Semua Bab Black Finger (Indonesia): Bab 31 - Bab 40
48 Bab
Chapter 31: Seperti Manusia
“Kamu akan pergi?” Maria muncul lagi di batas senja. Tepat di samping William yang duduk di sofa yang telah koyak. Perlahan, ia mendekat pada William dan bersandar di bahu William. “Apa seperti ini sifat aslimu?” William menghalau Maria. Seperti siput, hantu perempuan itu menggeliat. “Menjijikkan,” William berdiri. “Kamu boleh tinggal di sini sampai kapan pun,” katanya terkesan tiba-tiba. “Kemarin kamu ingin mencelakaiku!”“Itu kemarin. Kupikir aku berubah pikiran. Punya teman bicara sepertinya tidak buruk.”“White! Ayo, kita pergi!” Diran terhenyak. “Kenapa tiba-tiba?” pikirnya masih tak yakin. Ia memperhatikan perempuan yang sebenarnya belum pernah mengajaknya bicara. Tentang seberapa urgent Maria harus dihindari, padahal matahari belum benar-benar bersembunyi. William menarik sebuah kain hitam yang menutupi sebuah meja hias. Ia kemudian melilitkan kain itu dari kepala hingga tiga per empat tubuhny
Baca selengkapnya
Chapter 32: Suara Tembakan
Lampu jingga yang bergoyang, membentuk siluet tubuh Isabel di dinding menjadi tidak konsisten. Isabel tahu dia sedang diawasi oleh pria tinggi yang sekarang bersandar di daun pintu. Dan Isabel pantas merasa tidak nyaman dengan alasan itu, juga dengan alasan lainnya.“Saya akan kembali ke asrama saja!” Isabel berdiri. Sorot matanya masih terarah pada jejeran papan yang berdecit ketika diinjak. Ryu Laoshi sedikit tersenyum dengan sikap Isabel yang tiba-tiba itu. “Saya tidak ingin menjelaskan siapa laki-laki pembuat onar tadi,” lanjut Isabel. “Apa aku bertanya?” Ryu Laoshi sekali lagi tersenyum. “Aku bisa menebak apa artinya dia bagimu, wanita selalu plin-plan jika sedang jatuh cinta.”“Kami tidak mungkin bersama,” katanya tanpa berharap gurunya itu mengerti. Terlalu rumit untuk dijelaskan dan Isabel ingin tidak seorang pun bertanya. “Biar begitu, kamu tidak bisa mematahkan fakta bahwa kamu suka dan dia peduli. ‘Tidak mungkin
Baca selengkapnya
Chapter 33: Mimpi Misterius Seekor Serigala
William menghilang. Giulian Vasco dibuat sibuk dini hari itu. “Pintu masih dirantai dan digembok dari luar. Tidak ada celah untuk keluar. Lalu, bagaimana mungkin ia bisa lolos?”“Lihat ini, Komandan! Memang terlalu gelap, tapi saya rasa rantai yang mengikat tersangka bergerak,” Giulian Vasco memperhatikan dengan serius CCTV.“Apa ada orang lain di sana?” tanya Komandan Vasco.Rekannya ragu untuk menjawab. “Sepertinya memang tidak ada siapa-siapa,” Vasco menjawab pertanyaan sendiri. “Apa dia seorang penyihir?” tanyanya lagi tidak ditujukan pada siapa-siapa. Jika pun iya, maka asumsi itu akan dibakarnya lebih dulu. “Ini rekaman pukul 01.32, dia sempat mendatangi temannya dan duduk di sisi meja operasi. Kemudian…menghilang! Setelah itu, di dalam ruangan hanya tinggal satu orang. Oh, ya. Beberapa  hari lalu, ada laporan kecelakaan di distrik selatan. Kecelakaan bus. Beberapa penumpang dan supir bus mengalami luka-luka.Tidak terlalu parah. H
Baca selengkapnya
Chapter 34: Pengisap Darah Lain
“Sial!” Giulian Vasco menarik dasi dari lehernya. Pria kulit hitam  itu kemudian menghempaskan dirinya di atas kursi yang bisa berputar 360 derajad. Hidungnya yang besar tidak menjamin ia bisa bernapas dengan baik di tengah kasus yang ia hadapi sekarang. Beberapa hari lalu, kurator Edgar Louis mendatanginya untuk kemungkinan adanya penyelundupan berlian yang berasal dari kerajaan Slavia, reruntuhannya; Slavidion, masih bisa dilihat hingga sekarang. Namun, hubungan tidak baiknya dengan keluarga pengurus istana-istana di Slavidion, membuat Edgar Louis sendiri tidak yakin asal mula Black Diamond yang ia dapat dari sahabatnya, seorang pebisnis batu berharga. Ada tiga di tangan Giulian Vasco saat itu, satu yang ia dapat dari sang kurator. Dan dua sisanya, diambil dari telinga orang yang menjadi tersangka. Tiga benda itu serupa. Hasil uji laboratorium, batu tersebut memilki karakteristik yang mirip dengan batu-batu asal kerajaan Slavia yang kini tersimpan di museum. “Apa
Baca selengkapnya
Chapter 35: Taman Lavender
