Seperti rutinitas pagi biasanya Belle menyiapkan keperluan Paman Marlon dan William sebelum berangkat, wanita berumur 23 tahun itu dengan gesit menjalankan tugas yang sudah menjadi santapannya sehari-hari. Semua itu Belle lakukan dengan hati yang riang dan bahagia.Tidak lupa sebagai istri dan ibu yang baik Belle juga memberikan bekal makanan bergizi, selain untuk kesehatan, tentunya bisa lebih sedikit menghemat. Bukan Belle pelit, hanya saja dia baru menyadari ternyata keuangannya menurun drastis sejak William lahir hingga saat ini."Paman, hari ini makan malam di rumah saja ya," pesan Belle sambil menaruh bekal di hadapan Paman Marlon yang sedang mengenakan sepatu."Kau memasak makanan kesukaanku?" tanyanya."Ah, tidak, aku hanya ingin kau sedikit berhemat saja.""Berhemat?" Kening Marlon mengernyit, tetapi belum sempat dia bertanya lagi Belle sudah berlalu di depan sambil menggandeng William.Sejenak Marlon terdiam, dia melirik bekal yang sudah Belle siapkan di depan matanya. Bekal
Dari samping gadis itu Belle menyikut lengan Rose, tetapi sepertinya gadis itu tampak tidak peduli, entah apa yang ada di pikirannya sampai menerima dua orang pria asing. Dengan senyuman yang manis Rose menampilkan wajah terbaiknya, dia begitu ramah sekali, sementara Belle seperti orang kebingungan."Ngomong-ngomong kalian sudah semester berapa?" tanya salah satu pria dari mereka, kalau tidak salah namanya adalah James."Oh ... Aku semester 4, kemungkinan sebentar lagi akan wisuda." Rose mengerjapkan matanya beberapa kali, Belle bisa melihat dengan jelas jika sahabatnya itu sedang tebar pesona. "Kalau kalian?""Kami berdua sudah kerja," jawab yang satu lagi, namanya kalau tidak salah juga Nial.Rose dan kedua teman barunya itu pun langsung akrab, mereka berbicara dengan panjang kali lebar, bahkan melupakan Belle yang masih duduk di situ. Dengan perasaan yang tidak enak semampunya Belle bersikap biasa saja, dia tahu Rose sakit hati oleh Liam, tetapi tidak seperti ini juga caranya.Masi
Undangan pernikahan?Kening Marlon mengernyit saat menemukan selembar kertas undangan di meja depan rumahnya, dengan bingung pria itu pun membukanya dan membaca dalam hati. Alangkah terkejutnya dia begitu melihat nama Gloe Exietera dan Robert Downey yang tertera.Apa-apaan ini, kenapa tidak ada pemberitahuan?Dengan wajah yang merah padam dikuasai amarah Marlon pun masuk ke dalam rumah, mengurungkan niatnya yang hendak pergi kerja. Acara itu tidak boleh dilanjutkan, dia harus bersikeras melarang ibunya agar membatalkan pernikahan tersebut."Belle ...""Isabeau Chambell, kemarilah!""Sayaaang," panggilnya terus menerus.Dari arah dapur Belle datang tergopoh-gopoh, dia baru saja selesai dengan tugasnya, tetapi Marlon sudah berteriak-teriak seperti Tarzan liar. Dengan heran Belle menatap pria itu, karena dia pikir Paman Marlon sudah berangkat kerja sejak tadi."Loh, Paman, ada apa?" tanya Belle panik, apalagi saat melihat wajah Paman Marlon yang menegang, lalu dia pun bertanya lagi. "Buk
"Paman, aku datang." Suara nyaring bocah itu menyambar kuping Marlon, yang tengah menikmati kopi di musim dingin.Dengan terpaksa Marlon Exietera menaruh gelas di atas meja, kepalanya menoleh untuk melihat kedatangan Rose, putri dari Miller kakak tertua di keluarga Exietera. Mereka memang cukup dekat. Rose sering mendatangi rumahnya kapan pun dia inginkan, dan Marlon akan senang hati menyambut.Kantung mata Marlon berkedut saat melihat keponakannya itu tidak sendiri, melainkan datang dengan seorang teman, kesan pertama kali yang dia rasakan bergetar. Padahal, teman Rose terlihat biasa saja, hanya mengenakan kemeja casual dengan bawahan rok di atas lutut, ditambah kaus kaki bewarna pink.Sementara Rose berlari menghampiri Marlon, gadis itu tetap diam di tempat, bahkan wajahnya tersipu merah saat merasakan ditatap begitu intens. Sambil mendengarkan keluhan Rose di sekolah hari ini, kerap kali Marlon melirik keberadaan gadis di ujung tangga, yang kini sudah tertund
