Laras menyeret langkahnya menuju ke rumah peninggalan orang tuanya. Rumah itu letaknya lumayan dekat dengan rumah yang selama ini ditempatinya bersama Angga. Mereka masih bertetangga. Jarak antara rumah Laras dan Angga sekitar delapan rumah.
Ia melangkahkan kakinya menuju ke kamarnya lantas segera merebahkan tubuh lelahnya di atas kasur. Meskipun rumah ini jarang ditempati olehnya. Akan tetapi, Laras selalu rutin membersihkannya. Setidaknya seminggu sekali karena memang jarak rumah ini dengan tempat tinggalnya hanya berselang delapan rumah. Cukup dekat.Pertengkaran malam ini adalah yang terparah dari sekian kali pertengkarannya dengan Angga, suaminya. Hingga membuat Laras nekat pergi dari rumah Angga. Orang ketiga sudah ikut campur dalam kisruh rumah tangga mereka. Ia merasa sudah tidak ingin melanjutkan pernikahan mereka lagi.*Angga pulang ke rumahnya setelah mengantarkan Aluna pulang ke tempat kosnya."Laras?" panggilnya. Namun, sama sekali tak ada sahutan."Ke mana sih, Laras. Pintu juga nggak dikunci, dasar ceroboh!" umpatnya saat mendapati pintu rumahnya tak terkunci.Ia segera mengayun langkahnya menuju ke kamar utama. Kamar yang selama seminggu ini tak pernah didatangi lagi. Saat perang dingin itu terjadi, Angga memang memilih tidur di kamar tamu. Ia menyadari jika rumahnya kosong karena tak mendapati jejak-jejak kehadiran istrinya."Ah, dia pasti marah dan pulang ke rumahnya. Sudahlah! Nanti dia juga akan pulang dengan sendirinya," decaknya percaya diri. Ia yakin jika Laras hanya menggertaknya karena tidak setuju untuk dimadu."Laras, Laras! Kita lihat berapa lama kamu betah di sana!" sinisnya.Angga pun tak mau ambil pusing mengenai kepergian istrinya. Justru ia begitu yakin jika Laras pasti akan kembali setelah kemarahannya mereda. Walaupun ini pertama kalinya Laras meninggalkan rumah dan membawa beberapa potong baju. Tapi, Angga tak peduli dan hanya menganggap jika Laras sedang protes.*"Hei, bengong aja!" seru seorang pria mengagetkan Laras. Ia yang tengah menyeruput orange juice miliknya hampir saja tersedak."Sialan lo! Hampir aja gue tersedak," ujar Laras seraya menepuk-nepuk pelan dadanya."Iya, maaf deh. Lagian kenapa sih ngelamun mulu dari tadi. Lagi ada masalah ya sama Angga?" Pria yang bernama Galih itu bertanya sungguh-sungguh."Biasalah. Masalah rumah tangga," sahutnya tak bersemangat. Dia tidak ingin menceritakan detail permasalahannya dengan sang suami. Tak ingin mengumbar aib yang seharusnya hanya menjadi rahasia antara sepasang suami istri."Suara kamu tadi dalam banget, deh. Jadi baper," ujar Galih menyindir halus Laras. Wanita itu memang sengaja datang ke Cafe milik Galih dan menyanyikan dua lagu di sana."Kayak menjiwai banget," seloroh Galih berusaha mencairkan suasana. Ia tahu jika sahabatnya itu sedang tidak baik-baik saja."Masa, sih? Biasa aja tuh," kelitnya tak mau mengakui jika memang lagu itu berasal dari ungkapan hatinya yang terdalam.Keduanya lantas terdiam larut dalam pikiran mereka masing-masing. Galih merupakan pemilik Cafe itu. Usianya masih muda, 27 tahun, tapi jiwa pebisnisnya begitu menggebu. Ia sudah memiliki tiga cabang lain di kota yang berbeda.Galih adalah sahabat Laras sejak mereka masih duduk di bangku sekolah menengah pertama. Setidaknya begitulah Laras memandang Galih. Hanya sebagai sahabat. Tapi, lain halnya dengan lelaki itu. Laras adalah seorang wanita yang diam-diam ia cintai selama ini. Sayangnya, ia tidak pernah punya kesempatan untuk menyatakan perasaannya.Laras dan Galih tampak berbincang sangat akrab setelah suasana mencair. Laras pun seakan melupakan masalah yang tengah menderanya dan menikmati alunan musik dengan saling melempar canda dengan