"Nyonya, ada apa dengan Non?" tanya Bik Sumi menoleh ke arah majikannya dengan berurai air mata.
Ny.Anggara mendekat ke arah lemari lalu berucap pelan,"Bik Sumi ajak ngobrol. Saya akan cari Pak Satpam.""Baik, Bu. Kasian Non Sandra."Ny. Anggara segera berlalu. Sementara itu, Bik Sumi masih berusaha membujuk Sandra."Radit! Aku mau ikut kamu. Kita nikah di mana?" Sandra mengabaikan bujuk rayu Bik Sum. Kedua mata gadis tersebut masih terpejam."Non, melek! Liat Bik Sum sini!" Tak ada reaksi apa pun dari Sandra. Gadis berambut panjang tersebut hanya mengarahkan kepala pada satu sisi."Ah, kamu akan membawaku terbang? Benarkah?" Sandra masih saja meracau dengan mata terpejam."Non, dengarkan Bik Sum! Jangan dengarkan yang lain."Tak lama, terdengar dua pasang kaki mendekat. Bik Sum melirik ke arah pintu sekilas lalu tersenyum tipis. Buru-buru pandangannya kembali mendongak."Itu, Pak!" Tunjuk Ny. Anggara ke arah Sandra yang duduk di atas lemari.Perabot bertinggi dua ratus meter tersebut sangat mustahil bisa dipanjat oleh Sandra. Sementara, di dalam kamar tak ada alat bantu apa pun untuk menaikinya. Hanya ada meja setinggi 70 cm dan sebuah kursi setinggi 40 cm. Sangat tak mungkin Sandra mempergunakan kedua benda tersebut. Apalagi dalam keadaan mata terpejam.Sandra tampak tenang di atas lemari. Bahkan, gadis tersebut mulai merebahkan diri di puncak lemari berukuran 160 x 60 cm. Ketiga orang yang di bawah semakin panik."Sandra, bangun, dong!" teriak Ny.Anggara yang bergegas menggantikan posisi Bik Sumi.Wanita dengan setelan blus dan celana kain tersebut lincah naik ke atas kursi. Dengan tinggi 170 cm, cukup mudah baginya untuk memeluk tubuh sang putri."Permisi!""Nyonya, itu ada suara sopir. Saya panggil aja kemari untuk membantu," ucap Bik Sumi sambil mendongak, tak jauh dari kursi yang dipakai berdiri Ny. Anggara."Biar saya yang panggil, Nyonya," sahut satpam yang segera berjalan cepat keluar kamar.Pria berseragam tersebut berjalan ke arah ruang tamu. Dia langsung mempersilakan sopir dan tukang angkut untuk masuk. Pintu ditutup kembali. Tampak di depan pagar rumah, masih banyak warga dan wartawan yang berkumpul. Mereka menunggu tuan rumah keluar. Ketiga pria berjalan beriringan menuju kamar."Non Sandra?" tanya sopir kepada satpam dengan raut wajah syok. Orang yang ditanya hanya bisa menggelengkan kepala dan mengangkat kedua bahu. Dia pun tak mampu menjelaskan tentang apa yang terjadi dengan Sandra sekarang.Sopir tersebut adalah seorang pria muda yang diberi tugas untuk antar jemput Sandra sejak sekolah lanjutan atas hingga semester dua, sebelum si cantik depresi. Pria berusia 3 tahun di atas Sandra adalah teman curhat Sandra sehari-sehari saat sebelum jiwa sang nona terganggu. Seorang pria muda yang telah dianggap abang oleh Sandra. Pada pundak pria ini, kedua majikannya mempercayakan keselamatan sang putri."Vino, tolong bantu!" teriak Ny. Anggara dari atas kursi."Ya, Nyonya. Sebentar," balas Vino dengan kedua mata menatap ke tubuh di atas lemari. Tampak raut kecemasan di wajahnya.Sopir muda itu pun menepuk bahu tukang angkut lalu berucap,"Lu jagain Non Sandra. Gua cari tangga."Setelah itu, Vino setengah berlari keluar kamar. Tak begitu lama, pria muda tersebut telah kembali dengan membawa tangga lipat. Dia segera mendekati lemari lalu menyandarkan tangga di lemari, tepat samping kursi Ny. Anggara. Tiba-tiba satpam sudah membawa kursi mendekat pula. Pria setengah umur tersebut meletakkan di samping kiri sang nyonya."Tepat sekali. Nyonya izinkan, kami bertiga yang mengangkat dari atas. Maaf, Bik Sumi bisa minta tolong ambilkan aroma terapi?" Pria muda ini berucap sambil membantu