''Itu Pak Salim kliennya Darrenkan, Nara?'' tanya Laras kaget, sedang mata Adinara masih terfokus ke layar Televisi yang ada di hadapannya.
''Mungkin!'' jawab Adinara singkat sambil berdiri.
''Kamu mau kemana?''Aku mau ke rumah sakit, sebentar!'' jawab Adinara sambil berlalu.Adinara bergegas segera menaiki Lift, tapi secara bersamaan Darren juga muncul dan menaiki Lift yang sama. Wajah mereka berdua terlihat tegang, saling diam, bahkan tidak saling menyapa beberapa saat.
''Saya turut prihatin atas apa yang di alami oleh Pak Salim!'' ujar Adinara ke Darren.''Saya tidak menyangka Pak Salim akan melakukan hal senekat itu.''
''Menurut saya ada sesuatu yang aneh! Pak Salim tidak akan melakukan hal itu,'' sahut Darren cepat.
''Maksud kamu?'' alis Adinara berkedut. Adinara menatap tajam Darren yang berdiri di sampingnya.''Menurut saya, kematian Pak Salim seperti di buat-buat. Pak Salim sebelumnya masih terlihat semangat, walau ada rasa berAdinaraTunggu disitu, jangan keluar mobil. Saya tidak mau Papa tahu kalau saya jalan sama kamu19.30Darren tersenyum saat mendapatkan balasan pesan dari Adinara. Ia paham kenapa Adinara bersikap seperti itu, Karena memang selama ini Papa dan orang tuanya Adinara tidak pernah akur.Sementara di kamarnya, Adinara berusaha mencari akal supaya Papanya tidak curiga kalau ia akan pergi bersama Darren.''Laras,'' panggil Adinara,''kalau nanti papa nanya, kamu jawab saja kita mau pergi ke ulang tahun teman SMA kita.''''Jadi kamu nyuruh aku kesini untuk di jadikan tameng, supaya papa kamu tidak curiga?'' tanya Laras sedikit ketus.Adinara tersenyum lebar, ia tahu kalau Laras pasti akan bertanya seperti itu.''Iyaah!'' jawab Adinara sambil tersenyum, tanpa menunjukan rasa bersalah sedikitpun.'' Tahu kaya gitu, aku tadi diam di rumah saja.'''' Laras,Pleas! Adinara memohon.'' Iya deh aku bantu.''
''Salman,'' ucap Pria itu, yang membuat Adinara berseru girang, dengan mulut sedikit menganga.''Salmann!!'' seru Adinara sambil berdiri, Adinara memperhatikan pria bernama Salman itu dengan seksama.''Beneran kamu Salman?'' tanya Adinara, sedang pria itu hanya mengangguk sambil tersenyum.''Aku Salman,teman SMA kamu. Yang pernah kamu tolak cintanya dua kali,'' jelas Salman mengingatkan, wajah Adinara mengernyit, ia tidak menyangka kalau Salman masih mengingat peristiwa itu.''Kamu masih ingat saja!''''Jelas aku masih ingat, karena kamu dulu sangat sepesial buat aku.''DEG!Jantung Adinara seperti terkena pukulan yang lumayan keras. Adinara tahu, Salman dulu selalu mengejar-ngejar cintanya. Tapi Adinara tidak merespon, karena hanya menganggap Salman sebagai sahabat.''Sampai sekarangpun, kamu masih sepesial!''''Heuh?'' Adinara terdiam sejenak.''Maksud kamu?''Adinara kembali hanya terdiam. Tak tahu harus berbuat apa, apalag
''Bos! Pak Andreas sudah kami kurung di gudang, seperti yang Bos Simon perintahkan.''Simon tersenyum penuh kemenangan, saat Jack anak buahnya memberi kabar kalau Andreas sudah mereka tangkap.''Bagus! Jaga terus jangan sampai lolos. Kalau Andreas sampai lolos, nyawa kalian taruhannya.''''Baik, Bos!''Tutt!''Sekarang tinggal mengurus dua pengacara itu. Kalau mereka terus di biarkan, mereka bisa menjadi masalah.''Simon terdiam sejenak sambil memegang dagunya.''Tapi ... apa maksud mereka mengenai brangkas rahasia Tirta Adiyasa. Brangkas apa yang di maksud? Di mana Tirta Adiyasa menyembunyikan brangkas itu.''Simon berdiri, dengan cepat ia melangkahkan kakinya ke kamar Tirta Adiyasa. Simon ingin segera menemukan brangkas yang di sebutkan oleh Darren. Dengan cepat Simon mengacak-acak isi kamar itu, mulai dari lemari, bawah kasur, belakang kursi, tidak ada yang ia lewatkan. Tapi semuanya nihil,
''Yang mau nonton sama dia siapa coba!''Adinara menggerutu, sambil terus menatap Darren yang masuk ke mobilnya.''Sok sibuk lagi! Nonton? Ogah banget nonton sama dia.''Adinara berjalan cepat kekantornya. Suasana hatinya saat ini sedang tidak baik, terutama saat memikirkan kasus yang sedang ia tangani, karena sampai sekarang belum menemukan titik temu.''Kenapa?'' tanya Laras saat tiba-tiba Adinara masuk keruangannya dengan wajah kusam.''Darren! Masa tiba-tiba ngajak aku nonton. Dia tidak mikir apa, sampai sekarang kasus yang sedang dia tangani belum juga selesai.''Laras tersenyum tipis saat mendengar keluh kesah sahabatnya itu. Terdengar emosi, tapi di dalamnya tersimpan perasaan yang hanya Adinara yang tau.''Emang kenapa?'' tanya Laras setelah mematikan laptopnya, kemudian menatap Adinara serius.''Ya, seharusnya dia fokus sama kasusnya. Tidak usah memikirkan yang lain dulu.''''Nara! Darren, kamu, aku, kita bukan robot.
