Share

Kedok yang Terbuka

Tubuh Raellyn kontan kembali bergetar. Emosinya mulai didominasi oleh amarah. Dia tidak percaya akan mendapatkan tuduhan tidak terhormat dari pria yang baru dia temui. Merasa terhina, Raellyn kontan menatap tajam pada sang director.

“Sebuah komitmen dalam hubungan asmara tidak harus didahului dengan kehamilan dan seorang anak, Pak Director.” Melihat sang director mengangkat kedua alisnya perlahan-lahan. Raellyn mengangkat kembali pisau lipatnya tepat di hadapan sang director, mengambil resiko untuk kembali menantangnya atas bekal pengetahuan yang dia dapat dari Arsene. “Kau itu pria yang berpengalaman dengan wanita. Harusnya kau tahu bahwa kehamilan bisa dicegah saat kau tidak menginginkannya.” Sesaat Raellyn bisa melihat ada kedutan kecil di ujung bibir sang director.

“Kau bisa menurunkan pisau lipatmu, Miss Raell. Namun jangan kira aku akan mengakuimu sebagai seorang wanita terhormat. Sebab seorang wanita terhormat tidak akan pernah bertingkah barbar seperti dirimu sekarang ini.” Jemari sang director berhenti mengetuk-ngetuk meja. “Yang pasti, aku tidak bisa memahami apa yang kau butuhkan dariku sebagai bentuk pertanggung jawaban yang kau mau sekaligus memuaskan kata sepadan yang sejak tadi kau ucapkan padaku. Mengapa tiba-tiba aku dilibatkan dalam kisah asmara kalian?”

Arnav menggeser tempat duduknya, jas yang menutupi pundak lebarnya tertarik mengikuti gerakan. Ketika itu pula Raellyn bersumpah bahwa rompi berwarna hijau tua yang dikenakan oleh sang director adalah rompi terbaik yang pernah dilihat oleh si gadis sejauh dia hidup.

“Semua yang aku sampaikan ada dalam catatan yang terselip dalam berkas yang kau terima.”

Pria itu menaikan sebelah alisnya. Kemudian membuka lembar pertama. Disana Raellyn memang telah menyiapkan sebuah catatan kecil dari tulisan tangannya. Inti dari seluruh aksinya hari ini. Arnav terlihat menyangsikannya.

“Catatan kecil ini lebih seperti penggambaran atas malapetaka dan ancaman atas terjadinya skandal dan juga kematian dalam keluargaku khususnya untuk adikku yang nakal Arsene.” Dia kemudian menutup kembali berkas tersebut. Pria itu justru enatap kearah Raellyn dengan penuh minat. “Semua orang tahu bahwa hubungan cinta tidak akan bisa berjalan hanya karena satu orang saja. Tapi baiklah akan aku kesampingkan soal itu, aku akan mencoba untuk menerka inginmu dengan cepat. Mari kita berdua bicara soal bisnis sekarang. Apa yang kau inginkan dariku? Uang? Rumah? Emas permata? Tentukan sekarang, karena aku tidak punya banyak waktu untuk meladeni perempuan antah berantah sepertimu.”

Raellyn kontan lagi-lagi merasa bahwa harga dirinya telah diinjak dengan kalimat yang baru saja pria itu lontarkan. Wanita itu secara konstan langsung melempar pisau lipat yang ada ditangannya. Pergerakan yang cepat tadi membuat Arnav langsung berhenti melakukan pergerakan untuk menghindari benda itu menyabet kepalanya. Padahal Arnav baru saja hendak membuka laci meja kerjanya. Entah mau mengambil apa.

“Kau beruntung memiliki kemampuan refleks yang bagus, Sir. Jika tidak mungkin kali ini kepalamu yang terluka.” Raellyn menarik napasnya dalam-dalam, mencoba untuk tidak termakan amarah meskipun nyatanya rasa itu telah lebih dulu berkobar di dalam dirinya.

“Oh, dan apakah seorang pria terhormat tidak bisa menyaring ucapannya sendiri? coba balik posisinya sekarang. Jika kau memiliki saudara perempuan dan seseorang pria kurang ajar memperdayai dan memikatnya dengan sebuah janji suci akan cinta dan pernikahan. Lalu tiba-tiba saja mencampakannya begitu saja dengan menikahi perempuan lain. Balasan seperti apa yang akan kau tuntut dari dia? Apakah cukup dengan uang? Rumah? Emas permata?” tanya gadis itu sembari mengetukan jemarinya pada pegangan kursi yang terbuat dari kayu secara konstan. Arnav sendiri malah balik memberinya sebuah senyuman yang Raellyn artikan sebagai sebuah senyum menyebalkan.

