Share

Bab 6 - Ketahuan Rose Miller

"Paman, aku bosan di rumah terus." Belle merengek sambil memainkan rambut boneka barbie yang dibeli oleh Marlon.

Kata Marlon boneka itu mirip dengan dirinya. Mulai dari wajah sampai lekuk tubuh. Kalau begitu kenapa dia tidak menikahi barbie saja? Kadangkala Marlon sangat dewasa, penyayang, sabar, tetapi tetap menyebalkan. Dipikirnya Belle merasa senang disamakan dengan boneka barbie. Bahkan rambutnya jauh lebih indah dari boneka jelek sialan.

Sejak tadi Belle bosan di rumah.

Apalagi setelah ditinggal Marlon sendirian, maka Belle akan frustrasi kalau lelaki itu terlambat pulang. Ini kelewat jenuh, Belle merindukan keadaan di luar, bertemu orang-orang, dan bersenda gurau. Hampir sebulan Belle tidak bertemu Rose, ayah, ibu, juga keempat adiknya. Di rumah Belle selalu melihat Marlon, tidak ada yang lain.

"Kau ingin kita berlibur bulan madu?" tanya Marlon dengan seringai nakal, buru-buru Belle menggeleng.

"Lebih baik uangnya ditabung, jangan boros kayak muka paman." Belle menyahut cepat, mulutnya memang suka ceplas ceplos, bahkan kuping Marlon sudah terbiasa.

"Tapi aku tampan."

"Apa yang tampan dari Tarzan tua, atau seekor Gorila? Ketahuilah paman, rambut sangkarmu serta bulu lebat di dadamu itu mengingatkanku pada kedua spesies tersebut."

Ah, sial! Ujung-ujungnya dihina lagi, Marlon komat kamit tak jelas, berupaya tidak marah meski kesal. Kesabarannya memang patut diacungi dua jempol. Marlon menghormati Belle sama seperti ibunya. Menyayangi, juga mengasihi. Dia tidak ingin gadis kecil itu menangis hanya karena mendengar suaranya yang besar.

"Hmm, iya, kau memang benar." Belle melirik lewat ekor matanya, terkejut dengan pengakuan Marlon baru saja.

Marlon menaikkan sebelah alis, menanti ucapan Belle selanjutnya. Mungkin akan terdengar lebih pedas. "Huh, aku sarankan kau minum vitamin C supaya umurmu panjang."

"Oke, iya. Sekarang bisakah kau mengambil air untukku? Aku sangat haus."

"Kau punya kaki Paman, ambil sendiri saja ya, aku sudah mengantuk."

Seusai berkata demikian Belle pun beranjak menuju kamar, membawa si jelek barbie ikut serta ketika menemukan ide. Meraih spidol di atas bupet, Belle berencana menyalurkan bakat lukisnya, mencoret wajah poselen barbie yang mulus dengan tinta hitam itu. Tidak lupa menulis pada selembar kertas 'Istri sah paman Marlon' lalu menaruh berdampingan.

Ketika daun pintu bergerak, dengan cepat Belle melompat ke ranjang. Membenamkan seluruh tubuhnya dengan sprei, yang dia pikir selimut. Perlahan Marlon berjalan masuk ke kamar, kantung matanya berkedut saat mendapati ranjang tidur mereka berantakan, Belle tak mungkin tidur dalam keadaan kacau balau. Di saat hendak mendekati Belle, langkah kaki Marlon terhenti begitu melihat memo kecil yang cukup menarik.

"Istri sah paman Marlon." Kedua garis bibir Marlon tercebik membaca tulisan Belle, dia berusaha menahan tawa.

Menarik sprei yang ditahan Belle, tanpa aba-aba Marlon menindih tubuh kecil di bawahnya, dan berbisik rendah. "Bell, buka matamu, aku tahu."

"Tahu apa?"

"Kau belum tidur."

"Aku sudah tidur Paman, lihat saja mataku ini rasanya lengket sekali."

"Kalau kau sudah tidur, mulutmu tidak berbicara."

"Kau tidak tamat sekolah ya, kalau tertidur mata yang tertutup bukan mulut, tentu aku bisa berbicara, dan ..." Mmph! Spontan mata Belle membeliak, saat Marlon membungkam mulutnya dengan liar. Dia sampai kewalahan sendiri menahan bobot lelaki itu sekaligus menyamankan bibirnya yang diterkam.

Belle menangis di dalam ciuman Marlon, teknik berciuman orang seliar Marlon Exietera memang tak memadai. Saat napas Belle terengah barulah Marlon melepaskan, bibir gadis itu tampak bengkak dan memerah. Belle pun menutup wajahnya sambil menangis keras, kerap menepis tangan kokoh Marlon yang berusaha membelainya.