Mobil Adinara menghantam pohon besar yang ada di pinggir jalan. Untungnya hantaman itu tidak terlalu keras, sehingga Adinara tidak terluka parah.Adinara berusaha tetap tersadar setelah mengalami benturan di kepala, Adinara berusaha tenang setelah apa yang di alaminya. Adinara bersandar ke kursi, Adinara berusaha membuka matanya lebar-lebar, setelah pandangannya tadi sempat samar.''Cepat bawa Adinara ke mobil, sebelum banyak warga yang berdatangan,'' perintah Jack. Dengan sigap, kedua anak buah Jack langsung turun dari mobil menghampiri Adinara.''Siapa kalian?'' tanya Adinara ketakutan, saat tiba-tiba ada dua orang yang membuka pintu mobilnya.''Jangan banyak tanya. Ikut kami!'' bentak salah satu pria itu.''Kalian mau apa?''Kedua orang itu diam, tidak menjawab pertanyaan yang di tanyakan oleh Adinara. Sebaliknya, kedua orang itu terus memaksa Adinara untuk keluar dari mobil. Tangan Adinara di pegang erat oleh kedua orang itu, Adinara berus
Beberapa menit kemudian, Jack kembali legi dengan membawa bungkusan plastik yang berisi obat-obatan.''Berikan obatnya!'' pinta Darren tegas, Jack kembeli tersenyum.''Tidak semudah itu!" Jack berjalan perlahan, Jack kemudian berdiri di depan Adinara yang masih terlihat lemas. ''Kau butuh obat ini? Saya juga butuh sesuatu dari Kau.''Darren menghela napas,''Apa yang kalian inginkan?" tanya Darren sambil menatap tajam Jack.Jack kembali tersenyum miring, ia melangkah perlahan mendekati Jack.''Berangkas itu? Brangkas pak Tirta . Dimana lokasi Brangkas pak Tirta di sembunyikan?''''Hahaha ....'' Darren tertawa pelan kemudian menghela napas.''Ternyata itu yang kalian inginkan. Siapa yang menyuruh kalian?''''Kau tidak perlu tau!'' Jack mengayunkan bungkusan obat di depan wajah Darren.''Kalau kau butuh obat, kau berikan informasi dimana tempat brangkas itu berada.''Darren menatap Adinara yang tergeletak di lantai, hanya beralaskan kardu
Edward sanjaya masih terus memandangi Pak Rudi yang sudah berjalan jauh, ia tersenyum miring saat mengingat ucapan Pak Rudi.''Orang itu memang selalu menyombongkan diri,'' ucap Simon yang mengagetkan Pak Edward.''Pak Simon. Maaf saya tidak melihat Pak Simon datang,'' ujar Pak Edward, sedang Simon hanya tersenyum.''Ada kabar dari Darren?'' tanya Simon serius.Edward sanjaya menggelengkan kepalanya pelan. '' Belum ada, sampai sekarang saya tidak tau Darren ada dimana.''''Pak Edward tidak usah khawatir. Saya akan mengerahkan semua anak buah saya untuk mencari Darren.''''Terima kasih Pak Simon. Sekali lagi saya merepotkan Pak Simon.''''Pak Edward jangan berbicara seperti itu. Kita sudah bersahabat sejak lama, dan Darren sudah saya anggap sebagai keluarga saya sendiri.''''Oyah, Pak Simon pasti ada sesuatu yang penting sampai menyempatkan diri datang ke kantor saya.''''Tidak ada! Saya hanya ingin tahu kabar dari Darren.''
''Kita ada dimana?'' tanya Adinara sambil melihat kesekeliling tempat itu, setelah mereka berhasil keluar dari gudang.''Aku juga tidak tau. Sepertinya ini di puncak bogor.''''Bogor?'' tanya Adinara kaget.'' Ko bisa kita sampai disini?''''Ya bisa Nara. Buktinya kita ada disini.''''Aku serius Darren!''''Aku juga serius!''''Heuh?''Adinara mendelik sebal mendengar ucapan Darren. Kemudian berjalan perlahan mendekati batu besar dan hendak duduk.''Aku mau istrihat dulu, Darren? Capek tau,'' protes Adinara saat Darren tiba-tiba menarik tangannya.''Kalau kamu mau istirah, nanti! Kamu mau tertangkap lagi sama mereka?''''Ya, tidak mau.''''Ya makanya ayo jalan lagi,'' ajak Darren memaksa.Dengan terpaksa Adinara mengikuti Darren yang sudah berjalan di depan. Darren dan Adinara menelusuri rimbunnya pohon-pohon yang ada disana, suara kicauan aneh sering terdengar di telinga Adinara.''Darreen!!'' teriak Adinara