Galih.Maklum sudah cukup lama sejak terakhir kalinya Laras datang ke Cafe Galih. Angga melarangnya untuk tidak pernah menemui Galih apa pun alasannya. Dan itu semua karena kecemburuan Angga. Ia sangat cemburu saat melihat Laras begitu dekat dengan Galih.Lelaki itu juga mengerti kalau tatapan Galih pada Laras selama ini adalah tatapan mencinta dari seorang lelaki. Hanya saja Laras tidak pernah mengerti dan peka pada perasaan Galih. Itu semua karena cinta Laras pada Angga cukup besar hingga membuatnya tak pernah memerhatikan sekitar.Saat Angga melarang Laras agar tidak mengunjungi Cafe Galih lagi pun, Laras menurut meski sempat melawan dengan berdalih jika Galih dan dirinya tak memiliki hubungan spesial apa pun. Hanya sebatas teman. Angga tak percaya itu."Aku sama Galih udah sahabatan lama loh, Mas. Bahkan sebelum aku kenal sama kamu," tolak Laras kala itu. Mereka berdebat kecil saat mereka baru sampai ke rumah setelah mengunjungi Cafe Galih."Aku nggak suka kamu terlalu dekat sama dia, Ras," tukas Angga tak kalah sengit."Terus mau kamu apa, Mas? Aku sudah dekat sama Galih sejak lama. Mana mungkin aku tiba-tiba ngejauh dari dia!" Laras masih bersikeras untuk tetap menjalin persahabatan dengan Galih."Aku suamimu, Laras! Aku berhak menentukan dengan siapa saja kamu dekat!" bentak Angga meninggi. Laras sempat terjingkat kaget karena Angga mulai meninggikan suaranya.Keduanya saling terdiam beberapa saat. Laras merasa gentar untuk sesaat. Mungkin kali ini ia harus mengalah dan menuruti permintaan suaminya agar pertengkaran kecil ini tak berlarut-larut."Baiklah, Mas. Aku nggak akan berhubungan lagi dengan Galih. Setidaknya aku akan menjaga jarak dengannya." Laras berucap lirih. Berharap Angga luluh dan tak memperpanjang perdebatan mereka lagi."Baguslah! Dari tadi kek bilangnya." Angga bernapas lega karena Laras akhirnya menurut.Namun, semua itu sudah berlalu. Masa-masa manis dalam pernikahan Angga dan Laras sedang diuji. Dan kini, pernikahan mereka berada di ambang perpisahan.Sepasang mata milik seorang gadis berpakaian minim dan seksi menatap nyalang keakraban Laras dan Galih. Ia duduk tak jauh dari mereka dengan posisi duduknya tertutup oleh temannya.Rahangnya tampak mengeras. Giginya bergemeletuk. Ia lalu mengarahkan kamera ponselnya untuk memotret kebersamaan Galih dan Laras dari tempatnya duduk saat ini."Kita lihat saja apa yang akan terjadi padamu, lacur!" umpatnya berapi-api seraya memancarkan senyuman sinis. Ia segera meninggalkan cafe dengan sejuta kebencian yang berkecamuk dalam hatinya.Rasanya tak sabar ingin mengadukan apa yang dilihatnya itu pada ibu dan kakaknya. Ya, gadis itu adalah Tasya, adik ipar Laras yang menyimpan rasa benci pada kakak iparnya sejak lama.*Pintu rumah Laras diketuk begitu keras dari luar. Malam itu, Ia baru saja selesai makan malam. Lantas segera bergegas ke pintu untuk melihat siapa gerangan yang datang.Saat pintu dibuka Laras begitu terkejut. Dia melihat suaminya, ibu mertua serta adik iparnya berdiri di hadapannya. Tatapan sinis dan tajam terpancar jelas dari raut wajah mereka."Kamu …!" Angga berujar penuh emosi.Plaak!Tanpa tedeng aling-aling, Angga langsung menampar pipi istrinya sangat keras. Wanita itu sampai terhuyung dan hampir jatuh. Pipinya terasa panas.Satu jam sebelumnya …."Bang, lihat deh kelakuan istrimu," ucap Tasya mulai menjerat kakaknya dengan fitnah saat Angga datang ke rumah ibunya untuk makan malam sepulang bekerja.Bu Intan sudah tahu jika Laras pergi dari rumah sejak pertengkaran mereka seminggu lalu. Ia malah melarang putranya untuk membujuk Laras agar kembali ke rumah. Wanita itu justru menebar fitnah jika Laras sudah berselingkuh dari putranya. Ia juga mengatakan jika Laras pergi dari rumah karena ketahuan berselingkuh."Emang ada apa, sih?" tanya Angga tampak tidak tertarik dengan apa yang hendak ditunjukkan oleh adiknya."Sini deh, Bang. Lihat ini!" Tasya menyodorkan ponselnya ke arah Angga. Bu Intan yang jiwa penasarannya sudah meronta-ronta pun ikut melihatnya."Kurang ajar!" pekik Angga emosi. Ia mengepalkan tangannya dan rahangnya tampak mengeras."Astaga! Benar 'kan dugaan Ibu selama ini, Ga
