Seseorang menghentikan lamunan Kiran. "Ibu?" Kiran terkejut ketika Kora Wang menepuk pundaknya"Apa yang kamu lakukan di sini?" tatapnya penuh selidik."Ayo kita pulang!. Hari telah sore. Aku tak ingin kena hukuman cambuk hanya karena menunggumu bercengkerama dengan kawan-kawan bengal mu. Jam malam akan segera berlaku!" Suara Kora Wang terdengar tegas. Kumpulan pun bubar.Perjalanan ke rumah, terasa sangat cepat. Banyak orang berjalan terburu-buru, bergegas tiba di rumah sebelum jam malam berlaku.Kiran menarik selimut kasarnya hingga ke leher. Dia mencari kehangatan. Sejak Avena mengatakan bahwa calon ahli sihir terpilih harus pindah ke Kota Shanggu, dia menggigil gelisah. Rasanya tak tega untuk berpisah dengan dua orang tuanya.Setelah bolak-balik gelisah diatas ranjang, akhirnya sampai pada keputusan melegakan."Untuk apa aku berpikir terlalu banyak? Belum tentu aku akan lolos di audisi uji talenta sihir besok. Tidur lebih baik." Kiran tertawa dalam hati.Kiran tertidur pulas ses
Puluhan anak-anak yang akan mengikuti/ audisi bakat, berbaris rapi di bawah podium. Seorang petugas, dari seragam nya jelas seorang militer mengedarkan nomor urut untuk naik ke panggung mengikuti tes bakat yang di pandu Zetta Mui - gadis Peramal masa depan.Kiran mendapat nomor urut 12."Ini adalah nomor yang tidak menunjukkan rezeki tapi juga bukan angka kesialan. Semoga aku lulus audisi nanti" batin Kiran, wajahnya cemberut. Angka tiga adalah nomor keberuntungan bagi Kiran.Di Kekaisaran Qingchang ini, rakyatnya sangat percaya dengan hal-hal yang berbau mistis. Sehingga apapun itu, selalu dikait-kaitkan dengan pembawa sial atau tidak. Dari angka, atau hari, bahkan bulan sekalipun mereka selalu mempercayai ada masa keberuntungan dan ada masa tidak beruntung untuk nomor-nomor tertentu. Bulan ini, angka tiga adalah angka favorit.Alun-alun kota semakin ramai.Setelah semua anak peserta audisi menerima nomor antriannya, Zetta Mui mengundang mereka ke pentas sesuai urutan nomor."Uruta
Jantung Kiran berdegup kencang! Susuran anak tangga pendek menuju podium, terasa seperti lorong panjang menuju kamar kematian. Kiran dipenuhi rasa tidak percaya diri, ditambah kekuatiran kalau-kalau hasilnya uji bakatnya nanti berujung kekecewaanKiran gemetar."Bersikaplah tenang adik kecil. Tarik nafas dalam-dalam dan sentuh kuas ajaib itu.Sekarang!" Zetta berusaha membujuknya.Kiran menjadi percaya diri. Entah mengapa, suara Zetta yang lembut dan ramah, itu membuat pikirannya terasa jernih.Zetta mendesak."Ayo dimulai, satu sapuan kuas di permukaan kanvas, dan semua selesai!" Titah Zetta, kini nadanya memerintah. Sikap ragu-ragu itu membuat dia kehilangan kesabaran dengan cepat."Semoga berhasil!" Kiran menutup mata, memompa semangat dan secara tak terduga dia melambaikan tangan, meniru gerakan Zetta yang dramatis.Plak!Cairan tinta sihir itu, penuh menodai seluruh permukaan kanvas. Semua orang di alun-alun terbelalak. Kiran sungguh ceroboh!Seharusnya dia menyapu kuas untuk
Matahari bersinar tepat diatas kepala. Angin sepoi-sepoi bertiup. Daun-daun Cherry Blossom gugur ke tanah. Hati sepi mengiringi anak itu, Dia meninggalkan rumah tuanya, di pemukiman kumuh. Dua orang berdiri didepan rumah. Mereka melambaikan tangan Yang pria duduk di kursi. Nyaris seperti mayat hidup. Yang perempuan sesekali menghapus airmata di pipi.Tak perlu untuk menjadi romantis, bila menghadapi perpisahan. Kiran sedih. Tapi mimpinya harus terwujud. Menjadi seorang ahli pesona - penenun ilusi adalah tiket sekali perjalanan, keluar dari kehidupan yang susah seperti sekarang.Burung layang-layang terbang. Kiran menatap ke langit, menghela nafas dalam-dalam."Aku harus tegar. Ini adalah jalan menuju sukses. Kelak... jika berhasil nanti, kedua orang tuaku akan di boyong ke kota Shanggu. Kiran pun tegap melangkah pasti. "Kota Begonia akan menjadi masa lalu. Kota Shanggu adalah masa depan." Katanya mantap.Siang itu Kiran telah tiba di stasiun Kota Begonia. Gerbang Kebahagiaan itu nam
