Share

Makan malam

Kini Mereka berdua sudah sampai di depan rumah Aisyah. Setelah membeli martabak manis dan cemilan snack di supermarket. Dengan berjalan beriringan Arkan dan Aisyah masuk bersamaan ke dalam rumah.

" Assalamualaikum." ucap mereka berdua dengan masuk ke dalam rumah.

" Wa'alaikumsalam." jawab Pak Lanik dan bu Yati bersamaan. Mereka menoleh melihat Arkan dan Aisyah yang sudah pulang dari antar besannya.

Arkan dan Aisyah mendekat ke arah pak Lanik dan bu Yati yang sedang duduk di karpet ruang tamu. Sepasang suami istri itu menyalami pak Lanik dan bu Yati secara bergantian. Setelah selesai salim Aisyah langsung pergi ke arah kamarnya dengan membawa kedua kantong plastik untuknya sendiri.

Pak Lanik dan bu Yati melihat anaknya yang sudah biasa seperti itu ketika habis dari keluar. Sedangkan Arkan terlihat bingung dengan Aisyah yang sudah pergi duluan ke kamar tanpa mengajaknya.

" Aisyah tuh.. gak ingat apa sudah punya suami. Malah di tinggalkan suaminya di sini." ucap bu Yati sambil memakan martabak manis yang di berikan menantunya Arkan.

Pak Lanik menggelengkan kepalanya melihat tingkah keluarganya. Pak Lanik melanjutkan kembali menonton televisi sambil memakan martabak manis.

" Mak, pak. Arkan izin masuk ke kamar." tutur Arkan berbicara lembut dengan kedua mertuanya.

Pak Lanik dan bu Yati mengangguk. " Ya Arkan."

Arkan bangkit dari duduknya melangkah kakinya berjalan menuju kamar Aisyah, yang tidak terlalu jauh dari ruang tamu berada. Kini pria itu sudah masuk ke dalam kamar yang tidak terlalu besar dan luas, tapi mampu membuat nyaman bagi penghuninya.

" Sayang lagi ngapain? lihat handphone kok senyum-senyum?" tanya Arkan yang sudah berada di dekat Aisyah.

Tubuh Aisyah tersentak ketika mendengar suara Arkan berada di dekatnya. Gadis itu mengangkat kepalanya melihat Arkan yang sedang menatap layar handphonenya yang masih hidup. Dengan gerakan cepat Aisyah langsung mematikan handphone dan menaruhnya di samping.

" Apa?" tanya Aisyah dengan menaikkan satu alisnya.

" Kamu kenapa senyum-senyum lihat handphone?" ulang Arkan yang sedang tersenyum melihat sekitar bibir Aisyah sudah belepotan coklat dari martabak manis.

" Kenapa? gak boleh?"

" Bukan gak boleh sayang. Kamu lagi gak sembunyikan sesuatu dari aku kan. Tadi kenapa handphone kamu langsung di matikan di saat aku lihat." jawabnya dengan tangannya menghapus coklat yang menempel di sekitar bibir Aisyah.

Kira-kira dia tadi baca gak ya? chatting aku sama bestie yang bahas tentang kegiatan besok sore mau keluar. Ya Allah bantulah hamba, semoga Arkan tidak baca chatting Aisyah yang mau pergi besok sore bersama bestie.

" Heh! kenapa usap-usap bibir orang!" protes Aisyah dengan menatap tajam Arkan.

Arkan mengulum senyum mendengar ucapan Aisyah. " Sayang di sekitaran bibir kamu ada coklat. Aku cuma bantu kamu membersihkan coklat yang ada sekitar bibir kamu." setelah mengucapkan itu Arkan duduk di samping Aisyah yang berada di tempat tidur.

Aisyah mendengus mendengar ucapan Arkan yang katanya hanya membantu membersihkan coklat di sekitar bibirnya.

" Kamu gak mandi?"

" Nanti!" jawab Aisyah dengan mengambil handphonenya kembali untuk scroll I*******m.

" Nanti kapan sayang? ini sudah mau magrib." tanya Arkan kepada Aisyah yang malah memainkan handphone. Arkan mengambil handphone di tangan Aisyah dengan gerakan cepat.

Aisyah menahan emosi supaya tidak meledak cuman handphonenya di ambil. Kepalanya menoleh melihat Arkan yang sedang menatapnya.

" Mau apa?"

" Sayang aku mau mandi. Aku minta tolong sama kamu untuk siapkan pakaian aku." pinta Arkan dengan suara lembut dan berat secara bersamaan.

Aisyah mengusap wajahnya dengan kasar. " Punya tangan kan? punya kaki juga kan?"

Arkan mengangguk pelan walaupun sebenarnya bingung dengan pertanyaan Aisyah barusan.

" Yaudah, cari aja sendiri!"

Arkan menghela napas dengan beristighfar untuk harus banyak kan sabar menghadapi Aisyah yang masih labil. " Sayang kamu istri aku kan?"

" Bukan!"

