"Kenapa orang ini malah jadi mengikutiku?" pikir Wendy sembari melirik Reynold yang pada akhirnya malah ikut berjalan bersamanya menuju sebuah lapangan di dekat rumahnya.
"Nah Kita sudah sampai, Kau tadi bilang akan mengelilingi lapangan ini bukan?" tanya Reynold pada Wendy.
Lapangan yang berada dekat dengan rumah Reynold itu saat ini terlihat tidak terlalu ramai, ada beberapa orang yang tengah duduk-duduk bercengkerama di lapangan, joging, atau hanya berjalan-jalan saja di sana. Lapangan yang ternyata tidak sepi itu membuat Reynold merasa lega, karena ia akhirnya bisa pergi dengan tenang.
"Di sini sepertinya tidak terlalu sepi, jadi Aku pulang ya," ucap Reynold yang langsung bergegas meninggalkan Wendy di lapangan.
Wendy hanya diam melihat punggung Reynold yang kian lama kian menjauh, ia benar-benar tidak mengerti alasan mengapa Reynold ikut bersamanya ke lapangan dan tiba-tiba meninggalkannya sendirian di sana.
"Tunggu dulu! Apakah itu maksudnya dia hanya ingin memastikan Aku aman sampai ke lapangan ini?" pikir Wendy yang tanpa sadar wajahnya kini memerah.
Menyadari bahwa baru saja ia terpikirkan sebuah kemungkinan bodoh itu, ia langsung menggeleng-gelengkan kepalanya dengan keras untuk meluruskan kembali pikirannya. "Tidak, tidak, Aku tidak boleh berpikir terlalu dangkal, mana mungkin ada orang asing yang bisa sebaik itu pada orang asing lainnya," sambungnya.
Wendy kemudian mulai berjalan mengitari lapangan itu sembari membenarkan kembali jalan pikirannya. Ia mengambil sebotol kopi yang tadi dibelikan oleh Reynold dan langsung meminumnya sedikit demi sedikit.
"Ah~ sepertinya alasan yang paling benar adalah karena dia mulai mencurigaiku dan yang dia lakukan barusan hanyalah sebagai salah satu sikap waspadanya, dia hanya ingin memastikan bahwa apa yang kukatakan itu adalah benar adanya," ucapnya dalam hati setelah ia akhirnya bisa menjernihkan pikirannya.
***
Sementara itu, sebenarnya saat ini Reynold sedang bersembunyi di tempat yang agak jauh dari lapangan, ia mengawasi Wendy yang tengah berjalan-jalan mengelilingi lapangan sembari meminum kopi yang ia belikan.
"Sejauh ini dia melakukan seperti apa yang dia katakan," gumamnya.
Benar dengan apa yang dipikirkan Wendy, saat ini Reynold mulai mencurigainya dan hal itu karena sifat bawaannya yang tidak bisa langsung percaya pada orang begitu saja, ditambah lagi dengan pekerjaan ayahnya yang sangat berbahaya itu menuntutnya untuk selalu waspada dalam keadaan apa pun di kehidupan sehari-hari.
Sudah cukup lama ia mengawasi Wendy, hingga akhirnya Wendy mulai berjalan meninggalkan lapangan menuju jalan yang tadi ia dan Reynold lalui. Reynold yang masih penasaran pun mengikuti wanita itu di belakangnya dengan jarak yang menurutnya cukup aman. Jika itu orang lain mungkin ia tidak akan menyadari bahwa ia sedang diikuti oleh pemuda yang sangat berhati-hati itu, tapi Wendy adalah seorang profesional sehingga ia bisa menyadari bahwa Reynold tengah mengikutinya saat ini. Ia bisa tahu keberadaan pemuda itu di belakangnya, karena wanita itu sudah hafal dengan bagaimana cara Reynold berjalan dan bagaimana suara yang dihasilkan dari langkahnya itu.
"Benar-benar pemuda yang sangat waspada, seperti yang kupikirkan sebelumnya, saat ini dia pasti tengah memastikan apa yang kukatakan itu benar adanya," pikir Wendy yang sedang berakting senatural mungkin untuk mengelabui pemuda yang sedang mengikutinya itu.
"Well, sepertinya Aku akan benar-benar pulang saja, lagi pula jika kuteruskan ia akan semakin mencurigaiku," sambungnya.
Reynold mengikuti Wendy sampai akhir, sampai wanita itu pergi menaiki motor gedenya yang diparkirkan di minimarket tadi.