#6 GosipKetiganya sudah kembali ke rumah setelah melabrak Laras di rumahnya. Raut wajah Bu Intan dan Tasya tampak begitu puas. Mereka bersorak gembira karena akhirnya, Angga sudah menalak Laras. Tinggal satu langkah lagi sampai hubungan pernikahan keduanya benar-benar berakhir.Sementara itu, berbeda dengan Bu Intan dan Tasya, wajah Angga tampak muram sejak tadi. Ia pun tak banyak bicara, dan lebih banyak diam selama perjalanan kembali ke rumah.Tidak seperti ibu dan adiknya yang sumringah. Sisi hati terdalamnya masih tak menyangka jika dirinya sudah mengucap kata talaknya untuk Laras. Angga merasa menyesal telah mengucapkan itu tadi. Sungguh menyesal, karena bukan itu yang Angga inginkan."Kamu kenapa sedih gitu, Ga?" tanya Bu Intan setelah menyadari jika wajah putranya begitu suram sejak kembali ke rumah."Iya, abang kenapa, sih? Bukannya seneng udah nalak perempuan murahan itu!" timpal Tasya mencibir."Jaga ucapanmu, Tasya!" sentak Angga. Tasya membulatkan matanya demi mendengar b
#7Angga tercengang saat melihat siapa yang kini berdiri di hadapannya. Sepersekian detik kemudian tubuh mereka saling merapat. Tamu tak diundang itu segera meraih tubuh kaku Angga dalam pelukannya."Hm, kangen deh, Sayang. Kenapa sih nggak ada kabar hari ini?" tanya gadis itu dengan nada sensual tepat menggelitik telinga Angga.Lelaki itu sama sekali tidak berniat membalas pelukan tiba-tiba itu. Tubuhnya membeku dan lidahnya seakan tercekat."Sayang, kenapa bengong sih. Nggak suka ya lihat aku?" tanya Aluna dengan nada suara manja pada Angga.Ya, tamu itu adalah Aluna. Entah apa yang membuat gadis itu nekat datang ke rumah Angga. Padahal, lelaki itu tak pernah memintanya untuk datang apalagi dalam kondisi seperti sekarang. Dia dan Laras sedang dalam proses perceraian.Apa jadinya jika ada tetangga yang julid melihatnya membawa perempuan lain sebelum putusan cerai terjadi. Orang-orang pasti tidak akan percaya ucapannya lagi. Dan mereka akan lebih percaya pada fakta jika Laras tidak pe
#8"Jangan sembarangan bicara, ya! Aku bukan pencuri!" teriak Aluna lagi histeris.Ia merasa tak terima saat Laras menuduhnya sebagai pencuri. Padahal memang benar, ucapan Laras sama sekali tak salah. Dia memang sudah mencuri suami Laras. Dan kini …."Benar apa kata Aluna, Ras. Kamu jangan sembarangan menuduhnya sebagai pencuri!" Angga bersuara dan membela Aluna di hadapan Laras.Aluna segera menyunggingkan senyum kemenangannya pada Laras. Wanita itu hanya menggelengkan kepalanya, dan merasa jika mereka berdua adalah pasangan yang amat sangat serasi."Oh, ya? Kamu bukan pencuri, ya?" Laras meletakkan totebag yang dibawanya di atas lantai. Lalu ia mulai berjalan mendekati Aluna.Gadis itu salah tingkah dan langkahnya tersurut mundur sementara itu Laras belum mau menghentikan langkahnya. Hingga Aluna tak berkutik kala tubuhnya jatuh terduduk di sofa."Kamu bukan pencuri, ya? Lalu ini apa?" Laras merampas sesuatu dari leher Aluna lalu memperlihatkannya pada Angga."Ini apa? Kamu tahu 'ka