" Astagfirullah. Sayang tolong siapkan pakaian aku ya." pinta Arkan dengan terus membujuk Aisyah.

" Hm!" dengan langkah seperti terpaksa Aisyah berjalan ke arah koper Arkan yang belum ada di susun ke lemari pakaiannya.

" Sayang sudah?" tanya Arkan yang sudah berada di samping Aisyah yang masih sibuk menyiapkan pakaiannya.

Sontak tubuh Aisyah tersentak kaget ketika mendengar suara Arkan berada di sampingnya. " Ya Allah untuk gak punya riwayat jantung aku. Kau nih kagetin orang aja!"

" Kamu sayang bukan kau." koreksi Arkan dengan mengusap puncak kepala Aisyah yang masih memakai hijab.

" Hm."

" Sayang maaf ya. Sudah buat kamu kaget barusan." ucap Arkan dengan tatapan bersalah sudah membuat Aisyah kaget.

" Nih. Sudah kan?" Aisyah yang sudah selesai menyiapkan pakaiannya langsung memberikan ke Arkan.

Arkan mengangguk dengan tersenyum tipis kepada Aisyah. Setelah itu Arkan langsung berjalan keluar dari kamar menuju kamar mandi.

Setelah pintu tertutup oleh Arkan. Aisyah berjalan kembali ke tempat tidurnya dengan makan martabak manis yang masih ada sisa separuh.

" Sayang sudah mau magrib. Lebih baik kamu pergi mandi sekarang. " Arkan yang baru selesai dari kamar mandi langsung masuk ke kamar Aisyah. Pria itu terlihat berwibawa memakai baju kemeja hitam, di padukan dengan celana panjang hitam dan lengkap berserta pecinya.

" Iya. Minggir aku mau keluar." ucapnya yang di depannya ada Arkan sedang berdiri menghalangi jalannya. Tangan Aisyah penuh dengan membawa handuk dan pakaian ganti.

Arkan mengangguk dengan menggeser tubuhnya untuk Aisyah keluar dari kamar. Tidak seperti di rumahnya kalau kamar mandi di satukan dengan kamar. Berbeda di rumah istrinya yang kamar mandi cuman ada satu yang terletak berdekatan dengan dapur.

Arkan menyukai wangi-wangian yang selalu dia pakai sebelum melakukan sesuatu. Pria itu selain menyukai wangi-wangian, juga sangat menyukai istrinya dan bahkan sudah cinta ketika pertama bertemu setelah akad nikah. Sembari menunggu Aisyah yang belum selesai mandi, Arkan berzikir dengan menggunakan tasbih di tangannya. Sudah azan magrib tapi Aisyah tidak kunjung masuk ke dalam kamar yang membuat Arkan cemas dan khawatir. Ketika ingin menghampiri Aisyah di belakang, tiba-tiba bapak mertuanya mengajaknya untuk pergi ke mesjid karena sudah waktunya shalat magrib.

Aisyah memang sengaja lama-lama gak masuk ke dalam kamar sampai Arkan pergi bersama bapaknya ke mesjid. Gadis itu setelah selesai mandi duduk di meja makan dengan memakan kue yang masih ada dari tadi siang. Merasa sudah aman Aisyah berjalan ke arah kamarnya dengan langkah senang. Setelah itu Aisyah mencari drakor di handphonenya untuk dia tonton sambil memakan cemilan yang di beli di supermarket tadi sore.

Dengan volume paling besar yang di temani cemilan sebagai pelengkap untuk menonton drakor yang sedang Aisyah tonton. Sampai tidak sadar bahwa Arkan sudah pulang dari mesjid dan masuk ke dalam kamarnya. Kening Arkan berkerut mendengar suara seperti sebuah drama yang berasal dari handphone Aisyah. Dengan langkah perlahan Arkan mendekati Aisyah yang belum sadar akan dirinya.

" Assalamualaikum sayang. Kamu sudah shalat magrib?" tanya Arkan yang sudah duduk di samping Aisyah yang sedang fokus menonton sebuah film di handphone.

" Wa'alaikumsalam. Lagi haid." jawab Aisyah yang matanya masih fokus menonton drakor.

" Sayang lihat apa itu?" tanya Arkan yang melihat perempuan dan pria sedang bergandengan berjalan di trotoar. Terlihat jelas adegan di handphone Aisyah.

" Drakor."

Arkan mengangguk saja walaupun tidak paham dengan namanya drakor yang di ucapkan Aisyah barusan.

Tok! Tok!

" Aisyah, Arkan di suruh ke dapur untuk makan malam." panggil mail dari luar kamar Aisyah.

" Ya." Aisyah mematikan handphonenya karena mau pergi ke dapur untuk makan. Ketika mau jalan tiba-tiba ada sebuah tangan yang menariknya sampai membuat tubuhnya menubruk dada bidang Arkan.

Dengan ekspresi terkejut dengan kejadian barusan. Membuat Aisyah menatap Arkan dengan menaikkan satu alisnya.

