Share

Chapter 10 - Tertampar Realita

Mentari pagi tampak memantulkan cahayanya di jendela kamar Kalila sehingga membuat wanita itu terbangun. Namun, Kalila tampak tidak sedang baik-baik saja.

Kalila merasa mual dan pusing dengan wajahnya yang juga terlihat pucat. Seketika dia berlari kecil ke kamar mandi akibat mual yang semakin menjadi-jadi.

"Kamu kenapa, Nak?" Tanya Widia yang tengah memasak di dapur saat mendengar Kalila mual dari dalam kamar mandi yang jaraknya sangat dekat dengan dapur mereka.

"Aku gak enak badan, Bu." Teriak Kalila dari dalam kamar mandi

Kalila merasa mual yang dia rasakan itu tidak wajar. Mengingat hubungannya dengan Janu yang sudah kelewat batas dan sudah beberapa kali melakukan hubungan yang tidak wajar itu, Kalila bergegas ke puskesmas yang jaraknya tidak jauh dari rumahnya untuk memastikan apakah dia sedang mengandung anak Janu atau tidak.

Beberapa menit setelah Kalila menunggu di ruang tunggu puskesmas, dokter yang memeriksa Kalila pun menyatakan bahwa dia hamil. Jantung Kalila seketika berdegup kencang, tubuhnya gemetar, dan sekujur badannya tiba-tiba mengeluarkan keringat.

Kalila mencoba untuk berpura-pura tenang dan langsung bergegas kembali ke rumah dengan berlari kecil. Sesampainya di rumah, Kalila mencoba menelpon ke telepon rumah Janu untuk memberitahunya mengenai anak yang dikandung Kalila.

Kalila melihat di sekeliling rumah untuk memastikan tidak ada yang mendengar perbincangan yang dia lakukan bersama Janu melalui telepon nanti.

"Halo, Saya Siti, asisten rumah tangga keluarga Sanjaya. Ada yang bisa saya bantu?"

"Oh. Saya Kalila, Mbak. Mas Janu ada gak Mbak?"

"Oh Neng Kalila. Den Janu lagi gak di rumah, Neng. Kayanya lagi sibuk urusin bisnisnya."

"Nanti kalo Mas Janu udah pulang, kasi tau kalo aku nelpon, ya, Mbak."

"Baik, Neng."

***

Sudah dua hari, Janu sampai detik ini pun nyatanya belum juga menghubungi Kalila. Sementara Kalila selalu mengurung dirinya di kamar. Dia terlihat sedang memikirkan bagaimana mengatakan masalah yang sedang dia tanggung kepada keluarga. Terlebih lagi kepada Arwan dan Adam yang memang melarang keras hubungannya bersama Janu.

kring... kring...

Suara bunyi telepon yang di tunggu-tunggu Kalila selama dua hari ini akhirnya berbunyi. Sontak Kalila membuka pintu kamarnya dan langsung bergegas menuju tempat telepon yang berada di ruang tamu, berharap yang menelpon adalah Janu.

"Halo Mas Janu." Ucap Kalila spontan

"Halo, apa benar saya berbicara dengan nomor telepon Ibu Widia?"

"Oh iya benar, Pak." Jawab Kalila kecewa dan langsung memanggil Widia "Ibu, Ada telepon untuk Ibu." Kalila menyerahkan pesawat telepon kepada Widia dan langsung kembali ke kamar. Seketika Kalila takut dan merasa harus menemui Janu ke rumahnya.

Setelah Widia mematikan telepon, tiba-tiba suara telepon pun berbunyi.

"Kalila." Terdengar Widia memanggil Kalila sampai menghentikan langkah kaki Kalila yang tengah menuju ke kamar.

"Iya, Bu?" Tanya Kalila dengan menolehkan tubuhnya ke belakang.

"Ini ada yang nelpon. Katanya mau bicara sama kamu." Jawab Widia sembari memberikan pesawat telepon kepada Kalila.

"Halo?"

"Halo, sayang. Maaf banget aku baru bisa hubungi kamu. Akhir-akhir ini aku lagi sibuk." Jelas Janu.

Kalila menghela napas, akhirnya ada kabar dari Janu setelah dua hari menunggu "Iya gapapa, Mas."

