"Bel lo yakin sama penampilan lo?" tanya Firly keheranan. Bukannya apa, penampilan Bella bisa dikatakan penampilan yang tidak layak bertemu dengan kekasih hati apalagi katanya laki-laki ini adalah calon suaminya.
Bella memeriksa penampilannya dari kaca yang ada di dalam lift itu dimulai dari atas sampai ke bawah. Semua terkesan natural, tidak ada riasan atau pun gaun malam wah yang biasa Bella pakai untuk ke pesta. Malahan yang Bella pakai saat ini adalah outfit coklat dengan celana bahan hitam. Terkesan pekerja kantoran.
Tak hanya itu rambut Bella yang seharusnya tertata rapi sekarang malah kelihatan berantakan. Kebiasaan kalau sedang kerja, Bella selalu mengikat asal rambutnya dan itu berlangsung sampai mereka masuk ke dalam lift.
"Gue lupa rambut gue masih berantakan," Bella menyengir kemudian.
Firly mendecak gemas sementara Bella malah santai-santai saja membuka ikatan rambutnya yang membuat rambut yang berwarna kecoklatan tergerai indah sampai ke pinggang.
"Ly, lo tau kan kenapa gue nggak dandan buat ketemu tuh orang."
"Gue tau, lo itu emang antipati banget sama laki-laki. Siapa pun itu dan itu termasuk calon suami lo ini. Makanya begitu ada kata nikah di sini, lo langsung ciut atau mending kabur aja. Bener nggak apa kata gue? Dari keluar ruangan juga lo udah kelihatan nggak semangat banget. Kayak orang abis putus padahal mah belum sama sekali."
"Hm ... makanya dengan begini. Semoga laki-laki itu bisa ilfeel sama gue dan akhirnya dia mau batalin nikah. Hahaha. Ide gue cemerlang amat ya kadang-kadang."
"Lo serius nggak mau nikah sama dia? Dia itu laki-laki sempurna Bella. Kurang apa coba? Dia kaya, tampan, pinter, masa depan lo bakal cerah. Masa lo lepasin gitu aja. Sayang banget kan."
"Mau dia tajir kek. Gue nggak peduli. Yang jelas gue udah nggak berminat buat nikah."
"Sampai kapan?"
"Ya gue nggak tau," kata Bella dengan acuh sambil mengangkat bahunya.
"Tragis banget sih hidup lo, Bel. Emang seharusnya tuh rival lo semasa SMA jangan pernah ada, biar dia nggak selalu bayang-bayangin hidup lo kayak gini. Biar lo bisa move on dan hidup bebas. Gue kasihan sama lo yang nggak bisa nikah gegara rival lo itu. Sebegitu hebatnya dia bikin lo nggak bisa move on."
"Ly ... udah deh. Jangan bahas itu. Gue makin kesal rasanya dengar dia lagi."
Tring...
Bunyi lift terdengar bertepatan selesainya pembahasan kami yang menyangkut masalah move on ini. Bella melihat jam tangannya dan jarum jam menunjukkan pukul 8 malam. Bella telat satu jam. Dan memang itu tujuannya saat ini. Biar laki-laki itu makin kesal terus menyudahi hubungan yang belum di mulai sama sekali. Bella terkekeh dalam hati begitu mengetahui rencana demi rencana untuk mengagalkan pernikahan ini.
"Bel hati-hati lo," kata Firly sebelum berpisah. Dia berjalan ke arah mobilnya sementara Bella berjalan ke arah mobilnya.
"Oke." Bella memberikan jempolnya pada Firly.
Begitu sampai di depan mobil. Bella masuk ke dalamnya dan bersiap untuk melaju ke resto yang tadi di bilang laki-laki itu. Bella pakai seatbeatnya lalu menyalakan mesin mobil itu dan kemudian menyalakan GPS untuk mencari dimana resto yang di maksud.
Bella akui memang Bella kuper, Bella sudah tinggal lama di kota ini. Tapi, tidak tau tempat mana pun itu. Masih butuh bantuan GPS untuk mencari tempat. Bella memang orang yang jarang pergi kemana-mana kecuali apartemen, kantor dan rumah Kakek. Hanya ketiga tempat itu yang ku ketahui. Selain itu, tidak sama sekali.
Bella menulis nama resto itu di GPS. The Dairy Nick. Dan muncullah lokasi yang akan Bella tuju saat itu.
"Oke siap."
Bella pun melajukan mobilnya ke sana dengan kecepatan sedang. Tak lupa Bella nyalakan lagu kesukaannya untuk menemani perjalanan Bella kali ini. Setidaknya ada hiburan dalam perjalanannya. Jadi, Bella tidak kesepian.