Ny. Anggara turun dari kursi."Baik, Mas Vino," jawab Bik Sumi segera berlalu. Beberapa menit kemudian sudah kembali dengan botol aroma terapi di tangan.Kini, ketiga pria bersiap untuk menurunkan tubuh Sandra. Vino yang merasa tubuhnya lebih kekar lalu berucap,"Pak, biar tangga saya geser tengah. Bapak di pinggir kiri.""Oh, ya. Silakan," balas satpam yang kemudian turun dari kursi dan menggeser letaknya.Vino segera mengangkat tangga ke posisi tengah. Pria muda tersebut menapaki anak tangga hati-hati. Saat langkah kaki hampir di ujung tangga, kedua tangan terulur menggapai tubuh Sandra.Ny. Anggara siaga memegangi bagian tengah tangga agar tak goyah. Gadis muda ini sedang tertidur pulas dan Vino segera mengangkat tubuhnya lalu menuruni anak tangga dengan hati-hati.Kedua pria di samping kanan kiri segera membantu membopong tubuh Sandra. Kini ketiga pria berjalan ke arah ranjang. Mereka menaruh tubuh Sandra pelan-pelan. Ny. Anggara segera mengambil aroma terapi dari tangan Bik Sumi."Nyonya, saya permisi dulu. Mau mengangkut barang-barang ke mobil," ucap Vino sesaat kemudian."Oh, iya. Tolong bawa juga ayunan di ruang tamu. Sandra paling suka duduk di situ," pinta Ny. Anggara sembari duduk di sisi ranjang."Baik, Nyonya."Pria muda ini pun berjalan ke arah tangga, melipat lalu mengangkat keluar dibantu tukang angkut. Sementara itu, satpam mengambil kursi dan meletakkan kembali di dekat meja."Maaf, Nyonya. Apakah nanti ada polisi yang akan kemari lagi?" tanya pria setengah umur dengan raut wajah gelisah."Kayaknya sih, enggak, Pak. Ke sini lagi saat rekonstruksi kejadian. Emang kenapa?""Di meja pos jaga tadi ada bungkusan kresek hitam. Tertulis, barang bukti untuk polisi.""Emang dari mana, Pak?" tanya Bik Sumi yang penasaran."Enggak tau, Bik. Tiba-tiba ada. Saat polisi kemari gak ada apa di meja, selain gelas bekas kopi saya."Ny. Anggara menatap satpam dengan pandangan heran. "Ada orang yang mendekat ke pos tadi?""Enggak ada, Nyonya. Begitu mobil patroli dan ambulands pergi, saya langsung menutup gerbang. Saya gak ke mana-mana, sampe Nyonya panggil barusan," jelas satpam.Kening Ny. Anggara seketika berkerut. Wanita ini tampak mencoba mengingat sesuatu. Sementara tangan kanan mengusap hidung dan leher sang putri dengan aroma terapi."Nyonya perlu saya ambilkan minuman dingin?" tanya Bik Sumi lirik sambil membungkuk di dekat majikannya."Iya, Bik. Sedari tadi tenggorokan saya berasa tercekik karena haus. Tolong ambilkan pula buat Pak Satpam, Vino dan temannya tadi.""Baik, Nyonya. Permisi.""Terima kasih sebelumnya, Bik."Wanita berdaster tersebut mengangguk lalu beranjak keluar kamar. Kini hanya ada dua orang yang termenung karena memikirkan kantong plastik yang ada di pos jaga."Silakan duduk, Pak. Kita perlu cari tahu, apa isi kresek tersebut. Apa hubungannya dengan kasus ini?"Satpam segera menggeser kursi lalu duduk. Pria setengah umur tersebut menatap keluar lewat kaca jendela. Baru saja, dia melihat ada bayangan yang melintas."Silakan duduk, Pak. Kita perlu cari tahu, apa isi kresek tersebut. Apa ada hubungannya dengan kasus ini?"Satpam segera menggeser kursi lalu duduk. Pria setengah umur tersebut kaget dan langsung menatap kaca jendela. Baru saja, dia melihat ada bayangan yang melintas. Bukankah di sebelah adalah kolam ikan? Tak ada jalan di samping jendela?"Ada apa, Pak?" tanya Ny. Anggara sambil mengamati ekspresi pria di depannya. Wanita tersebut merasa aneh dengan perubahan raut wajah pria tersebut."Maaf, Nyonya. Barusan, saya liat ada orang lewat dekat jendela. Siapa, ya?""Samping jendela itu kolam. Mana bisa orang jalan di atas air?""Nah, itu dia, Nyonya," balas satpam samabil tersenyum tipis. "Saya mohon izin cek dulu. Nanti saya ke sini lagi sambil bawa kresek hitam.""Silakan dicek dulu, Pak. Terima kasih masih mau peduli dengan kami."Satpam tersebut bangkit lalu berjalan ke luar kamar. Tak lama kemudian, Bik Sumi datang dengan nampan berisi dua botol minuman dingin."Pak Satpam baru saja