"Oh, ternyata motor keren itu milik orang itu," gumam Reynold setelah ia melihat Wendy sudah melesat pergi mengendarai motornya.
"Hm, sepertinya Aku keliru, dia hanya orang biasa, ini pasti karena Aku terlalu banyak berpikir belakangan ini," pikirnya sebelum akhirnya ia berbalik dan melanjutkan perjalanan pulangnya.
***
Sepulang dari kegiatan observasinya itu, Wendy langsung melepaskan perlengkapan menyamarnya dan bergegas ke kamar mandi untuk berendam dan membersihkan diri. Ya, saat-saat berendam di air hangat adalah yang sangat menenangkan bagi wanita sibuk seperti dirinya.
Kini hampir sebagian besar tubuhnya terendam air hangat di dalam sebuah bak mandi klasik di kamar mandinya. "Haahh~ inilah kubutuhkan dari tadi," gumamnya sembari memejamkan mata dan mendengarkan musik klasik dari ponselnya.
Namun sayangnya meskipun sekarang ia berusaha untuk menenangkan diri, ia tetap tidak bisa melupakan wajah rupawan Reynold yang barusan ia temui dan bagaimana perlakuannya pada dirinya.
"Hah~ aneh sekali, mengapa wajahnya selalu terbayang-bayang di pikiranku?" gumam Wendy dengan heran.
"Dia benar-benar tidak biasa, jika kusimpulkan secara kasar, dia adalah orang yang waspada, orang yang tidak suka berhutang, apalagi hutang budi, dingin, dan tidak banyak bicara," ucapnya.
"Hm, Aku harus mulai dari mana ya?" tanyanya pada diri sendiri.
Setelah beberapa menit ia tenggelam dalam pikirannya, tiba-tiba musik klasik yang tengah diputar di ponselnya terhenti dan berubah menjadi suara dering panggilan masuk. Dering itu ternyata adalah panggilan dari Chris, si orang yang paling malas ia ladeni. Meski dengan sangat berat hati ia pun menerima panggilannya walau sebenarnya ia sangat kesal pria itu mengganggu dirinya yang tengah berusaha menikmati ketenangannya. Namun Ia tidak berani mengabaikan panggilannya karena mengingat dulu ia pernah dihukum olehnya karena terlalu lama menerima panggilan darinya.
"Bicaralah!" ucap Wendy dengan ketus setelah menerima panggilannya.
"Oh hai Baby, sedang di mana sekarang?" tanya Chris dengan santainya.
"Di suatu tempat yang bukan urusanmu!" jawab Wendy.
"Biar kutebak, Kau sekarang berada di kamar mandi kan? Tengah berendam dengan air hangat?" tebak Chris yang ternyata sangat tepat sekali.
Wendy diam menunggu orang itu selesai mengoceh.
"Ah, mengapa Kau tidak bilang! Tahu begitu, Aku tadi langsung ke tempatmu saja dan ikut berendam bersamamu, lalu menggosok setiap inchi kulit putih mulusmu itu!" ucapnya dengan nada menggoda.
"Cukup! Cepat katakan ada apa kau memanggilku!" tanya Wendy yang sangat tidak mau mendengar ocehan Chris yang pasti tidak ada ujungnya itu.
"Duh, Kau ini mengganggu fantasiku saja … Well, sebenarnya Aku hanya ingin memberi tahu kalau proses memasukkanmu ke jurusan dan kampus yang sama dengan Reynold Clifford akan selesai besok, jadi hari Senin nanti saat awal semester 5 dimulai Kau bisa langsung masuk kuliah dan mulai melancarkan aksimu," tutur pria playboy itu.
"Baik, akan kuingat," jawab Wendy.
"AARGGHHH....!!! LEPASKAN AKU!!! KU MOHON JANGAN LAKUKAN ITU PADA KU!" teriak seorang pria dari ujung sambungan yang sangat terdengar jelas di telinga Wendy.
"Woi, Kau urus bajingan itu, buat dia diam!" perintah Chris pada seseorang yang tengah bersamanya.
"Wah sepertinya Kau sedang sibuk," ucap Wendy yang mendengar teriakan putus asa itu dan mendengar suara keributan setelahnya.
"Hahaha, biasalah, tapi tak ada kata sibuk untuk menghubungimu Baby, Aku sangat ingin mendengar suara merdumu, Aku sudah muak mendengar suara teriakan bapak-bapak itu seharian," jawab Chris dengan santai seakan apa yang sedang di lakukannya di suatu tempat itu bukanlah apa-apa.
