Share

Abnormal?

Dadaku tiba-tiba dipenuhi ketakutan dan pengandaian. Jangan-jangan laki-laki yang selama ini aku kenal sebagai pribadi yang baik dan santun adalah penganut masokisme? (Kelainan yang puas setelah menyiksa pasangan.)

Hiii …! Aku bergidik seketika.

Namun, selama ini Ayuk Fatma tampak baik-baik saja. Apa mungkin mereka berdua adalah pelaku? Jantungku berdetak-detak tak keruan. Bisikan buruk dan suudzon berkelindan memenuhi ruang benak.

Menjelang melahirkan, Ayuk dan Bang Sam memang memutuskan kembali ke rumah orangtua laki-laki itu, agar lebih mudah merawat bayi dan ibunya. Siapa sangka semua berjalan di luar kehendak manusia.

Tetapi, kami kembali ke kediaman mereka, rumah Ayuk dan Bang Sam sendiri 

Abah dan Amak Bang Sam juga iya iya saja saat di rumah duka. Ketika bapak Ayuk Fatma mencetuskan ide gila demi meluluskan wasiat putrinya sebelum meninggal.

Aku melirik bayi yang masih pulas tertidur dan pandangan beralih ke tali yang terikat menakutkan di ujung sana.

Karena didorong rasa penasaran, aku dekati juga benda itu. Dada seperti digedor dengan hantaman keras saat aku melihat bercak darah di tali yang bertengger diam dan beberapa titik kehitaman juga di kepala ranjang.

“Ya Allah!” pekikku tertahan sambil membekap mulut. Ketakutan menjalar di sekujur tubuh yang spontan bergetar hebat.

Napasku tersengal membayangkan aku akan ada pada giliran berada di atas ranjang itu, dengan kedua tangan terikat. Robbi! Mimpi buruk apakah ini?

Kedua tangan Ayuk Fatma terlihat memar dan bekas lecet waktu itu memang sempat kulihat. Tapi, aku tidak berpikir terlalu dalam karena kondisinya lebih membutuhkan perhatian. 

Namun, dalam keseharian dia tampak ceria tanpa beban. "Ayuuk … apa sebenarnya yang kau sembunyikan dariku?" Hatiku bertanya khawatir.

Pintu yang berderit saat dibuka tiba-tiba sontak membuatku terlonjak.

“Astaghfirullah!”

“Airin! Maaf udah buat kau kaget.” Bang Sam sudah berdiri di ambang pintu dengan wajah tidak kalah terkejut.

“Eh! Maaf, Bang. Tadi naruh Amanda di boks biar tidur lebih nyaman.”  

“A … manda?” Wajah laki-laki itu terlihat heran.

“Ee … anu, Bang. Ayuk Fatma yang pesan suruh kasih nama itu.”

“Kapan?” Matanya membulat penuh selidik. 

Aku kebingungan mau menjelaskan. Ayuk Fatma memberikan pesan itu lewat sesuatu yang tidak mudah diterima akal sehat.

“Saat kami ngobrol di kampus,” jawabku asal. 

Laki-laki tampan itu mengeryit sejenak seperti berpikir meski akhirnya mengangguk.

“Amanda Fatma Samsuari.” Aku melanjutkan saat melihat dia memutar tubuh hendak melangkah keluar dan membuatnya berbalik lagi.

“Apa?”

“Namanya. Pesan Ayuk seperti itu.”

Alis selayak semut beriring itu kembali mengeryit meski akhirnya mengangguk dan meneruskan langkah keluar. Dia pasti juga bingung.

**

Ayuk Fatma telah usai dikebumikan kemarin siang. Orang-orang satu persatu telah undur diri setelah selesai malam pengajian. Tinggal beberapa keluarga dan kerabat yang tertinggal, sementara malam tak hendak dirayu untuk sedikit mengulur waktu.

Aku ketakutan.

Lengkingan tangis Amanda mau tidak mau memaksaku beranjak ke kamar utama, tapi langkah surut saat melihat Bang Sam sedang berdiri di depan boks putrinya. Dia menoleh. Itu saja sudah membuatku serasa lumpuh. Seperti sedang melihat seorang penjahat di depan mata.

Ya Allah!

“Masuk aja, Rin,” ujarnya saat aku berdiri dalam geming.

“Eh, iya.” Aku paksakan juga kaki melangkah meski ketakutan meraja dalam dada.

Seperti sungkan, dia surut dan duduk di tepi ranjang. Itu … justru membuat suasana semakin mengerikan.

Aku raih bayi yang menangis makin keras dan membawanya keluar kamar. Meninggalkan laki-laki yang di mataku sekarang seperti monster yang siap menerkam.

Bibir bayi merah itu mengecap-ngecap sambil kepalanya berputar mencari. Dia pasti lapar. Bergegas aku membuatkannya susu.

Malam makin hening dan sepi. Semua orang sudah masuk ke peraduan. Aku duduk sambil memangku bayi merah sambil menyuapkan sesendok demi sesendok susu dari gelas.

Membelikannya dot pun tidak ada yang sempat kepikiran, karena sibuk mengurus hal lain yang sangat tidak penting untuk dilakukan. Pernikahan. Ikatan yang hanya membuatku terperangkap dalam lubang seperti gerbang kematian.