Hantu pengurus rumah tangga itu mengantar Kiran dan Chen ke kamar mereka. Di lorong berliku, penuh dengan hiasan tembikar buatan tangan, tampak menghiasi meja pajangan dari kayu cendana. Aroma harum menguar. Dinding-dinding kaku, penuh ornamen makhluk legendaris, di ukir dengan ahli, membuat Kiran merasa seolah-olah berjalan di lorong waktu, menembus ruang masa lalu, ketika dunia masih di penuhi mahluk-mahluk legendaris.Elvira, hantu perempua pengurus rumah tangga itu mengantar Kiran ke kamar yang terpisah dari Chen."Tidak bisa kah kami sekamar?" Kiran terkejut."Penting bagi kamu sekamar, karena latar belakang kami asalnya dari kota yang sama. Kupikir ini akan memudahkan kami untuk menyesuaikan diri di institut ini." Kiran berdalih, setengah memohon.Elvira membalas dengan senyum manis. Tapi terlihat menakutkan. Suaranya seolah-olah berasal dari dunia yang berbeda. Dunia yang jauh, di lembah kegelapan."Darling. Aku tak ingin kepala sekolah memarahiku. Semua diatur dan memperoleh
Makan siang berlangsung dengan cepat. Semua antusias untuk acara pemilihan anggota klub siswa. Kiran dan kawan semeja sejak tadi telah membuat licin semua sajian. Pengurus rumah tangga bekerja cekatan, membereskan semua kekacauan.Mereke bekerja secara sihir. Hantu dan para Peri hanya menjentikkan dua jari, dan piring kotor serta hidangan sisa lenyap seketika dari atas meja. Mengagumkan!Siswa baru, bertepuk tangan memuji. Tentu saja siswa yang terkagum-kagum itu, mereka yang bukan dari keluarga penyihir. Meja di kelompok Kiran salah satunya. Empat remaja uda itu bertepuk tangan keras-keras.Senior-senior institute hanya membuang muka dengan malas. Itu bukan hal yang istimewa di mata mereka. Tapi di luar daripada itu, ada tiga pasang mata siswa baru, anak kelas satu. Mereka menatap kawan-kawan angkatannya dengan mencibir. Mereka bahkan menunjukkan wajah malas secara terang-terangan.Beberapa naik pitam. Lila salah satunya."Siapa mereka? Lagaknya angkuh sekali. Seolah-olah semua kea
Acara makan malam selesai, perkenalan dengan ketua klub pun tuntas. Kiran kembali ke kamarnya. Tapi ia menyimpan rahasia mengantungi 2 buah Pil Aetherion sesuai janji pada Yara - agar merahasiakan ini, termasuk pada Chen, Kenji, dan Lila."Lihatlah. Kami mendapat jatah sumber daya, masing-masing satu pil aetherion. Klub yang hebat bukan?" Kata Lila membanggakan diri. Dua anak lelaki lainnya ikut menunjukkan sumber daya, Pil Aetherion. Melihat Kiran hanya diam sejak kedatangannya, Lila bertanya penasaran. "Tunggu dulu. Apakah klub melukis mu, tidak memberikan jatah sumber daya?" Dua kawannya yang lain ikut menatap penasaran.Agar tak menimbulkan salah sangka, Kiran menunjukkan satu pil yang serupa. Keempatnya lantas tertawa terbahak-bahak. Chen menyela."Kukira... hampir saja aku menyarankan mu pindah klub saja!" Malam itu, empat anak itu semakin akrab. Lila selalu dengan ide-ide seru tapi konyol, dia memberi mereka tantangan."Mulai hari ini kompetisi di antara semua murid baru I
"Lila apa yang anda katakana?" Kiran demikian terkejut. Kata-kata Lila dianggapnya diluar batas. Ia belum belajar tentang sihir sama sekali. Bagaimana bisa gadis itu menantang seorang Pyromancer dari Klan manusia serigala, yang sejak bayi telah berlatih sihir? Kiran merengut mukanya.Ketika itu Jasper mendekati dirinya. Sosoknya dengan jubah Pyromancer, aura menindas seorang keturunan manusia serigala dengan sengaja di keluarkan Jasper – bermaksud menakut-nakuti.Jasper menatap Kiran mulai dari atas kepala sampai ke kaki. Ia berbicara berusaha terlihat ramah."Well jadi kamu ini adalah sang penenun ilusi, seperti yang dihebohkan temanmu itu.” Jasper memonyongkan mulut. Ia tak sudi menunjuk sopanke arah Lila. Jelas Lila menjadi berang.“Apa-apaan kau…” Lila marah. Tapi ucapannya di sela Jasper.Telapak tangan Jasper terarah, menutupi Sebagian wajah Lila. Itu tandanya, ia meminta gadis itu menutup mulut. Dengan serius Jasper menatap Kiran.“Kuharap kamu tidak akan menolak undangan duel.