#9Laras sampai di rumahnya, lalu dengan lesu menjatuhkan bobotnya di sofa rumah. Ia tak menyangka akan melihat pemandangan tak senonoh seperti tadi. Ya, walaupun hatinya sudah mati rasa sejak memutuskan untuk meninggalkan rumah Angga, tetap saja ia cukup terkejut melihat secara langsung kemesraan mereka.Lidahnya sampai terasa kelu dan tak bisa berkata-kata. Entah apa yang sedang dipikirkan Angga hingga membawa perempuan itu ke rumah, pikir Laras."Semoga Mas Angga segera mengurus perceraian kami." Laras menatap langit-langit rumahnya dengan tatapan menerawang.Rasanya ingin segera terbebas dari ikatan pernikahan yang sudah menorehkan begitu banyak luka di hatinya. Ia ingin segera memulai hidup baru dan melupakan segala luka itu. Laras yakin jika ia pun pasti akan bahagia meski tanpa sesosok suami di sampingnya.Seminggu kemudian, sebuah surat datang ke alamat rumah Laras dari pengadilan agama. Raut wajah Laras sulit untuk diartikan saat menerimanya. Antara harus bahagia atau bersedi
#10Hari untuk sidang pertama bagi Laras dan Angga pun tiba. Sejak pagi, Laras sudah sibuk berjibaku dengan alat make up. Tak lain untuk memoles wajahnya dengan riasan natural. Laras lebih suka tampil dengan riasan natural daripada yang tebal dan berlebihan.Hal itu pula yang menjadi nilai plus bagi kecantikan Laras yang terlihat alami. Ia membawa baju ganti untuk manggungnya di tas yang ditentengnya. Demi menghindari nyinyiran tetangga, Laras selalu memakai pakaian yang tak mencolok saat akan keluar rumah.Saat Laras keluar dari rumah, ia sempat berpapasan dengan rombongan keluarga Angga yang juga hendak pergi ke pengadilan agama.Bu Intan dan Tasya yang melihat penampilan seketika memainkan bibirnya. Jurus nyinyir pun kembali dilontarkan."Tuh, Ga! Lihat calon mantan istrimu, belum resmi cerai aja udah dandan menor gitu! Emang dasar keganjenan si Laras itu!" sungut Bu Intan sambil memanyunkan bibirnya saat melihat motor Laras mulai melaju.Mungkin mereka mengira jika Laras akan data
#11Laras merebahkan tubuh lelahnya di kasur kesayangannya. Tangannya segera meraih sebuah guling dan memeluknya erat. Penat yang dirasakan setelah seharian berdiri di panggung perlahan sirna. Semua itu menghilang perlahan setelah tubuhnya menyentuh kasur empuk yang menjadi alasnya tidur.Waktu seperti inilah yang sangat Laras sukai. Setelah bernyanyi, bertemu dengan teman-teman sesama biduan, juga mengenal beberapa orang baru dengan karakter yang berbeda. Laras mencurahkan segala perasaannya pada seonggok guling yang dipeluknya.Bukan karena Laras kehilangan kewarasannya. Ia hanya sedang berupaya untuk menjaga kewarasannya dengan senantiasa mengeluarkan semua unek-unek dan keluh kesahnya pada benda mati itu.Dulu, Laras akan menceritakan apa saja yang ada di pikiran dan hatinya pada Angga. Dulu sekali, saat hubungan mereka masih hangat dan membara. Cara itulah yang Laras lakukan untuk membuat hubungan rumah
#12 Setelah resmi menjanda, Laras kembali disibukkan dengan aktivitasnya. Dia lebih sering menghabiskan waktunya di luar rumah untuk bekerja demi menghindari berinteraksi dengan para tetangga yang membencinya karena status barunya itu.Hal itu juga bertepatan dengan musim hajatan seperti saat ini, jobnya selalu mengalir deras seperti air. Setidaknya lima hari dalam seminggu dia akan manggung dari satu tempat ke tempat yang lain. Begitulah hari-hari yang dijalani oleh Laras setelah dirinya bercerai.Hari itu dia sengaja datang ke cafe milik Galih karena kebetulan hari itu dia memiliki waktu senggang. Laras juga tak segan untuk membantu menjadi pramusaji dadakan di Cafe. Semua itu ia lakukan untuk mengisi waktu. Mengusir kejenuhan dan juga untuk menafkahi dirinya sendiri.Laras sudah terbiasa mandiri sejak dulu sehingga saat perceraian itu menimpa dia tidak perlu kaget harus bekerja keras sendirian. Sama seperti saat dirinya masih lajang.Sebenarnya, Ayah tiri Laras juga baik. Ia menga