Flashback On
Saat memasuki ruangan dokter, tangan dokternya terulur untuk berjabat tangan tapi Reza enggan melakukan itu dan langsung duduk, tatapnnya begitu dingin. “Katakan.”
“Apa nona suka minum obat tidur dengan dosis yang tak seharusnya dianjurkan, tuan?” ujar Rafa selaku dokter yang menanganiku .
Reza terdiam sejenak. “Maksudnya?”
“Baik, tadi ada anak buah tuan yang memberi obat ini, saat kami melakukan pengecekan dan menyatakan kalau obat ini adalah sebagai obat penenang dan obat tidur,” jelas Rafa yang memberikan beberapa merk obat yang biasanya aku minum.
Reza terlihat sangat kebingungan dengan penuturan dokter Rafa, ia mencoba meraih obat tersebut lalu mencium aromanya. Reza sangat tahu dengan aroma obat ini, obat yang biasanya orang tersayangnya minum hingga sudah tiada. “Mama,” lirik Reza dalam batin.
Aku terbangung sekitar pukul 08.00 aku merasakan pegal di bagian leher saat aku menoleh ke samping aku mendapati Reza yang tengah tertidur pulas, tangan kecilku mengusap rambut tebalnya lalu beberapa kali menyibak rambutnya dengan lembut, aku menghembuskan napas lelah dan mencoba untuk duduk perlahan-lahan agar tidur Reza tidak terganggu gara-gara pergerakan aku. Aku usap air mataku yang tiba-tiba menetes, semua beban yang berada dipundakku sudah terlalu banyak dan aku tidak sanggup untuk menahan semuanya.Semua kejadian yang aku alami sudah cukup membuatku hampir gila, aku melihat pergelangan tangan kiri yang hampir penuh dengan goresan cutter hanya goresan itu membuatku merasa lebih baik dan tenang.Kehidupanku jauh dari kata baik, semuanya aku punya sudah hancur berkeping-keping, semua yang aku sayangin sudah tidak ada lagi. Apa kehadiranku membawa kesialan bagi keluargaku sendiri?Isak tangisku semakin lama semakin k
Aku menoleh ke Reza yang tiba-tiba terpaku dengan ucapanku barusan, apa aku salah ngomong tadi? Kenapa dia tiba-tiba diam? Malahan sekarang yang menjadi bingung sendiri.“Reza? Kamu kenapa?” aku menyerngit kebingungan, aku takut kalau ucapakan aku salah.Reza berusaha untuk menutupi sikap gugupnya agar tidak ketahuan kalau ia sedang panik. “Ah, gapapa,” ujarnya yang berusaha tenang.“Beneran?” aku hanya ingin memastikannya lagi kalau ia benar-benar tidak apa-apa dengan ucapanku yang barusan. “Iya.” Reza menambah kecepatan mobilnya tiba-tiba perasaannya berubah menjadi tak tenang.“Tapi…” ucapku yang mulai terdengar mulai getir, sesak rasanya ingin mengatakan ini.Reza menunggu kelanjutan dari Nara, ia sedikit melirik ke arah samping dan mendapati gadisnya yang sedang mengepal erat hingga berubah warna kulitnya men
Mansion mewah berdesain klasik yang mempunyai kualitas yang tidak usah diragukan lagi serta dilengkapi dengan fasilitas berkelas tinggi hampir semua teknologi yang dipakai serba otomatis dan bersandi hanya sidik jari, mansion ini telah dibeli oleh seseorang tuan muda besar yang merupakan CEO dari perusahaan terbesar sepanjang masa dunia perbisnisan yang tak lain adalah MaLvi Company.Reza Abrisam Malviano ialah pemilik mansion itu dan juga seorang CEO dari perusahaan besar MaLvi Company. Reza memiliki segudang aset mewah yang ia beli untuk kepuasan pribadinya. Dengan sifatnya yang arogan, sombong, dan angkuhnya tak luput dengan banyaknya orang-orang yang mau menghancurkan dirinya terlebih lagi dengan kedudukannya di MaLvi Company.Tok tok tok tok“Masuk,”titahnya seraya membenarkan kaca mata yang ia pakai.“Tuan.”Namanya Reyhan Sebastian Putra, ia merupakan tangan kanan Reza atau bi
“AH! IYA AKU LUPA!” ucapku sambil menepuk jidat.“Kenapa?” tanya Reza sambil memasukan suapan nasi goreng ke dalam mulutnya.“Tadi ini harganya berapa ya? Hehehe,” jawabku sambil menyengir dan menunjuk piring kotorku.Reza yang mendengarnya menjadi tersedak dan buru-buru minum, aku pun yang melihatnya buru-buru menepuk pundak pemuda ini.“UHUK UHUK UHUK.”“Eh, kenapa?”“Aku kira ada apa,” Reza memutarkan badanya sambil mengahadap Nara.“Maaf,” ucapku yang menundukan kepala.“Gapapa,” ujarnya sambil mengelus pucuk kepalaku, aku yang mendapatkan perlakukan itu spontan menepis kasar tangan kekar pemuda itu dari kepalaku.“Dasar ga sopan!” bentakku. Aku mendengus kesal padanya.