"Sssh, sayang, kenapa kau menangis?" tanya Marlon begitu lembut, sebisanya meredakan tangisan Belle.

"Karena kau menciumku."

"Tentu saja, aku suamimu Bell, jelas aku berhak melakukan apa yang kuinginkan. Termasuk memakan bibirmu."

"Tapi aku tidak ikhlas."

"Jangan konyol, kau itu istriku, bagaimana bisa seorang istri menangis dicium suami sendiri?"

"Istrimu barbie jelek itu, bukan aku!" Menunjuk boneka barbie yang bentuknya tidak keruan, Belle mendorong dada bidang Marlon. Ajaibnya lelaki itu mengalah.

Meraih boneka berikut kertas yang tertulis, Belle melemparnya ke arah Marlon, lantas berbalik memunggungi. Ketika Belle hendak berlalu sesuatu menahan erat perutnya dari belakang. Dengan mudah kedua tangan Marlon membawa Belle kembali ke ranjang. Tidak peduli gadis itu akan menolak, asal kebutuhannya dapat tersalurkan sekarang.

"Nggh, Paman." Erangnya tanpa sadar, meski Belle ingin sekali terlepas, tapi tubuhnya tak menolak.

Marlon menarik diri sesaat mendengar lenguhan Belle, pupil matanya mengecil, menatap sangat dalam. "Ikuti gerakan bibirku di atas bibirmu, aku ingin merasakan sensasi ketika kau juga melumatku."

"Tapi, aku tidak bisa."

"Aku akan mengajarimu, Bell, ayo balas ciumanku!"

Tepat di saat bibir mungil Belle mulai bergerak pelan, mengikuti intruksi Marlon, keduanya terlonjak kaget kala mendengar suara bel. Ting tong! Belle reflek mendorong dada bidang Marlon, tanpa berpikir panjang berlari keluar. Dibukanya pintu sontak senyum Belle melebar. Menemukan Rose yang berdiri sambil memegang sebuah kotak bingkisan.

"Rose!" pekik Belle saking kegirangan.

"Belle, aku mencarimu di mana-mana, kenapa kau bisa di rumah pamanku?" tanyanya tidak mengerti saat Belle melepaskan pelukan, melihat sekeliling mencari seseorang.

Ditanya demikian Belle terdiam seribu bahasa. Otaknya bekerja keras meminta jawaban selain 'paman Marlon sudah menikahiku' aah, tidak.

"Paman, aku sangat merindukanmu, maafkan diriku baru mendapat kabar kau sudah menikah, di mana istrimu?"

Spontan Belle menggeleng kuat, seraya menaruh jari telunjuk di bibir, meminta Marlon agar tutup mulut merahasiakan dari Rose. Tetapi, sepertinya Marlon mempunyai rencana lain, di saat mendapat ide jail untuk mengerjai Belle. Membalas pelukan Rose dengan agresif, tangan Marlon sengaja bergerak memutar di punggung keponakannya itu, lamban laun turun ke bawah, lalu berhenti tepat di pinggang. Heh! Batin Belle menyela seakan tidak terima, tidak suka melihat objek yang hina, di mana ada seorang paman berniat mesum pada keponakan sendiri.

"Istriku ada di belakang," jawab Marlon penuh arti, mencuri pandang ke arah Belle yang merah padam. "Coba kau lihat sendiri, istriku di belakangmu."

Saat Rose berbalik arah mendekatinya, otomatis Belle panik bukan kepalang. Bingung ingin menjelaskan apa jika dia bertanya. "Serius, Bell, sekarang kau istri dari pamanku?"

"Aaa, iya, aku sekarang istri ..." Belle menggantung kalimatnya, sangat takut akan reaksi murka Rose.

"Sialan, kau, Bell!" tekan Rose sambil menunjuk muka polos Belle, sukses membuat jantung gadis itu kembang kempis ketakutan. "Sekarang kau tidak hanya teman dekatku, tapi juga bibi kesayanganku, hahaha."

Bibi? Sementara Rose tertawa, Belle menatapnya seperti orang tolol. Semua berubah semenjak hidup dengan Marlon. Bagaimana bisa seorang gadis yang baru menginjak 20 tahun dipanggil bibi oleh teman sekelasnya, coba jelaskan? Itu konyol. Kalau Marlon memang sudah pantas dipanggil paman, tetapi tidak untuk dirinya, apalagi yang memanggil bibi itu Rose Miller.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status