Extra Part POV Bima.Hidupku nyaris sempurna bersama Nindita dengan dikarunia tiga orang anak. Karir juga semakin merangkak pesat, hingga aku diangkat menjadi branch manager di perusahaan tempatku bekerja. Tentu perjalanan itu tak lepas dari dorongan dan semangat dari Nindita, ia selalu ada di belakangku dalam situasi apa pun.Hal yang paling kusukai dari Nindita adalah cara bicaranya yang lembut, begitu tahu bahwa lelaki paling tak bisa diusik harga dirinya. Jadi, saat aku lelah bekerja dan menceritakan keluh kesah, ia hanya mendengar, tanpa menyela lebih dulu karena ia tahu persis aku hanya butuh didengarkan, bukan butuh nasehat tanpa diminta.Nindita tak hanya cantik, tapi juga cekatan. Ia sanggup mengerjakan pekerjaan rumah sendirian, terkadang aku yang merasa kasihan dan sering menolongnya. Namun, ketika aku menawarkan untuk menyewa ART, ia menolak karena akan bosan di rumah tanpa pekerjaan. Ia ingin uangnya ditabung untuk pendidikan anak-anak. Kami hidup rukun dan damai, dengan
Video Pernikahan Papa Bab 1 . “Tunggu ... ini mirip jam tangan papa.” Angga berbicara seorang diri. Matanya membulat sempurna saat melihat jam tangan yang mirip dengan milik papanya di sebuah video di I*******m. Saat berselancar di media sosial ia tak sengaja melihat sebuah video pernikahan dengan nuansa tak terlalu mewah, tapi cukup membuat dua mempelai merasa bahagia. Awalnya hanya karena iseng menonton dan mengabaikannya. Namun, tiba-tiba fokus Angga hanya terlihat pada jam tangan itu, juga jari-jari berwarna putih yang terdapat beberapa bulu halus di bagiannya. Video itu berasal dari tiktok, yang kemudian diunggah di I*******m oleh akun bernama Selly Anggraini. [Love you till the end.] Begitu caption yang ditulis oleh akun Selly yang dilihat oleh Angga. Lelaki berusia tujuh belas tahun itu awalnya mengabaikan video itu, karena menurutnya sudah hal yang lumrah zaman sekarang semua hal diposting di sosial media. Namun, karena hatinya terlalu cemas untuk membiarkan pertanyaan-
Bab 2 * Angga turun dari tangga setelah siap memakai seragamnya. Sebuah rutinitas di keluarga itu untuk sarapan pagi bersama. Tak hanya sarapan, tapi makan siang, dan makan malam selalu bersama. Tak ada yang kurang di meja makan, kecuali Bima yang saat ini berada di luar kota. Angga memperhatikan mamanya menghidangkan makanan untuk mereka, anak-anaknya. Bahkan Inaya yang umurnya hampir genap delapan tahun, masih disuapi olehnya. Angga menatap wanita itu diam-diam. Memperhatikan bagaimana mamanya begitu lembut dengan anak-anaknya, dengan keluarganya. Tiba-tiba ada yang merasa teriris dalam hati Angga, membayangkan jika seandainya papanya benar berbuat curang. Jika itu terjadi, Angga tak akan bisa memaafkan papanya. “Dimakan, Ga. Jangan diliatin doang. Nggak enak ya?” tanya sang mama membuyarkan lamunan Angga. Ia sedikit terperanjat saat mendengar suara mamanya. “Iya, nih. Dari tadi Kak Angga melamun terus,” ucap Khanza, adik pertama Angga yang berumur tiga belas tahun. “Kapan sih
Bab 3*“Hore! Papa pulang!” teriak si bungsu dari arah depan pintu. Ia sedari tadi menunggu kepulangan Bima, karena mamanya bilang papa akan pulang sore ini. “Hai, putri kecil papa!” ucap Bima memberi sambutan untuk putri kecilnya. Ia mengangkat tubuh itu ke udara. “Udah berat, pasti makannya rutin ya?” tebak papanya menggoda Inaya sambil menurunkannya. Gadis kecil hampir berusia delapan tahun itu tertawa karena tebakan papanya benar. Pasalnya ia sering tak mau makan nasi, hanya bermodalkan jajanan di luar, atau paling mentok makan nasi cuma sedikit. Namun, akhir-akhir ini ia sudah rajin makan nasi. Nindita pun, tak kehabisan akal untuk mengolah makanan di dapur menjadi menu yang disukai suami dan anak-anaknya. “Kemarin Inaya malah minta nambah, Mas.” Nindita berkata. Itu artinya ada perkembangan pola makan Inaya. “Wah, hebat!” puji sang papa. Bima mencium pipi Inaya, setelah itu mencium kening Nindita sebagai kecupan rindu karena sudah seminggu tak bertemu.Angga dan Khanza turu