Bik Sumi pun mengangguk. Ny. Anggara seketika mengarahkan pandangan ke jendela. Tak tampak apa pun di sini. Tak bisa dipungkiri oleh Ny. Anggara, dirinya pun merasakan perasaan aneh."Emang kita harus segera pindah dari sini. Kasian Non Sandra. Bisa digangguin terus," papar Bik Sumi sambil memandang Sandra yang tidur pulas. Wanita ini tersenyum merasa bersyukur sang nona tak terganggu tidurnya."Yaodah, ceritanya dilanjut di perjalanan aja,"sahut Ny. Anggara yang mulai merasakan ngeri. Dia sengaja menunda cerita Bik Sumi. Sudah dua orang yang mengatakan ada sesuatu di jendela tersebut. Hal tersebut sudah cukup kuat buat alasan harus segera pindah dari rumah ini."Saya taruh travel bag Non Sandra ke bagasi dulu. Punya Nyonya sudah siap?" tanya Bik Sum seraya menyeret dua koper besar tersebut."Udah saya taruh di ruang tamu. Sekalian, panggilkan Vino dan tukang angkut. Suruh ngangkat Sandra ke mobil.""Baik, Nyonya. Permisi," balas Bik Sumi. Wanita berdaster tersebut segera berlalu, te
"Pak, tolong suruh yang sif malam agar datang sekarang. Bapak harus segera lapor polisi. Nanti saya menyusul," perintah Ny. Anggara seraya mata menatap ke arah samping pos jaga."Baik, Nyonya. Barusan saya sudah telepon dia. Sekarang lagi tunggu dia datang," ucap satpam seraya keluar dari pos lalu mengikuti arah pandangan majikannya."Bagus. Udah gak begitu bau sekarang," kata wanita separuh abad tersebut sembari mengendus-endus ke udara."Habis saya semprot pewangi dan kasih kapur barus dalam dus, Nyonya."“Ya, udah. Kami berangkat. Nanti kita ketemu di kantor polisi,” ucap Ny. Anggara. “Baik, Nyonya,” balas satpam tersebut sambil mengangguk.Ny. Anggara segera berlalu dan segera masuk ke mobil. Wanita berusia separuh baya yang masih terlihat cantik ini mengambil duduk di sebelah Vino. Sementara di kursi belakang ada Bik Sumi yang menjaga Sandra. Perjalanan ke apartemen memerlukan waktu 30 menit.Namun di pertengahan jalan, tampak gelagat lain pada Sandra. Gadis tersebut bangkit lal
“Bukannya yang barusan no.10. Giliran saya, masih lima belas nomor lagi,” balas Bik Sumi sambil memperlihatkan nomor antreannya kepada perawat.“Pak Dokter yang meminta saya untuk mendahulukan Ibu. Mari.”Bik Sumi yang diliputi kebingungan, akhirnya menuruti kata perawat. Wanita ini pun segera masuk ruangan dengan didampingi perawat. Sesaat setelah masuk ruangan, perawat segera mengunci pintu.Ada senyum mengembang dari kedua bibir pria dengan jas putih sembari mengacungkan jempol ke arah asistennya tersebut. Sementara itu dua orang perawat yang lain segera membimbing Bik Sumi menuju ranjang pasien. Wanita lugu tersebut merasa keheranan dengan prosedur perawatan di luar kebiasaan tersebut. Seorang perawat telah mempersiapkan alat suntik.“Dokter, saya langsung disuntik? Saya hanya mau mengobati luka bekas suntikan. Leher saya sakit,” protes Bik Sumi yang belum mau naik ke ranjang.“Harus disuntik agar tak infeksi,” jelas dokter dengan ekspresi datar.“Saya gak mau suntik. Saya minta o