"Apakah Kau sedang menginterogasinya?" tanya Wendy sebagai formalitas saja.
"Ya!" jawab Chris.
"Apakah setelah itu Aku-"
"Biar kuperjelas satu hal. Kau tidak ada hubungannya dengan yang ini, jadi Kau tidak perlu tahu!" sela Chris sebelum Wendy sempat bertanya.
Wendy tidak menimpalinya lagi karena ia tahu bahwa jika Chris berkata seperti itu, maka ia tak boleh lagi mempertanyakannya. "Nah sudah kan, kalau begitu selamat malam.” Wendy pun berniat untuk mengakhiri percakapan yang tidak ia inginkan itu.
"Aku belum mengatakan jika Aku sudah selesai berbicara," ucap Chris dengan serius.
"Apa lagi?" tanya Wendy yang benar-benar sudah gatal ingin sekali segera menutup teleponnya.
"Kau tadi bertemu dengan Reynold Clifford kan?" tanya Chris yang terdengar serius.
"Em, ya, bagaimana Kau tahu?" jawab Wendy seadanya.
"Untuk apa Kau menemuinya?" tanya Chris tanpa menghiraukan pertanyaan Wendy melanjutkan sesi pertanyaannya yang sudah seperti sesi interogasi itu.
"Aku tidak sengaja bertemu dengannya di jalan," jawab Wendy.
Terdengar pria itu berdecak, seakan kecewa dengan apa yang dilakukan wanita itu. "Wendy, Wendy, harus berapa kali Aku katakan, Kau harus berhati-hati pada orang ini! Sekali saja orang ini curiga, semua rencana Kita akan hancur!" bentak Chris.
"Iya, iya," jawab Wendy yang sebenarnya kaget dengan nada suara Chris yang membentaknya itu.
"Sudahlah, yang penting Kau harus menyelesaikan misi ini dengan cepat, Aku tidak ingin melihatmu menggoda lelaki lain terlalu lama!" ucap Chris.
"Ya," jawab Wendy dengan ketus.
"Bagus, kalau begitu Aku harus pergi, Kau nikmati saja berendammu, goodnight Baby!" ucap Chris yang akhirnya benar-benar mengakhiri percakapan dan menutup teleponnya.
Setelah percakapan singkat itu, Wendy terdiam dan kembali menutup matanya berusaha untuk menjernihkan pikiran.
"Bagaimana dia bisa tahu kalau Aku tadi bertemu dengan Reynold Clifford?" gumam Wendy. "Aku selalu penasaran bagaimana ia selalu tahu gerak-gerikku selama ini," gumamnya lagi.
Salah satu sikap Chris yang selalu membuat Wendy penasaran adalah saat Wendy selesai melakukan sesuatu yang tidak diperintahkan oleh Chris, maka orang menyebalkan itu akan menghubunginya dan menebak apa yang baru saja Wendy lakukan, yang aneh adalah tebakannya itu selalu benar. Wendy sering menduga bahwa Chris memasang semacam pelacak pada dirinya tanpa sepengetahuannya, tapi sampai sekarang dugaannya itu tidak pernah terbukti karena ia tidak menemukan satu pun alat mencurigakan pada dirinya ataupun di rumahnya.
"Akan sangat sulit bagiku untuk terlepas dari orang ini," ucap Wendy sembari memandangi langit-langit kamar mandinya yang tampak buram karena uap yang dihasilkan dari air hangat yang merendam tubuhnya itu. “Aku tidak ingin munafik, sebenarnya Aku takut mati,” sambungnya sembari perlahan menutup kedua matanya.