Satu jam kemudian, perjalanan pun sampai tepat di depan resto The Dairy Nick. Bella memarkirkan mobilnya lalu keluar dari mobil. Sebelum keluar Bella semprotkan parfum kesayangannya terlebih dahulu biar tidak ketara kalau Bella baru pulang dari kantor dan belum mandi.
"Saya mau ketemu sama Pak Renaldi Kristan Moreno. Saya sudah ada janji sama beliau di tempat ini," ujar Bella ketika Bella masuk dan seorang pelayan menghampirinya.
Dalam hati berdoa, semoga laki-laki itu sudah pergi sejak sejam yang lalu karna saat ini jam sudah menunjukkan pukul 9 malam yang berarti Bella sudah telat sekitar dua jam dari perjanjian.
Bella yakin laki-laki itu nggak akan mungkin bisa bertahan selama itu hanya untuk menemuinya. Mustahil. Jika Bella yang di beri janji pun, kalau suruh menunggu adalah hal yang paling malas. Apalagi kalau sudah berjam-jam. Detik itu juga pasti Bella langsung tinggal. Namun semua keinginan itu tidak sesuai harapan. Kenyataannya Kristan masih ada di resto ini. Sialan.
"Oh Pak Kristan. Mari saya tunjukkan."
Bella berjalan di belakang pelayan itu sampai pada sebuah ruang ekslusive yang hanya di peruntukkan untuk kalangan kelas atas. Untuk sekelas Kristan memang tak perlu di ragukan lagi. Dia pasti memilih tempat berkelas ini karna memang untuk memperlihatkan siapa dia yang sebenarnya dan juga untuk kenyamanan yang dia punya. Bella mengangguk-anggukan sendiri atas semua asumsinya itu.
Begitu pintu itu terbuka. Ruangan wah terlihat. Tidak hanya nyaman tapi juga sangat elegan dan berkelas.Tampilan meja yang di tata sangat menarik, sebuah alunan musik melow terdengar dan juga beberapa pernak-pernik resto itu terdapat di sana.
"Silahkan masuk Nona. Tuan Kristan sudah menunggu."
Bella pun masuk dan melihat seorang laki-laki sedang berdiri melihat entah apa dari balik jendela. Dia berdiri membelakangi dengan tampilan yang cukup menarik. Dia tampil rapi, rambut spike yang kelihatan basah, memakai jas dan celana mahal. Tidak hanya itu, sepasang sepatu mengkilat di sana. Sedangkan Bella? Bella malah tampil sebaliknya. Pakaian kerja yang kusut dimana-mana dan rambut yang di rapikan ala kadarnya. Tidak se-perfect dia.
"Ehem."
Bella berdeham demi membuatnya sadar kalau Bella sudah datang. Bella kira dia sudah pergi sejak tadi. Tapi, perhitungannya ternyata salah. Dia masih bertahan di sini dari jam yang sudah ditetapkan. Cukup menarik. Ternyata laki-laki ini sabar juga ya.
Laki-laki itu pun berbalik dan melihatnya. Dia menilai penampilan Bella yang datang hari ini. Ya Bella tahu Bella memang tidak secantik wanita-wanita diluar sana. Makanya dia menilai Bella dari atas sampai bawah dan tak lama kemudian dia menarik sudut bibirnya ke atas memunculkan smirk aneh dan itu membuat Bella sadar kalau dia ingin sekali Bella menendangnya saat itu juga.
"Bisa kita mulai acaranya. Aku ingin tau apa yang kamu inginkan sampai bisa Kakekku menerima perjanjian nikah itu."
Laki-laki itu melangkah elegan dengan suara gema kaki dari sepatunya itu ke arah kursi yang di peruntukkan untuk makan kami berdua. Dia mempersilakan Bella duduk dulu sebelum membahas masalah ini. Bella menuruti permintaannya untuk duduk dulu dan menunggu apa yang akan dia katakan.
Dia mencondongkan tubuhnya ke depan dan bersiap untuk bicara.
"Apa kamu tidak membaca apa yang ada di dalam surat itu. Kalau kedua pihak setuju akan pernikahan ini. Aku tidak menekan Kakekmu supaya aku bisa menikahimu. Tapi, Kakekmu sendiri yang datang ke kantorku memintaku untuk menikah sama kamu. Kamu tau alasannya apa?"
"Kamu pasti ingin mengenyahkan perusahaanku bukan. Makanya kamu mau menerima tawaran Kakek buat nikah sama aku. Aku tau sedari dulu kamu itu emang iri sama perusahaan Kakek. Makanya kamu nggak mau perusahaan Kakek berdiri. Dengan aku menikah sama kamu. Kamu bisa mengambil alih perusahaan aku atau bisa saja, kamu hilangkan begitu saja. Tapi, yang perlu kamu tau. Aku nggak akan tinggal diam."
