menolak akan dikatai anak pembangkang dan durhaka, tetapi jika menerima akan dicap sebagai gadis tak punya malu oleh para tetangga.
Lihat lebih banyakKutatap langit-langit kamar yang terasa asing. Gorden abu yang benar-benar bukan warna kesukaanku. Dinding bercat putih tulang dengan beberapa potret garis abstrak yang tertempel. Selimut berwarna hitam jelas bukan milikku—selama hidup, aku tak pernah memiliki selimut seperti ini.Aku ada di mana? Pertanyaan itu terus terngiang di otakku. Sambil berusaha menggali ingatan-ingatan tentang semalam.Semalam, aku pergi ke bar, menikmati satu botol vodka, tak sengaja bertemu dengan Davin, dan saat aku ingin pulang, tiba-tiba kepalaku pusing dan semuanya tiba-tiba menjadi gelap. Memoriku hanya sampai di situ saja.Kusingkap selimut hitam yang terlihat tampak sangat suram. Netraku jelas membulat saat pakaian yang kukenakan sudah berubah. Apa ini? Siapa yang mengganti pakaianku?
Aku kembali menatap gelas vodka yang tersisa setengah, es batu sebesar bola pimpong terlihat mengkilap terkena cahaya lampu remang-remang. Inilah tempat favoritku akhir-akhir ini. Menikmati waktu sendiri di tengah keramaian. Terdengar lucu, memang. Aku tak suka rasa sepi, tetapi aku pun ingin sendiri. Solusinya adalah berkunjung kemari. Aku bisa menikmati kesendirianku, tanpa harus merasa kesepian. Inilah aku, dengan segala kekurangan yang kumiliki. Aku tak pernah memperlihatkan kekurangan yang kumiliki kepada orang lain. Bukan tanpa sebab, aku hanya ingin terlihat lebih berani dan sempurna. Saat aku memperlihatkan kekurangan, saat itu pula mereka akan memiliki senjata untuk menyerangku. Aku lelah diperlakukan semena-mena, jenuh diperlakukan bak robot, dan tak ingin terus menerus menjadi tameng bagi mereka yang dengan mudah memanfaatkanku. Aku bosan terkurung dan terkekang. Terkadang aku iri pada burung, yang bisa terbang bebas ke manapun yang ia mau. Aku iri pada kupu-kupu yang bisa
BABAku masih menunggu di sini, duduk di salah satu kursi restoran yang cukup terkenal. Ibu angkatku benar-benar merealisasikan semuanya. Tak apa, setidaknya jika kelak aku menikah, aku akan keluar dari neraka yang terus mengurung dan mengekangku. Setidaknya mereka tak menjadikanku boneka lagi. Setidaknya aku bisa bebas melakukan apa pun sesuka hati, tanpa ada pengawasan dari mereka.Kutatap arloji yang menempel di pergelangan, sudah sepuluh menit berlalu dari waktu perjanjian dan pria itu masih belum muncul juga. Apa dia terlalu sibuk? Atau jangan-jangan dia tak akan datang kemari? Bisa saja hal itu terjadi mengingat pria itu juga tak menyetujui perjodohan ini—menurut analisaku saat melihat foto yang Ibu angkatku berikan tempo hari.Aku memilih untuk fokus pada ponsel yang kugenggam, daripada terus-menerus menatap pintu restoran, menunggu kedatangannya. Namun, saat aku larut pada ponselku, suara kursi berderit, membuat fokusku teralihkan. “Maaf, aku terlambat,” katanya sambil menggu
Perhatian!Untuk kedepannya, cerita ini akan berfokus pada sudut pandang Mega. ~~~~Apa aku harus menghentikan obsesiku pada Rangga? Tujuh tahun menunggu, tetapi dia tak pernah memandangku. Aku selalu ada untuknya, tetapi dia malah memilih wanita lain untuk menemani hidupnya. Bukankah itu tak adil bagiku? Aku yang selalu mendukungnya, tulus mencintainya, membantunya jika kesulitan, tetapi setelah dia berhasil melewati rintangan, aku dilupakan. Katanya dia tak pernah mencintaiku, dia tak pernah menaruh rasa padaku, dan sama sekali Rangga tak pernah tertarik denganku. Apa pengorbananku selama ini tak pernah ternilai di matanya? Apa bantuanku yang tulus tak sekalipun membuat hatinya tergerak?Seharusnya dari awal aku sudah sadar diri. Seharusnya sejak awal aku berhenti mencintainya. Bukankah tujuh tahun merupakan waktu yang cukup lama? 84 bulan kulewati tanpa balasan yang setimpal, 2556 hari yang terbuang percuma, 61.344 jam terlewat dengan sia-sia tanpa ada sedikit pun yang kudapatkan
Aku bahkan tak pernah membayangkan tentang apa yang akan terjadi di rumah ini. Rumah yang selalu sepi dan terlihat tak ada kehidupan, akhirnya bisa merasakan keramaian, yang kutahu hanya akan bertahan sejenak. Sepertinya Mas Rangga menyampingkan egonya demi merayakan ulang tahunku. Kutatap lagi sosok pria yang duduk menyendiri di sudut ruangan, tampak mengasingkan diri dari ketiga sahabatku. Aku tahu bahwa dia sedikit kurang nyaman dengan celetukan absurd dan keributan yang mereka ciptakan. Namun, berusaha bertahan agar aku tak kecewa. Gurat lelahnya tampak jelas dari tempatku duduk, meski demikian ia masih sangat tampan. Mau bagaimana lagi, dalam kondisi apa pun, orang tampan akan tetap terlihat tampan, meski pakaiannya lusuh seperti gembel sekalipun. Aku kembali menerawang, mengingat awal pertemuan dengannya. Saat dijodohkan dengan Mbak Kinara. Sosoknya yang dingin membuatku sedikit canggung saat duduk di dekatnya. Kutahu bahwa Mbak Kinara sangat menyukainya, tetapi Mas Rangga mala