Beberapa hari kemudian.Hari ini adalah hari pertama Wendy masuk ke kampus yang sama dengan Reynold. Ia berdandan sangat natural seperti mahasiswi normal pada umumnya dengan tubuhnya yang tidak terlalu tinggi dan wajahnya yang tidak boros membuat sosoknya bisa berbaur dengan mahasiswi-mahasiswi lainnya. Selain itu, ia juga berangkat ke sekolah menggunakan kendaraan umum, menggendong tas yang berisi buku-buku mata kuliah hari ini, tersenyum ramah pada pak satpam yang berjaga di pos satpam universitas, pokonya ia benar-benar sudah seperti mahasiswi ramah normal yang datang ke kampus untuk menuntut ilmu.Beberapa hari sebelum memulai misinya di kampus ini, Wendy mendapatkan beberapa rincian mengenai identitas yang akan ia gunakan dalam misi ini dari Chris. Ia akan menggunakan identitas Bella Valentine untuk menutupi identitas alinya. Chris benar-benar menuliskan semua rinciannya dengan sangat detail, termasuk dengan kepribadian, dandanan, serta gaya berpakaian yang harus Wendy gunakan
Karena di hari pertama perkuliahan tidak ada penyampaian materi perkuliahan, setelah selesai mengabsen dan memberi sedikit pengarahan, serta sesi tanya jawab, Martin pun akhirnya mengakhiri kelas.Semua mahasiswa dan mahasiswi pergi meninggalkan kelas, terkecuali Wendy, karena ia diminta Martin untuk jangan dulu meninggalkan ruangan. Oleh karena itu, Wendy hanya duduk manis di tempat duduknya melihat satu persatu teman kelas melewati pintu.Ia lalu mengalihkan pandangannya pada DPA-nya yang tampak sedang sibuk memeriksa ponselnya sembari menunggu semua orang meninggalkan kelas. "Hm, apa saja yang ingin dia bicarakan denganku ya?" pikir Wendy.Ting!Tiba-tiba ponsel Wendy berdering, pertanda sebuah pesan singkat baru saja terkirim padanya.Menyadari hal itu, Wendy langsung mengambil ponselnya untuk mengetahui siapakah si pengirim pesan itu.Setelah memastikannya seketika wajah manis gadis itu tertekuk, tampak sekali raut wajahnya sangat tidak senang dengan apa yang dibacanya."Semangat
POV Wendy.Aku sudah cukup lama berdiri di sini, berusaha menguping pembicaraan kedua pria itu di dalam sana. Namun sayang sekali aku tidak bisa mendengar dengan jelas mengenai apa yang sedang mereka bicarakan karena situasi di sekitarku yang begitu riuh, ditambah lagi baik suara Reynold maupun Martin, keduanya terdengar sangat pelan sehingga hal itu membuatku terpikir bahwa di dalam sana mereka benar-benar sedang membicarakan sesuatu yang sangat serius."Apakah mereka benar-benar mencurigaiku sehingga mereka mengikatkan kewaspadaan mereka?" pikirku, memikirkan kemungkinan terburuk itu."Hm, tapi jika demikian, mengapa Martin mencurigaiku? Dia hanya seorang dosen yang tak ada sangkut-pautnya dengan organisasi, dia murni orang luar yang seharusnya tidak ada keterkaitan apa-apa sehingga seharusnya dia bukanlah ancaman ... Seharusnya yang aku khawatirkan adalah Reynold, dia pasti tahu sesuatu mengenai kasus pembunuhan si brengsek itu dari ayahnya, mungkin saja dia saat ini sedang meningk
Gadis itu tampak sangat senang dengan sanjungan yang kulontarkan padanya. Tampangnya yang judes itu berubah menjadi senang dengan diwarnai segaris kebanggaan yang begitu tinggi."Hahahaha, orang bodoh sekali pun akan menyadari betapa beraninya Aku. Well, mau bagaimana lagi, keberadaanku memang tidak bisa disamarkan." Dia malah memuji dirinya sendiri dengan sangat percaya diri. Sungguh kepercayadiriannya patut untuk diapresiasi."Kau benar, Aku harus banyak belajar padamu," timpalku yang masih mengikuti alur, dan tentunya berusaha menarik simpati gadis itu agar di kemudian hari ia mau dengan suka rela membantuku mengejar Reynold.Ia lalu melipat kedua tangannya di depan dadanya dengan senyum penuh kemenangan. "Well, lagi pula sebagai mahasiswi baru seharusnya Kau menyadari bahwa Kau memerlukan seseorang untuk membantumu beradaptasi ... Karena Aku adalah orang baik, jadi tak ada pilihan lain bagiku selain membantumu!" tuturnya."Berhasil!" Jelas, mendengar ungkapan sok itu aku sangat se