“Ya, kau benar. Kurasa hanya kematian yang sepadan dengan itu.” Mendengar jawaban dari Arnav sontak Raellyn goyah, ketukan yang dia buat langsung terhenti, wajahnya mengkerut tidak senang. Pria ini sudah gila kah?

“Aku tidak menginginkan kematian Arsene.” Entah mengapa tiba-tiba saja perut Raellyn bergejolak hanya karena memikirkan kemungkinan buruk tersebut. “Membicarakan kematian adikmu dengan sangat mudah membuatku sadar bahwa reputasimu benar-benar buruk Director Arnav.”

Anehnya bibir sensual pria itu malah menyeringai geli dan bukannya tahu diri, hal yang membuat Raellyn semakin geram padanya.

“Aku sedang tidak membicarakan soal Arsene, aku sedang membicarakan tentang kematian pria kurang ajar yang menggoda dan mencampakan adik perempuanku, hasil dari rekaanmu sendiri beberapa saat lalu.” Bahkan kalimat yang dia sebutkan terdengar main-main seolah sengaja untuk mengejek Raellyn.

“Jangan berbelit-belit Sir Arnav. Intinya aku menuntut pertanggung jawaban dari adikmu. Dia harus menikahi aku!” tegas Raellyn, suaranya meninggi.

“Permintaanmu ditolak.” Kali ini Raellyn bisa melihat betapa seriusnya pria itu. Dia sudah seperti sebuah bencana, dimana setiap perkataannya, ekspresi wajah yang dibuatnya, terlalu sulit untuk diprediksi. Malah terkesan berubah-ubah laksana cuaca.

“Apa maksudmu ditolak?” Raellyn tentu tidak terima. Usahanya untuk ini akan terbuang sia-sia begitu saja. Padahal dibutuhkan banyak persiapan untuk mendatangi pria ini secara illegal.

Director Arnav menaikan sebelah tangannya lagi keatas meja. Membuat telapak tangannya menyangga salah satu pipi pria itu. “Aku tidak bermaksud untuk membuat situasi yang kau buat ini bertambah lucu, Miss. Hanya saja kenyataannya adikku memang sudah menikah. Kau itu hanya selingan bagi Arsene. Ya, bisa dibilang kau selingkuhannya.”

Raellyn melemparkan tatapan gusar ke arah pria itu. “Kau hanya berusaha menutupi kesalahan adikmu! Tidak mungkin aku diduakan dan sudi menjadi selingkuhan orang!”

Senyum tersungging di ujung bibir Arnav. Dia seperti sedang menertawakan Raellyn dan mencelanya dengan ekspresi itu.

Wajah Raellyn memerah dan dia menelan ludah. Bukankah itu pernyataan yang mustahil. Bagaimana bisa? Arsene yang dia cintai tidak mungkin suami oranglain. “Tidak mungkin—”

“Biar aku perjelas kembali situasinya. Adikku sejak awal memang sudah menikah dengan Miss Sylvia. Kau bukan kekasih pertamanya, melainkan wanita simpanannya. Untuk itulah aku hanya akan bisa menawarkan materi. Jika kau bertanya, apa aku percaya bahwa adikku menggodamu? Terus terang saja iya, aku percaya. Sebab hanya wanita gila yang akan menyerbu masuk ke dalam kantorku dengan cara yang tidak terduga. Terlebih aku terkesan karena kau berani menodongkan sebuah pisau lipat sembari menceritakan kisah luar biasa yang bisa dengan mudah dipastikan. Oh … tapi jangan salah, kau itu bukan satu-satunya wanita yang datang padaku dengan cerita yang sama.” Otot di kening Raellyn berkedut lagi. Arnav hanya mengulum senyumnya seolah menikmati setiap perubahan ekspresi dari wajahnya.

“Ah, dari ekspresi yang kau buat aku bisa menebak sepertinya kau masih kesulitan untuk menerima ya? Biar aku persempit lagi persepektifnya. Karena Arsene adalah orang yang terkenal di industri hiburan, mulanya kami mencoba untuk menutupi soal asmaranya. Tapi melihat kini publik sudah tahu soal rahasia kecil itu, kami tidak punya pilihan lain untuk membuat konfirmasi resminya. Sekarang aku bahkan sedang menunggu keponakanku, karena Miss Sylvia sedang mengandung. Kalau kau penasaran kenapa acara pernikahan yang tertulis di koran dilaksanakan secara terlambat. Sebenarnya itu hanyalah penegasan kembali sumpah setia mereka sekaligus sebuah propaganda belaka agar terlihat seperti sebuah pernikahan mereka yang sebenarnya di mata masyarakat.”