Apa ini? Mengapa banyak orang yang memberiku ucapan selamat atas pernikahan dan keberuntungan yang kudapatkan? Ya, walaupun kutahu masih ada segelintir dari mereka yang tidak menyukai fakta tersebut. Namun, aku tak bisa memaksa mereka untuk setuju dan menyukaiku, bukan? Mereka bebas mengemukakan pendapat dan aspirasi, mau membenci atau tidak, itu bukan urusanku. Yang terpenting bahwa aku tetap akan melanjutkan kehidupan ini meski kutahu bahwa jalannya tak akan semulus dulu—sebelum hubunganku terungkap.“Selamat, ya, Nan. Gue kira lo bakal nikah sama Devan, tau-taunya sama Pak Rangga.” Aku tak tahu siapa gadis itu, yang kutahu bahwa dia terlalu sok kenal dan sok akrab denganku. Mengapa sekarang banyak orang asing yang terus menghampiriku? Dan nahasnya lagi, aku tahu bahwa pernyataan yang mereka lontarkan adalah sebuah ketidak-ikhlasan.“Oh ya, Nan, kasih tau dong, resep supaya bisa deket sama cowok-cowok most wanted.”“Lah, maksud lo? Resep apaan coba? Gue nggak ada yang kek gituan.”
“Apa ini rencana yang katanya akan membuat Kinan terpuruk, Ca? Bukannya mendapat hinaan, Kinan malah mendapat dukungan dari banyak orang.”Aku benar-benar kesal akan kejadian tempo hari. Bukannya dihujat, Kinan justru mendapat ucapan selamat dari teman-temannya, beserta dosen lainnya. Harusnya tidak seperti ini, bukan? Seharusnya Kinan merasa putus asa dan terpuruk akan cemoohan orang lain. Kinan tak pantas untuk Rangga yang terlalu sempurna. Mengapa rencana Caca tidak sesuai dugaan? Apakah sekarang aku harus mengakui kekalahanku? Tidak! Kinan tak boleh bahagia di atas penderitaanku. Itu tidak boleh sampai terjadi!“Aku juga tak tahu akan berakhir seperti ini, Bu Mega. Aku mengira semuanya akan berjalan sesuai rencana, tetapi Tuhan dan semesta sepertinya tidak mendukung rencanaku. Kinan benar-benar beruntung.”Beruntung? Ha-ha-ha, ya, gadis itu memang beruntung dan aku selalu sial. Begitu, kan? Aku sekarang bertambah yakin, bahwa dalam cerita ini, Kinan adalah pemeran utama yang sela
Aku tersenyum masam saat mendengar Bu Caca mengucapkan sebuah kalimat yang mampu membuat jantungku berhenti berdetak sejenak. Ia memang mengucapkan selamat atas pernikahanku dan Mas Rangga, tetapi aku tahu apa yang sedang ia rencanakan. Sebagai pembawa acara kali ini aku yakin bahwa ia ingin mempermalukanku di depan banyak orang. Mengapa ia mengatakan di acara seminar seperti ini jika tidak ingin mempermalukanku? Bukankah ia sendiri tahu bahwa aku tidak ingin mengekspos hubunganku dengan Mas Rangga? Namun, melihat keseriusannya kali ini, membuatku yakin bahwa ia sebenarnya ingin menimbulkan konteks negatif akan ucapannya barusan. Aku menoleh ke kanan lalu ke kiri, saat Dewi dan Mela menggenggam jemariku erat lalu membisikkan kata-kata penyemangat yang kutahu itu hanyalah sebuah hiburan. Sepertinya hidupku akan kembali merasakan huru hara yang sulit untuk diatasi. Ruangan yang tadinya hening, sontak menjadi rusuh. Kalimat-kalimat tak suka samar-samar terdengar di telingaku, membuatku
Setelah beberapa hari mengetahui fakta tentang hubungan Rangga dan Kinan, aku merasa belum ikhlas dengan hal itu. Sungguh, aku masih kesal pada kenyataan yang ada. Mengapa Tuhan begitu jahat padaku? Mengapa semesta tak pernah memberikan apa pun yang kuinginkan, padahal aku hanya meminta satu permohonan saja. Apakah sesulit itu untuk mengabulkannya? Apakah keinginanku begitu mustahil untuk kudapatkan? Apa Tuhan tak mau melihatku bahagia? Apakah skenario hidupku memang seperti ini? Selalu terpuruk dan tak bisa bahagia? Akan tetapi, kenapa hanya aku yang tak bisa berbahagia? Mengapa hanya aku yang tak bisa mendapatkan apa yang kuinginkan? Mengapa hanya aku yang tak boleh memaksakan kehendakku? Apa dosaku telah menggunung, sehingga satu doaku pun tak bisa terijabah?Aku benar-benar pusing akan masalah ini? Bagaimana bisa dunia begitu kejam padaku? Apa aku hidup hanya untuk menjadi pemeran pendukung? Padahal, aku juga ingin menjadi pemeran utama di dalam cerita ini. Bukankah itu tak adil?
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.