DUG!Aku langsung masuk ke dalam apartemenku dan setelah itu mengunci pintunya rapat-rapat. Melihat Chris barusan, membuatku sedikit khawatir dan tentunya dengan melihatnya juga membuat suasana hatiku menjadi buruk."Akhirnya Aku sendirian," gumamku yang seketika merasa begitu lega berada sendirian di rumah.Drrrttt ...Drrrttt ...Drrrttt ...Tak lama, ponselku berdering, dan seperti yang kupikirkan, panggilan itu benar-benar dari Chris.Aku terpaku sejenak memandangi layar ponsel karena hal itu membuatku khawatir dengan hal apa yang akan pria brengsek itu bicarakan padaku.Namun karena aku tidak bisa mengabaikan panggilan itu, dengan sangat berat hari aku pun menerima panggilannya."Bicaralah!" Seperti biasa, aku menjawab panggilannya dengan ketus."Hai Baby ... Kenapa? Kenapa Kau terdengar tidak santai seperti itu, hm? Santai saja, Aku tidak menggigit kok, kecuali jika Kau menginginkannya, hehehe." Chris berkata normal seakan tak ada apa-apa sehingga kukira kali ini dia tidak menda
Sungguh aku merasa bahwa hari ini adalah hari keberuntunganku. Selain karena bisa berbincang sebentar dengan Reynold meski pembicaraan itu sangat absurt sekali, aku juga satu kelompok dengannya dalam sebuah tugas kelompok yang memiliki jangka waktu pengerjaan satu bulan. Satu bulan waktu yang sangat lama, tapi mengingat pertemuan untuk mengerjakan tugas itu tidak mungkin satu bulan penuh, jadi bisa diestimasikan waktu pertemuan itu minimal satu kali dalam satu minggu, atau empat kali dalam satu bulan. Itu artinya, tiap minggu aku memiliki kesempatan untuk menarik perhatian Reynold, dan tentu saja, aku tidak boleh menyia-nyiakan hal itu. "Yap, hanya pada waktu kerja kelompok saja Aku bisa berusaha mendekatinya tanpa takut diganggu oleh hal-hal payah seperti diintimidasi oleh para penggemarnya karena mengerjakan tugas adalah sebuah kewajiban ... Hah~ aku tidak menyangka kesempatan seperti ini datang di saat Aku hampir saja putus asa~" pikirku sembari melangkah dengan perasaan ringan me
POV Wendy.Akhirnya aku bisa mendapatkan buku yang kuinginkan. Setelah berhasil mendapatkan sisa uang yang kuperlukan, aku kembali ke toko buku untuk membayar buku itu."Dapatkan Hatinya!" Itulah judul yang tertera di sampul buku berwarna merah muda di tanganku ini.Aku sungguh tidak sabar untuk membaca lebih lanjut buku ini karena entah mengapa setelah membaca blurp menjanjikan yang tertera di belakang bukunya, aku merasa bahwa mungkin buku ini bisa membantuku untuk menghadapi Reynold."Tunggu dulu, orang yang Aku pinjami uang itu ... Siapa dia?" Mendadak, di tengah perjalanan pulang, aku baru saja terpikirkan hal penting yang seharusnya kutanyakan pada si pemuda yang kupinjami uangnya sejak awal.Aku menghentikan langkahku, dan langsung berbalik, berlari kembali menuju halte tempat aku meninggalkan pemuda itu sebelumnya."Bagaimana bisa Aku melupakan hal penting seperti itu!" gerutuku.***"Hah ... hah ..." Aku berusaha mengatur napasku ketika akhirnya aku sampai di halte tadi setel
Sementara itu, Viona yang baru saja sampai di perpustakaan setelah selesai sarapan pagi di kantin, langsung mencari keberadaan Wendy yang tertidur di sebuah tempat yang ada di sana. "Ck, gadis itu, padahal Aku sudah bilang akan menyusul ke sini, tapi dia tidak mengabarkan di mana tempat ia duduk sekarang," gumam Viona yang sebenarnya sedikit kesal karena tak menemukan keberadaan Wendy di perpustakaan yang terbilang cukup luas itu.Matanya terus menelisik tiap sudut ruangan, hingga akhirnya pencariannya itu terhenti ketika ia melihat sosok Wendy yang masih tertidur itu. Namun, ia tidak mendekat padanya karena selain Wendy, ia juga melihat sosok lain yang juga sedang berada di sana, dan itu sungguh membuatnya terkejut."Re ... Reynold!" ia menggumamkan nama itu setelah ia memastikan bahwa orang yang duduk berhadapan dengan Wendy adalah pemuda dingin itu.Mengetahui hal itu, Viona langsung bersembunyi, memutuskan untuk mengamati terlebih dahulu mengenai apa yang akan terjadi."Sedang ap