Kristan menarik sudut bibirnya ke atas begitu Bella selesai berbicara. Seringainya terlihat jelas dan itu sangat mengerikan.
Gawat! Aku udah bangunin singa tidur.
Kini, Bella berada tepat di bawah kucuran air shower hangat untuk membasahi tubuhnya yang sudah pegal setelah seharian bekerja dan menemui Kristan tadi. Ternyata mandi itu sangat ampuh untuk menghilangkan rasa pegal dan juga menjernihkan semua pikiran yang sudah kusut sejak pertemuan tadi. Bayangan saja apa yang di katakan Kristan tadi begitu mengena dalam hati. "Aku memberi sebuah jalan. Urusan bisnis ini tidak hanya menguntungkan kedua belah pihak saja. Tapi juga memberi kehormatan pada keluargamu karna bisa mendapatkan keluarga Moreno. Salah satu keluarga terpandang di Negri ini. Kamu pasti sudah tau bagaimana keluargaku kan. Makanya kamu tidak usah berpikir panjang. Jika kamu menolak. Maka hilang sudah jalan lebar yang kamu terima." Bella mencermati wajah datar dan tidak berperasaan yang saat ini duduk di hadapannya. Dia begitu sombong karna menjadi bagian dari keluarga Moreno. Itu kebetulan saja dia bisa lahir di keluarga terpan
Begitu mobil Bella sudah terparkir di depan mansion Biantara. Bella langsung bergerak memasuki tempat tinggal Biantara, Kakek kebanggaannya sejak dulu kala. Langkah terburu-buru Bella ambil setelah mengecek jam tangan yang sekarang berada tepat di posisi 7 pagi ini. Semua rencana sudah tertata rapi dalam kepala Bella setelah matanya terbuka sejak bangun pagi tadi. Bella langsung berpikir, apa yang harus Bella lakukan pagi ini sampai nanti Bella datang ke kantornya. Seorang pelayan utama menyambut Bella begitu kakinya masuk ke dalamnya. Daniel, pelayan yang sudah lama menjabat sebagai pelayan khusus yang di tempatkan di rumah Biantara menyapa Bella saat tau Bella datang untuk bertemu dengan Biantara. "Pagi Nona," sapanya dengan suaranya yang khas. Serak-serak basah yang sudah Bella kenal sejak dulu. "Pagi. Kakek ada di dalam kan?" "Tentu saja. Beliau sudah menunggu anda." "Wow ... aku tidak terkejut jika dia selalu tahu aku akan s
Bella menjatuhkan tas jinjing yang ia bawa di atas meja kerja begitu ia sampai di kantor. Firly yang melihat Bella kesal hanya bisa menyunggingkan senyumnya. Firly bisa menebak dengan pasti kalau Bella tidak bisa menyelesaikan masalahnya sehingga wajahnya terlihat kesal saat ini. "Pagi-pagi muka lo udah di tekuk gitu. Apa masalahnya bertambah rumit makanya muka lo nggak kelihatan bahagia?" Bella mengacak rambutnya yang sudah tertata rapi itu untuk meredakan kekecewaan ini. Namun rasanya percuma saja. Tidak cukup membantu. Semua masih tetap pada sedia kala. "Ly, gue tadi ke rumah Kakek. Ya lo tau kan, kali aja gue bisa nego gitu tentang kesepakatan ini. Gue pikir, jalan gue bakalan mulus-mulus aja. Tapi, ternyata hasil yang gue dapat 0. Kakek tetap pada keputusannya dan mau nggak mau gue akhirnya nikah sama dia." "Yess ... gue pasti bakal jadi orang pertama yang akan datang ke party lo. Gue senang pada akhirnya lo nikah juga." "Gue nggak
Bella melihat gaun pernikahan yang sudah terpasang di manekin. Baru pertama kali melihatnya, Bella langsung dibuat heran. Rancangannya sangat indah, mempesona, keren dan terlihat begitu elegan. Kristan memang nggak salah pilih butik. Ini butik terbaik yang bisa berikan acungan jempol. Bella suka. Tapi bukan berarti dia menang. "Nona Bella. Silahkan di coba gaunnya. Jika ada yang kurang bisa kami perbaiki." Dengan tidak sabar, Bella mencobanya untuk memastikan apakah semuanya pas. Begitu juga dengan Kristan. Dia juga mencoba memakai jasnya yang sudah disediakan. Selesai mengenakannya Bella keluar untuk memperlihatkan pada desainer apakah semuanya sudah oke atau belum. Untuk saat ini, Bella rasa gaun yang dipakai sangat pas dan nyaman. Tidak terlalu terbuka dan yang pasti tidak ribet jika nanti Bella berjalan. Sebentuk seringai terlihat di bibir Kristan begitu Bella keluar dengan gaun yang sudah dipakainya. Entah apa yang di pikirkan Kristan ketik