Haruskah aku lari sekarang sebelum terjadi hal-hal yang mengerikan?

Namun, apa nanti kata orang-orang?

Pernikahan ini pasti sudah menjadi bahan pembicaraan masyarakat, bahkan di sudut-sudut kampung. Akad yang tidak biasa dan terkesan dadakan. 

Sementara Ayuk Fatma dan Bang San selama ini menjalani kehidupan rumah tangga yang normal seperti kebanyakan orang.

Apa alasanku jika harus lari sekarang. Tali itu? 

Ah, entah. Kepalaku mendadak pusing memikirkan semuanya.

**

Satu minggu sudah dan semua berjalan normal. Bapak dan ibu sudah pamit pulang sejak dua hari belakangan.

Meski Bang Sam terlihat menjaga jarak dan sangat menghormati istri barunya ini, rumah besar yang kutempati rasanya semakin seram dan menegangkan.

Hari-hariku disibukkan mengurus Amanda. 

Dua lelaki kecil itu, Zain dan Zidan, beberapa kali berpapasan denganku. Betapapun kucoba menyapa dan mendekatinya, mereka lebih memilih menghindar dan menjaga jarak. Sorot permusuhan kental terlihat.

Entah bagaimana caranya nanti aku akan meluluhkan hati kedua bocah itu.

Aku putuskan cuti kuliah dan meminta izin tidak masuk kerja. Membayangkan memegang set persalinan sudah cukup membuatku bergidik dan terbayang wajah Ayuk Fatma.

Aku trauma.

Namun, berada di dalam rumah ini pun tidak kalah menakutkannya. "Ya Allah, aku harus gimana?" Hatiku berkata-kata. Bingung sendiri.

Selepas Isya, setelah menidurkan Amanda di boksnya, aku termangu sambil memandangi bocah kecil itu. Gamang.

Selepas pemakaman, aku memang meminta untuk tidur terpisah dan hanya berdua Amanda. Memberi alasan ke Bang Sam kalau aku butuh waktu untuk penyesuaian. Untunglah, dia menyetujui.

Meski, ini hanya sebagai usahaku mengulur waktu. Tapi sampai kapan?

Beberapa kali kami berpapasan di rumah besar ini. Dia hanya melemparkan sekilas senyum. Wajahnya masih murung. Tidak jarang aku melihat matanya sembab dan merah. Dia pasti masih sangat kehilangan istri kecintaan.

Beberapa kali juga aku mencuri lihat ke kamarnya saat pintu terbuka. Bang Sam duduk menghadap kepala ranjang sambil kedua tangannya bertumpu pada papan cokelat berukir itu. Matanya lekat menatap tali berdarah yang tidak juga dia lepaskan dari sana dengan bahu berguncang. Laki-laki itu pasti menangis.

Aku penasaran kira-kira yang Bang Sam pikirkan saat itu.

Bang Sam mungkin sangat merindukan mendiang istrinya. Meski pemandangan itu kembali membuatku bergidik.

“Dek!” Suara bariton itu membuatku terlonjak dan mendongak.

“Astaghfirullah!” Laki-laki yang sedang aku pikirkan itu berdiri tepat di ambang pintu kamarku.

“Maaf,” ucapnya buru-buru.

Sejak kapan dia memanggilku ‘adek?’

“Boleh abang masuk?” Dia tampak ragu hendak melangkah.

Aku mengangguk meski ketakutan kembali menjalari seluruh tubuh. Ya Allah, mau apa laki-laki ini?

“Semenjak menikah, kita belum pernah ngobrol serius.”

 “Eh, iya, Bang. Maaf.” Jantungku mulai berdetak-detak ketakutan.

“Maafkan Abang, ya, Dek,” ucapnya lembut sekali. Dia menyugar rambut dan duduk di sebelahku.

Mati!

Orang-orang dengan perilaku menyimpang memang sering tidak menunjukkan sikap aneh pada kehidupan sehari-hari, bukan? Cenderung lembut dan sangat sopan. Sehingga banyak orang yang terkecoh. Hatiku meng-ia-kan pendapat itu.

“Eh, iya. Nggak apa-apa, Bang.” Aku berdehem menetralisir suaraku yang bergetar. Bukan karena grogi karena didekati suami untuk pertama kali. Tetapi karena bayangan mengerikan yang lain. Tali dan bercak darah itu … ya Tuhan!

“Maaf abang belum sempat menunaikan kewajiban abang sama Adek.”

‘Matilah kau, Rin!’ ucapku dalam hati. Otak berputar-putar mencari celah bagaimana caranya kabur dari tempat ini. Tapi jika nanti tali itu sudah terikat di kedua tangan, aku bisa apa?

“Maksud Abang?”

“Ambillah wudhu, kita sholat sunnah sama-sama.”

“Hah?” 

“Ayolah! Abang tunggu. Mumpung Amanda juga nyenyak tidurnya. Abang sudah wudhu tadi.”

Bukankah setelah sholat sunnah dua rakaat berjamaah, sepasang pengantin baru akan ...? 

Kiamat, Rin!

**

Next

Subscribe dan komen selalu ditunggu ya, Kak. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status