Aku melenggang pergi dari ruangannya aku berjalan kearah toilet. Di sana aku menangis aku luapan rasa lelahku.“Maaf saya, Nara,” ucap sang pemilik yang terdengar menyesal. Kurang lebih satu tahun ini pemilik cafe diam-diam memperhatian Nara dan sudah satu tahun ini juga ia memendam rasanya pada Nara. Farhan Dirgantara ialah pemilik cafe tersebut sekaligus sahabat kecilnya Reza.Setelah berpamitan dengan semuanya, aku ga tau harus kemana lagi. Aku hanya lelah.Disini lain Reza sedang tersenyum kemenangan melihat Naranya menderita karnanya. Ia melihat wajah gadisnya yang keluar dari cafe milik Farhan dengan wajah yang sangat cape.Dddrrrttttt ddddrrrrtttttTelefonku berbunyi, aku melihat siapa yang menelefonku dan ternyata perawat kamar mama."Suster Anez," gumamku sambil mengklik tombol hijau."Halo sus," ucapku yang dengan su
Ponsel Reza berbunyi.Ia merogoh saku belakang celananya untuk mengambil ponselnya, ia berdecak kesal membaca pesan itu. Kenapa di saat seperti ini harus ada penghalang ke bahagiaannya.Reyhan A : Tuan hari ada rapat penting mengenai bekerja bersama dengan Worts Babel. Serta beberapa dokumen yang harus di tanda tanganin.Reza M : Saya ke sana.Reza bergegas untuk ke perusahannya untuk saat ini jadwalnya tidak bisa di tunda lagi apalagi dengan perusahaan Worts Babel. Jika ia berhasil bekerja sama dengannya itu akan sangat menguntungkan bagi MaLvi Company dan untuk dirinya sendiri.Sesampainya di ruang rapat, Reza di sambut hangat oleh ketua Worts Babel. Tangan terulur untuk berjabat tangan, Reza yang ditemani oleh Reyhan dan beberapa karyawan kepercayaannya untuk melangsungkan rapat penting ini.Setelah rapat berlangsung baik dari pihak Worts Babel dan pihak MaLvi Company, akhirnya
"Ngapain sih ngeliatin mulu!" suasana hatiku yang lagi buruk ditambah lagi dengan pemuda yang ga jelas satu ini."Gunanya punya mata buat apa?" jawabnya sambil menyenderkan punggungnya."Aku bingung," ujarku dengan tatapan kosong. Reza hanya melipatkan kedua tangannya di dada."Saya paham.""Gimana kamu bisa kenal sama mama?"Reza hanya menaikan pundaknya sambil menghela nafas nafas. Aku mulai merasakan perih di lambungku dan merasa sangat dingin."Pulang yuk," ajaknya. Tanpa menunggu jawaban dariku, ia malah langsung menggandeng tanganku. Reza merasakan tangan Nara yang sangat dingin, ia juga melihat baju Nara masih sama seperti tadi hanya saja Nara memakai sweater moca yang melekat ditubuhnya.Aku hanya mengikutinya dari belakang. Aku merasakan kehangatan di tangan Reza saat di dalam mobil. Aku yang awalnya membuka suara untuk memecahka
Aku sontak melihat badanku dan ternyata masih full, pakaianku pun masih sama seperti tadi hanya saja sweaternya yang terlepas. Mbo yang melihatku lalu tersenyum seraya mengajakku untuk turun ke bawah dan makan malam bersama.“Mbo duluan aja, ya? Nara mau ke kamar mandi dulu,” mbo mengangguk dan meninggal Nara sendirian.“Loh mbo? Nara kemana?” tanya Reza.Sontak membuat raut wajah Reyhan menjadi kebingungan.“Masih ada di kamar tuan, katanya mau ke kamar mandi dulu. Mbo ke dapur dulu ya tuan.”“Ka? Ada Nara di sini?”Reza berdehem sebagai jawabannya. “Hmm.”Sedangkan Aku? aku masih bingung mau melakukan apa. Jujur terlebih lagi saat ini aku baru bangun tidur pasti nyawaku belum terkumpul dengan sempurna, apa iya Reza mau menculikku dan memaksa untuk menikahinya.