Share

4. Sindiran

Jangan lupa like, komen dan subscribe ya.. Dan jangan lupa beri rating bintang 5 buat novel ini. Biar makin semangat up nya.. Hapy reading dear....

*****

Mas Bowo dan Anita pun pergi. Tapi tumben, pagi ini Mas Bowo pergi bekerja mengendarai mobil. Padahal biasanya dia lebih suka naik sepeda. Biar gak macet katanya, karena memang daerah tempat tinggalku sedikit macet kalau jam berangkat dan pulang kerja.

"Alhamdulillah, sudah ada uang 4 Juta, habis ini aku mau pergi ke bank. Biar uangku makin banyak." Ucapku dalam hati

Ya memang itulah kebiasaan ku setelah mendapatkan uang dari hasil berjualan, ku kumpulkan terlebih dahulu, setelah itu baru aku setorkan ke bank, biar lebih aman saja.

Memang, Mas Bowo tak pernah bertanya berapa keuntungan ku dari berjualan, bahkan diapun tak tahu kalau aku mempunyai tabungan yang cukup besar pula. Yang dia tau, pendapatkan ku dari jualan hanya menghasilkan uang yang sedikit meskipun ramai.

Hari ini pesanan rotiku membludak, hingga aku membutuhkan bantuan dari dua orang tetanggaku. Dan biasanya memang mereka akan datang kerumah ku pukul 8 pagi setelah pekerjaan rumah mereka selesai.

"Assalamualaikum Bu Ida..." sayup-sayup terdengar suara didepan rumah

"Waalaikumsalam bu, eh ayo masuk. Waduh maaf bahan-bahannya belum sempat aku siapin Bu." Ternyata Bu Dinidan Bu Rina sudah datang. Aku persilahkan mereka masuk, dan berjalan kearah dapur diikuti mereka berdua.

"Gak apa-apa Bu, semuanya masih di tempat yang sama kan ya?" Kujawab dengan anggukan 

"Oh ya, itu catatan kue apa saja yang akan kita buat hari ini, dan juga jumlahnya. Sekalian abis ini saya tinggal keluar dulu ya bu, ada kepentingan soalnya." Kataku kepada mereka berdua.

"Siap Bu Ida, tenang saja semua pasti beres." Jawab Bu Rina

Mereka berdua sudah mulai sibuk mengola bahan yang akan kami buat. Dan aku pun bersiap-siap untuk pergi ke bank

"Saya izin pergi sebentar ya bu, sekalian beli cemilan." 

"Iya Bu Ida, hati-hati."

Aku memang sudah biasa meninggalkan mereka di rumahku jika aku memiliki keperluan di luar. Segera ku pacu sepeda motorku ke arah bank berlogo biru yang memang jaraknya tak jauh dari rumahku

Akhirnya akupun sampai dan mulai mengantri. Hingga kini giliranku maju ke teller. Disapanya aku ramah, dan ditanya keperluannya. Setelah selesai urusanku di bank, aku pergi ke toko cemilan yang memang searah dengan jalan ku pulang. Kubeli beberapa cemilan yang akan menemani kita membuat kue. Dan setelah itu kembali pulang.

*****

"Assalamualaikum..." Sapa ku saat aku sudah kembali

"Waalaikumsalam Bu, udah selesai keperluanya?" tanya Bu Dini

"Iya sudah bu, oh iya ini jajan camilannya aku taruh sini, dimakan ya bu ibu.." kataku sambil meletakkan cemilannya

Ddrrt... Drrt.... Drttt...

Kulihat gawaiku bergetar, kuambil dan ku baca beberapa pesan pelanggan yang ingin memesan kue. Kubalas pesan mereka satu persatu, dan bagi yang sudah fix memesan, akan aku catat ke buku khusus pesanan.

Tak lama kemudian, kulihat Lusi meneleponku, aku pun segera menjawabnya.

"Hallo mbak.." suara Lusi diseberang sana

"Ya Lus, ada apa??" Balasku

"Mbak buat bolu ga hari ini, Ibu lagi pingin bolu buatan mbak tuh. Kalau buat nanti kirim ke sini ya mbak. Kalau bisa sih, jangan lama-lama."

"Iya..." Jawabku singkat kemudian mematikan sambungan telepon

Aku memang malas jika harus berlama-lama ngobrol dengan Lusi atau Ibu. Entah kenapa, aku merasakan kecewa kepada mereka. Setelah aku tau mereka memanfaatkan aku.

Kembali aku membantu Bu Dini dan Bu Rina membuat kue. Kali ini, aku membuat adonan kue bolu pesanan ibu. Biar cepat matang dan mengirimnya ke sana

Satu jam kemudian bolu pesanan ibu sudah jadi ku buatkan. Aku kembali berpamitan dengan mereka untuk mengantarkan sebentar bolu ini kerumah mertua ku

Kulajukan kembali sepeda kerumah ibu. 

"Assalamualaikum..." Tak berapa lama kulihat Lusi membukakan pintu

"Waalaikumsalam, masuk dulu mbak." Entah kenapa aku ingin masuk dan bertemu dengan ibu

"Ibu mana Lus?" Tanyaku sambil memberikan kue bolunya

"Diruang tengah mbak, nonton tv."

"Gimana keadanya bu, sepertinya ibu sudah sehat. Sudah bisa jalan apa belum?"

"U-ummmm... Lumayan sih Da. Tapi yang bikin ibu sedih, ibu masih belum bisa jalan." katanya dengan mimik muka sedih

"Mmm yang sabar bu, mungkin bentar lagi bisa jalan. Yang penting ibu jangan berbohong. Karna bohong itu dosa." kstaku menyindir

"Bohong, bohong soal apa Da?" Tanyanya pura-pura polos

"Yaa, barangkali aja ibu sudah bisa jalan tapi masih bohong, bilang kalau memang belum bisa jalan."

"Mana mungkin ibu berbohong mbak, lagian apa untungnya juga buat ibu berbohong." Ucap Ida yang tiba-tiba keluar dari arah dapur membawa bolu yang sudah dipindah ke dalam piring

"Ummm syukurlah kalau begitu. Takutnya nanti malah jadi kenyataan akibat azab dari allah."

Uhuk uhuk uhuk... Ku lihat Ibu terbatuk saat mendengar ucapanku. Segera ku berikan minuman yang sudah ada dari tadi di meja.

"Ya sudah kalau gitu aku pamit pulang dulu. Di rumah lagi sibuk, soalnya pesanan lagi membeludak."

"Iya makasih ya Da, sudah buatin ibu bolu." Akupun mengangguk dan menyalami tangan ibu. Kemudian keluar dan kembali pulang

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status