Belle menyumpal kuping dengan headseat. Lebih memilih mendengarkan lagu-lagu dari ponselnya daripada mendengarkan celotehan panjang Rose yang membanggakan si Tarzan tua menyebalkan. Selepas bertemu Marlon kemarin, Belle jadi malas mendengarkan cerita Rose, ia hanya mengangguk setiap kali Rose bercerita soal pamannya.Rose bilang Marlon itu teman curhat terbaik sepanjang zaman. Huh! Andai Rose tahu kelakuan Marlon sesungguhnya. Karena Belle tahu Rose sangat menyayangi Marlon dan demi menjaga pertemanan mereka, maka kejadian kemarin sore tidak dia ceritakan. Untuk ke sekian kali, Belle bergidik ngeri ketika teringat apa yang telah dilakukan Marlon kepadanya. Dia merasa dilecehkan."Pamanku itu paling bisa mengerti aku. Dia selalu menyempatkan diri mendengar seluruh curhatanku, meski yang kuceritakan padanya mengenai kampus." Rose sangat bersemangat, mulutnya bergerak cepat memuji sosok Marlon.Bahkan saking semangatnya
Kediaman ExieteraDengan ogah-ogahan Belle mengikuti langkah Marlon, yang menariknya menuju pintu utama Exietera. Dia sangat malu, sungguh! Berulang kali Rose telah mengajak Belle berkunjung ke rumah sang nenek, minta ditemani, sesering itu pula dia menolaknya. Kini Marlon malah menyeretnya menghadap nyonya besar.Setahu Belle nyonya besar Exietera sangat angkuh, ibunya Marlon, tidak lain tidak bukan adalah nenek kesayangan Rose Miller. Selama ini Belle hanya mendengar dari cerita orang betapa buruknya sikap beliau. Meski belum bertemu langsung Belle pernah melihat gambar wanita itu di majalah.Keluarga mereka pebisnis besar, tak heran bangunan tinggi di depannya menjulang kokoh bak singgasana. Belle tidak ingat semalam bermimpi apa? Sehingga bisa berada di rumah ini berhadapan dengan Gloe. Wanita setengah abad, anehnya masih sangat terlihat cantik."Marlon, kau membawa anak s
Marlon rasa cukup untuk perkenalan hari ini. Dia tak menampik jika ibunya dengan Belle tidak pernah menyambung saat bicara. Kedua makhluk halus itu seperti air dan minyak. Sekarang bukan saatnya mendekatkan mereka, ada yang lebih penting dari suka atau tidak sang ibu Gloe kepada Belle, yakni mengubah sedikit sikap kekanakan menjadi lebih dewasa. Jika boleh jujur Marlon menyukai sifat polos Belle, tetapi tidak dengan cengeng.Di sepanjang perjalanan Belle cemberut, mengingat reaksi tak menyenangkan Gloe saat menyebut apa profesi ayahnya, seperti terlihat merendahkan. Ini bahkan baru di awal, dia sudah dibikin sakit hati. Gloe memang sombong.Berdeham sekali, Marlon mengambil perhatian Belle, dan berkata lirih. "Maafkan ibuku, aku pikir kau sudah mengetahui dirinya, jadi kuharap kau mengerti.""Iya, aku mendengar kabar tentang sifat ibumu, tapi tetap saja membuatku kesal.""Kau harus terbiasa oleh celotehan ibuk
Tidak main-main dengan perkataannya, malam itu juga Marlon menikahi Belle. Mengucapkan ijab kabul di hadapan penghulu, hanya disaksikan oleh beberapa orang. Setelah saksi mengatakan sah Marlon menyerahkan tangannya agar dicium Belle, dan berakhir mengecup mesra kening gadis itu cukup lama.Selesai. Kini, sepasang anak manusia yang terpaut usia 17 tahun, resmi telah menikah pada malam kamis berhujan. Ketika Marlon tersenyum lebar sarat akan bahagia, Belle malah terisak misuh.Sungguh! Belle tak pernah menyangka bisa menikah secepat ini? Apalagi nikah dengan Marlon, lelaki tua berbulu domba. Rambut mirip sangkar, berbadan tinggi besar pula."Kau membayangkanku lagi?" tembak Marlon saat menangkap Belle bergidik, dia tahu apa yang sedang gadis kecil ini pikirkan. "Bahkan, kau melihatku masih dengan pakaian lengkap. Bagaimana jika aku telanjang bulat?"Sinting! Seketika wajah Belle merah padam, antara pera