"Oh iya. Kata Mbak Siti, kamu nelpon aku dua hari yang lalu? Kenapa sayang?"

"Aku pengen ketemu sama kamu, Mas. Ada yang mau aku omongin."

"Aku gak bisa sayang. Bisnis aku lagi berkembang banget. Besok aku harus ke Malaysia untuk urus kerjasama. Akhirnya mimpi aku terwujud bisa buka cabang di Malaysia, Lil." Ucap Janu dengan suaranya yang terlihat sangat bersemangat.

"Kamu balik kapan, Mas?"

"Belum tau sayang. Mungkin bulan depan. Kamu mau ngomong apa? Ngomong sekarang aja. Aku dengerin kok. Kita bisa ngobrol berjam-jam sambil aku kerjain presentasi untuk bisnis aku yang bakal dibuka di Malaysia, ya."

Kalila melihat di sekelilingnya untuk memastikan Widia tidak mendengar percakapan yang sedang dia lakukan.

"Aku hamil, Mas."

"Kamu kenapa?" Tanya Janu dengan meninggikan suaranya.

"Aku hamil." Jawab Kalila datar.

"Terus sekarang kamu mau gimana, Lil?"

"A-aku bingung. Mas mau tanggung jawab, kan?"

"Nggak sekarang, sayang. Kamu tau kan bisnis aku lagi berkembang banget saat ini. Aku gak bisa nikah dalam waktu dekat, Papa aku pasti gak akan izinin." Terdengar nada suara Janu terlihat sangat frustrasi saat menjawab hal ini.

"Kita gugurin aja ya bayinya?" Sambung Janu.

"Kenapa, Mas? Kamu mau ninggalin aku?"

"Aku gak akan pernah mau ninggalin kamu, sayang. Setelah kita gugurin kita masih berhubungan kok. Kamu itu akan tetap jadi pasangan idaman aku dan aku juga memang bermimpi untuk menikah dengan kamu. Tapi gak sekarang, masih banyak yang harus aku kejar. Cita-cita aku masih ada yang belum tercapai, Lila. Dan aku gak mungkin nikah kalo tujuan aku belum tercapai." Jawab Janu menegaskan.

Kalila terdiam sejenak dan mulai meneteskan air mata. Ternyata ini yang di khawatirkan Adam selama ini jika dia menjalin hubungan bersama. Sementara Janu tampak bingung dan menunggu respon Kalila sedari tadi.

“Sayang… Kamu denger aku kan? Kita gugurin aja ya? Kamu mau aku anterin sekarang?"

"Nggak usah, Mas. Kamu fokus sama karir dan penerbangan kamu untuk besok. Aku aja yang akan gugurin sendiri."

"Kamu yakin?" Tanya Janu dengan lembut

"Yakin, Mas."

"Biayanya aku kirim ke--"

"Gak usah, Mas. Aku bisa bayar sendiri." Tegas Kalila memotong pembicaraan Janu.

"Sayang, kamu marah?"

"Nggak. Yaudah aku mau istirahat dulu sebelum gugurin kandungan ini. Sukses untuk karir kamu."

Kalila pun langsung memutuskan sambungan teleponnya dan masuk ke kamar dengan menangis tersedu-sedu.

Tok… tok… tok…

"Ibu? I-ibu ngapain disini?" Tanya Kalila terkejut dan langsung menghapus air matanya.

"Ibu udah dengar semua omongan kamu dengan Janu. Kenapa kamu ngelakuin itu, nak?" Tanya Widia kesal.

"Ibuuu... Maafin Kalila." Ucap Kalila sembari bersujud di hadapan ibunya.

Widia merangkul tubuh Kalila dan menghapus air mata putrinya itu "Kamu mau gugurin bayi ini?" Tanya Widia memastikan dan bersikap tegar di hadapan Kalila.

"Aku gak tau, Bu. Mungkin aku akan urus bayi ini sendiri sampe dia lahir.”

“Bapak dan Adam pasti marah besar sama kamu, Lila.” Ucap Widia menghela napas dalam

"Aku tau, Bu. Aku juga gak berani ngomong sama Bapak." Jelas Kalila dan langsung memeluk Widia sembari menangis tersedu-sedu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status