Sebelum pulang ada sebuah pertanyaan yang masih saja tidak bisa diterima. Bella ingin tahu apa pendapat dari laki-laki itu. "Kristan, aku mau tanya sampai kapan drama ini selesai?" Bella dengan suara serak menatap intens Kristan yang duduk di hadapannya itu. Bella benar-benar harus memastikan apa yang ada dalam pemikiran laki-laki dewasa ini. Kenapa ia begitu mau menjalani pernikahan yang hanya sebatas persetujuan semata. Padahal seharusnya ia bisa memilih cara lain. Bella pikir, Kristan merupakan tipe laki-laki yang bisa terlihat lebih dari semua laki-laki punya. Ia mapan, tampan, seorang pebisnis handal, pintar dalam mengolah perusahaan dan yang terpenting adalah ia bisa menaklukkan wanita di luar sana. Bukannya bertindak bodoh dengan menyetujui pernikahan konyol ini. Kristan melipat tangannya di dada seolah ia sedang terlibat suatu pemikiran yang sulit. Wajahnya juga terlihat begitu serius saat Bella mempertany
Bella mengambil blouse berwarna hitam dan celana bahan dengan warna senada di lemari lalu memakainya. Setelah memastikan pakaian kerja yang Bella pakai tertata rapi dan tidak kusut di tubuhnya. Bella berjalan menuju kaca yang berada tak jauh dari lemari itu untuk memoles wajahnya dengan memakai make up tipis. Bella memang tidak terlalu suka memakai make up yang terlalu tebal. Makanya yang Bella pakai saat ini hanyalah pelembab, foundation, bedak dan terakhir Bella memakai lipstik berwarna nude. Sebelum pergi, Bella mengecek kembali semua riasan itu. Terlihat perfect. Dan terakhir, Bella menggelung rambutnya yang berwarna coklat ke atas supaya saat Bella bekerja, rambutnya tidak mengganggu, apalagi ketika Bella sedang mengetik berkas. Sangatlah tidak mudah. Bekerja sambil menggerai rambut itu membuatnya ribet. Apalagi jika nanti selalu ada berkas yang membuatnya berpikir keras. Bella malah tidak menyukai rambut yang tergerai berantakan. Setel
Langkah kaki terdengar setelah seseorang menutup pintu ruangannya. Kristan tahu siapa ia. Ia adalah temannya sendiri yang super bernama Drew. Siapa lagi yang bisa melakukan itu selain teman baiknya. "Bisa nggak sih kalau mau masuk itu kamu harus ketuk pintu dulu. Sangat tidak sopan mengetahui ada orang yang sedang bekerja di dalamnya dan kamu datang tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Aku tidak mau menolerir siapa pun itu, mau kamu orang terdekat aku atau bukan. Aku rasa kamu tidak pantas melakukannya." Drew mendengus lalu duduk di kursi yang di persiapkan di depan meja Kristan. "Sejak kapan aku bersikap sopan sama kamu Kristan. Lucu, kamu sudah tahu kan siapa aku. Jadi tidak perlu layaknya orang yang baru kenal satu sama lainnya. Terdengar kaku tahu nggak." Kristan menyadarkan tubuhnya di kursi sembari menaruh tangannya di lengan kursi. Matanya menatap tajam teman baiknya itu yang duduk dengan santainya. Penampilan yang bisa terbilang sederha
"Wow ... kamu sungguh luar biasa. Tidak hanya cantik tapi kamu juga sungguh mempesona. Aku yang mendengarnya hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala. Tak ku sangka calon istri seorang Kristan ternyata sangat..." "Sangat apa?" pelotot Bella pada Drew. "Sangat mempesona. Hahaha. Kristan ternyata kamu mempunyai pasangan yang luar biasa menarik. Aku yakin dia pasti bisa menyamai sikapmu itu." Bella mulai bosan dengan situasi ini. Kenapa harus ada laki-laki ini di sini. Siapa sih dia. Ikut campur saja saat Bella sedang bicara. Kristan berdiri tak lama kemudian. Melepaskan kancing lengan kemejanya lalu melipatnya sampai sebatas siku yang dapat memperlihatkan betapa kekar tangan laki-laki itu. Lihat saja bagaimana otot-otot keras terlihat di sana. "Maafkan aku Bella, aku sedang banyak pekerjaan sampai tidak melihat ponsel kalau kamu menghubungi aku." Bella menggeram. "Alasan! Aku tidak suka ya alasan kuno seperti itu. Itu sangat me