Air muka Raellyn kini pucat pasi. Kepalan tangan yang sudah siap untuk dia gunakan mengancam Arnav, kini lunglai di sisi tubuhnya. Pikiran gadis itu sibuk melanglang buana. Beberapa opsi dan kemungkinan di kepala membuat wanita itu kehilangan kekuatannya. Keputusasaan tiba-tiba saja hadir dan menjadikan suaranya berubah parau tatkala menanggapi perkataan sang director. Dia bukan tipikal orang yang mudah percaya, namun untuk sekarang entah mengapa dia merasa goyah.

“Aku butuh bukti.”

Kini giliran Arnav yang melempar kertas yang beberapa saat lalu hendak dia ambil dari lacinya. Sebuah kertas yang adalah surat resmi pendaftaran pernikahan tertulis jelas di kertas itu. Raellyn meraihnya dan tersentak melihat bukti yang terlalu konkret untuk dapat dia sangkal. Arsene-nya sudah menikah.

Hal menyebalkan yang paling membuat wanita itu tidak bisa percaya adalah bahwa selama ini dia sudah diperdaya dan dijadikan sebagai wanita simpanan oleh pria itu. Ketulusan yang dia berikan pada Arsene benar-benar dibalas oleh penghianatan menjijikan. Rasa nyeri meremas dadanya begitu kencang. Tapi Raellyn berusaha mati-matin untuk tetap tegar dan tenang selepas membaca benda itu dan menyodorkannya kembali pada Arnav.

“Apa itu sudah cukup menjelaskan kesalahpahaman yang terjadi diantara kau dan adikku?” Arnav berujar dengan nada meledeknya seperti sedia kala.

Raellyn menghela napasnya. “Ya, itu kejutan yang membuat jantungku berdebar-debar.” Sebetulnya itu bahkan lebih dari sekadar itu. Hatinya tercabik dan hancur sekarang. Benar-benar tidak tertolong lagi.

“Satu juta dollar adalah penawaran pertama dan terakhirku, tidak ada negosiasi lanjutan untuk ini.” Arnav bangkit dari kursinya, pria itu tiba-tiba saja berjalan dan mengitari mejanya untuk mencapai tempat dimana Raellyn tengah berdiri. Melihat pergerakan dari pria itu, kontan Raellyn bergegas untuk membuat jarak.

“Mau apa kau?” Kini Raellyn tidak sadar memperlihatkan kepanikan dalam suaranya. Tapi pria itu tidak mengatakan apa-apa. Dia justru terus mendekatinya tanpa mau peduli sekitar. Atmosfer disekitar mereka tiba-tiba saja jadi terasa mencekik.

“Kau dengar aku? Jangan mendekat lebih dari ini!” teriak Raellyn. Kata-katanya memantul dari seluruh penjuru dinding ruangan kerja pria itu. Tapi anehnya di luar sana tidak nampak ada orang yang melakukan pergerakan untuk mencari tahu asal suaranya. Jangan katakan kalau tempat ini—

“Sepertinya kau sudah menyadarinya ya? Tempat ini kedap suara. Dan bukan salahku melakukan ini karena nyatanya kau sendiri yang melempar dirimu untuk aku ‘makan’.”

Raellyn kini telah bersandar pada salah satu rak buku yang berdiri di dinding ruangan tersebut sambil menatap garang pada Arnav. Hal yang membuatnya takut adalah jika pria itu mencoba melakukan sesuatu terhadapnya. Atau minimalnya dia membuka masker yang tengah dia kenakan. Wanita itu sudah berpikir untuk melukai Arnav dengan tendangan atau tinju mautnya. Raellyn bahkan menghitung satu sampai sepuluh, tapi langkah yang mendekat padanya tidak lagi terjadi.

Arnav justu mengarah pada sebuah buffet yang letaknya tidak jauh dari rak yang sedang Raellyn sandari. Pria sempat melirik kearahnya dengan senyuman yang tidak kunjung luntur dari wajahnya sambil menuangkan wine mahal terbaik yang tidak mungkin dapat Raellyn cicipi meskipun dia bekerja keras puluhan tahun kedalam dua gelas kaca yang entah sejak kapan ada disana.

“Apa kau mulai tergoda dengan penawaran dariku?” tanya pria itu.

Gambaran rumah sang paman yang terbilang kurang layak, tiba-tiba terlintas dalam benak Raellyn. Satu juta dollar memang besar tapi masih belum cukup untuk membantu pamannya menghilangkan hutang beban menahun atas tanah yang dia gadaikan. Apalagi untuk membantu perekonomian mereka yang sulit karena keperluan sehari-hari. Sebetulnya Raellyn suka dengan gagasan yang cemerlang itu. Namun nominal uangnya masih jauh dibawah harapan. Meski jujur saja dia hampir tergoda untuk menerima tawaran itu.

“Kau pikir begitu? Sungguh angkuh benar tingkahmu, Sir Arnav,” timpal Raellyn.