Bab 4 * “Ma, berangkat ya.” Angga mencium tangan Nindita seraya memberi salam untuknya. Inaya dan Khanza sudah berada di dalam mobil Bima. Lelaki itu yang akan mengantarkan dua anak gadisnya ke sekolah, karena arah kantornya pun sama. Lokasi sekolah Inaya lebih dulu dibandingkan dengan lokasi sekolah Khanza. Setelah itu Bima akan berjalan lurus hingga sampai di gedung perkantoran. Setelah semuanya pamit pada Nindita, mobil meluncur menjauh dari pekarangan rumah hingga hilang dari pandangan Nindita saat mobil memasuki jalan raya. Motor Angga iring-iringan dengan mobil sang papa. Dari semua lokasi sekolah, SMA Angga yang paling dekat. Pemuda itu mencoba memulai harinya kembali setelah semua keresahan yang melanda hatinya. Motor besar Angga sudah memasuki area sekolah, ia membunyikan klakson pada papanya, pertanda bahwa ia sudah sampai di sekolah dan siap untuk belajar. Dari spion terlihat Bima tersenyum dan adik-adiknya yang melambai pada Angga. Angga diizinkan membawa motor karen
Bab 5*“It's a fucking scandal, Pa!” Angga menelan ludah dengan susah payah saat mendapati Bima berdiri di depan pintu kamar dengan tatapan melongo.Bima Pramudya, lelaki yang selama ini terlihat begitu setia. Lelaki yang terlihat sangat harmonis, hingga dengan pesonanya bisa membangun kepercayaan dari anak-anak dan istrinya, bahkan orang lain di luar sana.Tangan itu memasukkan kembali ponsel ke dalam saku celana. Angga menatap tajam pada papanya, tapi perlahan air di sudut matanya luruh seketika.Bibirnya bahkan bergetar tak mampu berkata apa-apa. Ia seolah kehilangan kata untuk kejadian dan suasana yang saat ini ia hadapi.Angga mendekat pada Bima. Kini keduanya berdiri berhadapan. Angga menyeka sudut matanya, sedangkan Bima menatap anak sulungnya dengan wajah pias, malu, juga sulit dijelaskan.Sementara Selly hanya berdiri di belakang Angga, tak berani mendekat pada Bima. Ia takut Angga mendorongnya lagi, bahkan dorongan tadi berhasil membuat punggungnya terasa sakit, juga kepala
Bab 6*Angga keluar dari apartemen itu. Masuk ke dalam lift dan turun ke lantai utama. Di lantai utama terlihat sepi, karena hampir semua orang di bangunan apartemen ini sudah memenuhi lantai empat. Menonton sebuah pertunjukan yang baru saja diselesaikan oleh Angga.Sebelum turun ke bawah, ia sempat melihat raut wajah kesal dari pemilik ponsel yang ia lempar. Wanita itu melotot tajam padanya sambil menahan geram, karena melihat ponselnya teronggok di lantai.Siapa juga yang menyuruh mereka terlalu bersemangat mengambil video orang lain tanpa izin. Ah, mereka berkonten di atas penderitaan Angga. Lalu, akan memposting atas dasar simpati dan perbuatan yang tak patut di contohi? Come on!Angga tentu tak main-main dengan ancamannya, ia akan memberi perhitungan jika ada yang mengupload video itu di sosial media. Bisa saja ia melempar semua ponsel yang kemeranya sedang hidup tadi, tapi Angga melempar salah satu, ia berharap lemparan itu bisa jadi pertimbangan untuk mereka.Angga berjalan lu
Bab 7.Setelah kepergian Angga, Bima mendekat pada Selly yang terlihat ketakutan dengan amukan Angga. Bima meminta semua kerumunan itu untuk melerai dan pergi dari depan pintunya. Termasuk satpam yang bertanya apa yang terjadi.“Ini hanya masalah keluarga,” ucap Bima dan para satpam itu mengangguk mengerti. Menjaga privasi orang-orang yang tinggal di sini.Ancaman Angga untuk tak memperheboh berita di sosial media, ada gunanya juga untuk Bima. Paling tidak, namanya tidak tercemar karena menikah lagi dengan perempuan yang lebih muda dan seksi. Meskipun sebenarnya orang-orang tak berhak menghakimi hidupnya, tapi tetap saja ia yang akan disudutkan nantinya.Bima menutup pintu, ia butuh privasi dan menenangkan diri juga Selly.“Ini akan sulit,” ucap Selly pada Bima. Ia tak pernah melihat orang mengamuk seperti itu, bahkan mantan suaminya jarang mengamuk meskipun ia memakai obat-obatan terlarang.Bima menggeleng. Ia tak bisa membiarkan istrinya bersedih dengan kelakuan Angga. Ia memeluk S