" Pergi bareng sayang." ucapnya dengan menggenggam tangan Aisyah lembut.

Ya Allah apalagi inih? bisa-bisanya mau ke dapur aja harus menggenggam tangan. Gak sekalian aja di seret biar lebih cepat sampai ke dapur. Letak dapur masih berada di dalam rumah loh bukan di luar. Laki siapa sih! ngeselin betul!

Arkan dan Aisyah berjalan bersama menuju ke arah dapur yang sudah ada bu Yati, pak Lanik, dan Mail yang sudah duduk di meja makan. Suami istri yang tidak muda lagi melihat anaknya dan menantunya bergandengan tangan ke dapur membuat mereka menggelengkan kepalanya.

Bu Yati melihat anaknya sibuk dengan makanan sendiri tanpa mengambil makanan untuk suaminya. Membuat bu Yati menghela napas dengan kelakuan anaknya.

" Aisyah suami dulu kau ambilkan makanannya. Baru ambil makanan punya kau."

" Harus?" tanyanya yang berbicara kepada mamaknya.

" Wah parah kau! sudah punya suami bukan di ambilkan makanannya. Malah sibuk ambil makanan dirinya sendiri. Kalau aku punya istri kayak kau, mana ada sama aku langsung ku buang aja di jembatan Aceh Tamiang." celutuk Mail yang tidak heran adiknya kalau soal makanan no satu. Sampai orang lain gak di anggap ada sama dia.

Aisyah tidak menggubris ocehan abangnya. Gadis itu menoleh ke samping piring Arkan yang masih kosong belum ada di isi makanan apapun. Hedehh! gini amat punya suami. Harus apa-apa suami dulu, baru kau. Orang belum mau nikah malah di suruh nikah. Jadi jangan salah kan diri ku yang tidak tahu apa-apa tentang tugas istri.

Mail yang sangat iseng kerjain adiknya, kini menepuk kening Aisyah dengan kuat bahkan ada suami adiknya di situ. Sampai membuat ekspresi wajah Aisyah langsung berubah menjadi marah dan kesal.

Aisyah menoleh menatap abangnya dengan tatapan tajam. " Kau gila heh! kening loh nih." kata Aisyah dengan menunjukkan keningnya. " Bukan tembok yang bisa kau pukul!" lanjut Aisyah dengan membalas cubitan yang kuat di lengan abangnya.

" Astagfirullah. Mamak, bapak tolong tangan aku di cubit bocil." ngadu Mail yang meminta tolong kepada kedua orang tuanya.

Pak Lanik dan bu Yati menghela napas berat melihat tingkah anaknya. Tanpa ingin membantu pak Lanik dan bu Yati melanjutkan makanan mereka seolah tidak mendengar apa-apa.

Sedangkan Arkan terkejut melihat Aisyah yang mulai bicara gila, bahkan sampai mencubit abang iparnya dengan tangannya tidak di lepas sedikit pun. Arkan yang merasa kasihan melihat Mail yang sudah sangat tertekan dan sakit karena Aisyah mencubit. Membuat Arkan langsung menarik tangan Aisyah sedikit dengan tenaga supaya terlepas mencubit lengan abangnya iparnya.

" Lepas!" Aisyah berontak ketika tangannya di pegang dengan kedua tangan Arkan di pahanya. Arkan tidak menggubris permintaan Aisyah, pria itu melihat mertuanya yang berada duduk di depannya.

" Arkan Mamak ambilkan makanan kau ya. Ini resiko kau nak, menikahi anak yang belum cukup umur untuk menjadi istri." ucap bu Yati yang menawarkan untuk mengambil makanan menantunya.

Arkan menggeleng. " Mamak makan saja. Arkan bisa makan satu piring dengan Aisyah."

" Ya kan sayang." sambung Arkan yang bertanya kepada Aisyah.

Ya Allah bisa tukar tambah gak? bisa-bisanya mau makan satu piring bersama. Besok-besok apa lagi yang mau pria nih? dengan sangat terpaksa Aisyah hanya mengangguk kepalanya. Karena ketika matanya melihat mata mamaknya sedang melotot ke arahnya seolah harus mengiyakan permintaan Arkan.

" Ya." jawab Aisyah dengan suara pelan dan sedikit senyum paksa untuk di berikan kepada Arkan.

" Arkan gak perlu malu-malu di rumah ini. Kau sudah menjadi bagian keluarga kami sekarang. Makan yang banyak kalau perlu tambah lagi." ucap pak Lanik kepada menantunya supaya tidak perlu segan berada di rumahnya.

Arkan mengangguk dengan tersenyum kepada mertuanya. Pria itu dengan lahap memakan nasi yang sepiring dengan Aisyah. Arkan seperti mendapatkan rumah kedua setelah rumah keluarganya.

Aisyah tanpa ambil pusing dengan percakapan bapaknya dan Arkan barusan. Karena sedang fokus makan nasi tanpa melihat Arkan yang entah sejak kapan melihat ke arahnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status