Untung saja akal sehat dan ego-nya lebih banyak bermain untuk itu. Dia tidak bisa begitu saja mengabaikan harga dirinya yang telah terluka lantaran telah dibodohi sedemikian rupa oleh Arsene. Dia juga tidak ingin begitu saja membiarkan pria yang dia cintai membuatnya patah hati dan sakit sendirian. Jika bisa maka akan lebih baik bila mereka berdua yang rasakan.

Raellyn tidak ingin masuk neraka sendirian. Bila perlu dia akan mengajak orang lain bersamanya. Raellyn akan membalas rasa sakit yang dia rasakan. Gadis itu sudah membuat keputusannya dalam situasi ini.

Tatapan Arnav kembali terfokus padanya, maka kini giliran Raellyn yang juga balas menatapnya dengan intimidasi yang sama. “Jadi?”

“Penawaran merugikan seperti itu apa menurutmu cukup untuk menggoyahkan keteguhan hatiku? Hah, yang benar saja,” timpal Raellyn sambil mendecakan lidahnya untuk meremehkan Arnav.

“Merugikan? Aku bahkan sudah bermurah hati padamu.” Pria itu menaruh minuman yang baru sekali dia teguk keatas nakas. Kemudian membawa tubuhnya untuk berdiri tepat dihadapan Raellyn. Arnav mendesah lelah, sembari mendongakan wajahnya ke langit-langit.

Raellyn meneguk saliva-nya sendiri tatkala dia terpaksa memandangi leher jenjang pria itu dan mendapati bagaimana lekukan indah itu terbentuk. Hal yang mustahil di miliki oleh salah satu director paling berpengaruh dalam kancah dunia hiburan di holywood. Dia punya estetika tersendiri sebagai manusia. Dia seperti mahakarya jika saja attitude-nya lebih baik dari yang dia kenali sekarang ini.

“Lalu katakan apa maumu Miss?” tanya pria itu tanpa memandangnya.

“Sesuatu yang lebih bernilai daripada sekadar uangmu. Ingatlah bahwa kau baru saja mempermalukanku dan menginjak harga diriku.” Raellyn mengulas senyum mengejek padanya.

“Menginjak harga diri katamu? Tidakkah kau lupa bahwa aku juga sudah menawarimu satu juta dollar Miss. Hanya orang tolol saja yang merasa dirugikan atas kebaikanku yang berlimpah seperti itu dariku.” Raellyn bersumpah pria itu sengaja menekan kata tolol diujung lidah untuk mematik amarahnya lagi.

“Uang saja tidak cukup untuk memperbaiki hati yang patah, Tuan Director.”

Hanya jeda beberapa detik saja, pria itu bangkit dari kursinya. Raellyn sama sekali tidak dapat menduga pergerakannya yang sangat cepat dari Arnav. Bahkan sampai tak sadar membuat dirinya sudah terperangkap begitu saja. Pria itu tiba-tiba telah mencengkram dagunya. Gadis itu kontan terkejut bukan main.

Meski berada dalam situasi seperti itu, Raellyn tidak ingin berada di bawah kontrol. Permainan ini tidak boleh di pimpin oleh pria itu jika dia tidak ingin kalah. Maka Raellyn kemudian secara tanggap menggunakan kesempatan yang ada. Dia menyentuh langsung dada sang pria dengan gerakan vertikal menggoda menggunakan jari jemarinya. Begitu tenang dan hati-hati, seolah dia ahli dalam urusan ini.

“Jika tidak memungkinkan bagi Arsene untuk menikahiku. Maka kuberi kau kesempatan emas untuk menggantikannya. Sebab hanya itu satu-satunya hal yang kupikir sepadan untuk menebus tindakan tercela dari saudaramu dan juga rasa malu yang terlanjur diukir oleh pria itu pada keluargaku,” tutur Raellyn sembari memainkan nada bicaranya, dia tidak tahu bahwa akan tiba baginya untuk berlagak seperti ini demi memuaskan keserakahannya.

“Kata-kata yang keluar dari bibirmu sangat sembrono, Miss.” Arnav berbisik tajam pada telinga Raellyn, membangun sebuah rasa kesiagaan dan juga rasa dingin yang begitu menusuk. “Apa perlu ku ajarkan tatakrama yang harus kau patuhi bila berhadapan dengan orang yang lebih tinggi darimu? Bagaimana kalau dimulai dengan merasakan bibir tajammu yang tertutup benda ini lebih dulu agar kau paham posisimu?”

Ah tidak! apapun asal jangan maskernya! Jangan sampai dia membuka maskernya! Dia tidak boleh ketahuan. Arnav tidak boleh tahu bahwa mereka pernah bertemu sebelum ini.

Ketegangan meliputi diri Raellyn. Apalagi saat tangan pria itu secara perlahan mulai mencoba membuka maskernya. Apakah kedoknya sekarang akan terbuka?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status