VAMPIRE 8“Benar, Bu. Ada teman saya yang melihat gelagat mencurigakan dari tenaga medis yang memeriksa Bik Sumi,” urai Vino “Ya, beruntung kamu segera ke sana. Gak bisa dibayangkan, jika Bik Sumi jadi korban mereka.”“Ya, Bu. Saya sudah memberitahu teman agar memantau aktivitas mereka.”“Kita laporkan saja ke pihak managemen,” saran Ny. Anggara yang langsung direspon gelengan kepala oleh Vino.“Kenapa?” tanya Ny. Anggara keheranan dengan ucapan Vino yang dirasa ganjil.“Mereka adalah sekumpulan penyamar, Nyonya.”“Itu udah gak bener niat mereka. Apalagi, Bik Sumi korbannya. Kalo bisa jadi saksi. Komplit. Bisa dilaporin, Vin.”“Mereka punya kekuatan super natural, Nyonya,” ucap Vino dengan ekspresi serius.“Maksud kamu?”“Nyonya harus lebih waspada. Mereka telah incar Nyonya sekeluarga.”“Mereka siapa, Vin? Yang jelas, dong!”“Non Sandra punya darah suci, Nyonya.”“Kamu makin ngaco! Sandra anak kandung kami and she is pure the human. Darah suci apaan? Mereka, yang tukang menyamar it
Ny. Anggara pun mengakhiri hubungan telepon lalu memasukkan ponsel ke tas. Bersamaan dengan wanita tersebut menutup tas, terdengar bunyi bell.“Biar aku yang bukain, Ma,” ucap Sandra yang segera beranjak ke arah pintu.Saat pintu dibuka, tampaklah Vino yang tersenyum ramah. Namun dengan penampilan yang sangat mengagetkan ketiga wanita.“Vin ...?”Pertanyaan Ny. Anggara terhenti.“Maaf, saya numpang toilet,” ucap Vino yang gegas masuk dengan sedikit membungkuk. Ny. Anggara hanya bisa mendelik ke arah sopir kepercayaannya tersebut. Sementara dua wanita yang lain, menoleh ke arah Vino hingga tubuh pria muda tersebut hilang di balik pintu toilet.“Ma, itu Bang Vino kenapa?” tanya Sandra bingung sambil menunjuk ke arah pintu toilet.Ny. Anggara seketika tersenyum ke arah putri kesayangannya. “Sayang, syukurlah, kamu udah pulih,” kata Ny. Anggara sambil memeluk Sandra penuh haru.“Ma, emang Sandra kenapa? Terus itu Bang Vino ...,”“Beneran, kamu gak ingat apa pun?” tanya Ny. Anggara semba
“Baik, Pak. Terima kasih bantuannya,” balas Vino sambil menyalami petugas. “Terima kasih telah mau berkerjasama demi penyelidikan,” ucap petugas sembari tersenyum. Di saat bersamaan, telinga Vino yang sensitif mendengar gerakan kasar di antara pepohonan di sekitar kantor polisi. Mereka ingin lawan main rupanya, batin Vino dengan geram. Pria muda berbodi atlelis tersebut melangkahkan kaki ke arah tempat tunggu. Di ujung salah satu kursi panjang, Vino duduk sambil membaca situasi luar dari jendela terbuka di hadapan. Dengan indra penglihatan supranatural, dirinya bisa tahu beberapa sosok berbulu dan bertaring tak kasat mata sedang mengitari area ruang pemeriksaan. Vino tersenyum penuh arti. Dengan mantap, pria tersebut menebar jaring penutup dimensi lain di seluruh area kantor polisi. “Buatlah pesta tanpa korbankan makhluk jenis lain.” Vino mencoba membangun komunikasi dengan mereka. Namun, nyatanya usaha yang dilakukannya tak mendapat respon. Pria berkulit eksotis ini menikmati k
“Setahu saya, tubuh Radit diseret Papa. Dia dibunuh pria tua itu. Dia harus dihukum mati!” teriak Sandra yang tiba-tiba emosi dengan mata melotot. Sekujur tubuh gadis ini tegang lalu terdengar gigi-giginya gemeretak. “Nona, tenang!” bujuk petugas yang kaget dengan reaksi wanita muda tersebut. “Sayang, sudah! Biar Mama yang jawab,” ucap Ny. Anggara sambil memeluk kembali putrinya. “Maaf, Pak. Keadaan anak saya belum stabil. Tolong mengenai hal tersebut diskip dulu!” pinta Ny. Anggara kepada petugas. “Baik, Bu. Sesi tanya jawab Ibu sudah selesai. Khusus untuk Saudari Sandra, tunggu sampe kondisi telah baik. Silakan menunggu di luar, setelah ini ada proses penandatanganan berkas. Minta tolong saksi Sumiati dipersilakan masuk.” “Baik, Pak. Saya akan kasih tahu Bik Sumi. Permisi, Pak,” balas Ny. Anggara yang kemudian membimbing Sandra untuk berjalan keluar ruangan. Sesampai di luar, Ny. Anggara memberitahu Bik Sumi. Setelah si ART masuk ruang pemeriksaan, Ny. Anggara mengajak Sandra u