“Kita tahu mereka tidak akan mati hanya karena sebuah peluru,” Rin tanpa ekspresi. Ingatannya masih terjebak di kejadian dua malam sebelumnya. Ia berada di mobil ketika tak sengaja melihat senjata diarahkan pada William dan Diran. Lalu, Diran tertembak. Sesederhana itu. Namun, apa yang dirasakan Rin tidaklah sederhana. Ia tiba-tiba benci menjadi terlalu pintar. Tidak seperti Isabel yang ditahan oleh Ryu Laoshi, Rin menahan dirinya sendiri untuk tid
Baca selengkapnya
Chapter 36: Bayangan Kelam Dimensi Berbeda
[“Kurung dia! Aku bisa mengatasi Black Finger sendiri!”]  “Aku tahu saat itu dia tidak meminta pendapatku. Dia hanya berbicara padamu. “Cuaca memburuk sejak matahari tergelincir. Sekarang badai salju. Belum lagi habis matahari tenggelam, William keluar dari kediaman Lady Van
Baca selengkapnya
Chapter 37: Seperti Mimpi
Ryu Laoshi melangkah tenang di  koridor antar gedung. Angin bertiup cukup kencang saat itu, membawa partikel salju yang lebih besar. Ia mengusap bahunya sendiri. Dingin akan menyeruak sepanjang malam di Clair Art School dan kekhawatirannya terpatri pada siswinya yang tinggal sendiri di asrama perempuan.  Isabel menarik perhatiannya sejak ia tahu gadis itu menjadi manusia yang paling dilindungi oleh sang raja iblis. Tidak lebih dari itu pada awalnya. Ryu Laoshi bahkan tidak peduli apakah Isabel seorang Denova atau bukan. Isabel tetap akan menjadi remaja yang hanya mengerti sedikit tentang hal-hal yang dilakukan para leluhurnya.
Baca selengkapnya
Chapter 38: Puisi Tak Bertuan dan Cerita Misterius di Baliknya
Cahaya matahari yang masuk lewat celah papan, memaksa Isabel pelan-pelan harus membuka matanya. Ada keengganan untuk bangkit dari mimpi panjangnya saat itu. Mimpi yang membuatnya merasakan bahagia dan sedih bersamaan.“Bodoh!” ucapnya dengan kedipan mata yang lembut. Satu senyum simpul terukir ketika ia menyentuh sisi kanan tempat tidur yang kosong. Tentang pikirannya yang liar, tentang seorang laki-laki, dan tentang perasaan hangat yang menyelimuti batinnya, Isabel merasa ‘bodoh’ menganggap itu semua adalah nyata. Namun, ia terperanjat sejak menemukan setangkai Queen of Rose segar di sisi bantal. Dan dibuat semakin terkejut ketika jendela tiba-tiba saja terhempas, terbuka dan tertutup dengan kasarnya. Lalu, setelah angin itu pergi, sehelai sayap hitam jatuh di pangkuan Isabel. Air mata Isabel jatuh seketika.Sebenarnya, helaian sayap itu tak lebih seperti sayap merpati biasa. Namun, tentang keberadaan Queen of Rose, tidak ada penjelasan lain ke
Baca selengkapnya
Chapter 39: Besi yang Jatuh dari Langit
Mobil Rin berhenti tepat di depan gerbang Clair Art Sachool.“Sampai jumpa besok!” ucap Rin pada Isabel yang baru saja mendorong pintu mobil.Isabel hanya tersenyum ketika sebelah kakinya menapak ke tanah. Pada sahabatnya itu, dan pada matahari yang bersinar esok hari, ia tidak bisa menjanjikan apa-apa. Perasaan seperti itu sudah lama  menderanya, perasaan dimana kematian seolah berada  sangat dengan dengannya. Itu tidak normal, tapi Isabel merasa perkenalannya dengan makhluk abadi lebih tidak normal. Seperti yang J-End bilang, “Aku tidak bermaksud apa-apa, tapi kurasa kalian perlu psikiater!” Lalu, seperti petir yang menyambar, Isabel merasa percuma berharap pada J-End. Rin mungkin bisa menanggapi itu lebih santai, “Dia hanya belum bertemu dengan Black Finger, makanya dia tidak percaya,” katanya.“Mungkin aku memang perlu psikiater? Kukira dia punya cara untuk membuatku melupakan perasaanku,” batin Isabe
Baca selengkapnya
Chapter 40: Keegoisan
“Hei, anak baru! Ada yang mencari kalian!”Isabel dan Rin berpandangan. Tidak terpikir siapa yang Grim maksud. “Ayo!” Rin bangkit dari tempat duduknya.Isabel ikut saja. Berjalan di belakang Grim sambil terus berpikir orang seperti apa yang akan mereka temui. Grim, penjaga sekolah itu, dari tampilannya yang garang, ia patut ditakuti. Siapa yang mau berurusan dengan penjaga sekolah itu? Fredy tentu lebih baik untuk diajak bicara. Namun, Isabel tidak bisa menyingkirkan rasa kasihannya ketika melihat tangan grim yang masih hitam. Isabel bisa membayangkan bagaimana sakitnya itu. Cahaya hitam Black Finger yang memang sebuah kutukan.Isabel mengusap pergelangan tangannya. Bulu kuduknya berdiri setiap kali membayangkan genggaman tangan William yang begitu erat hingga menyakitinya. Sekarang, hitam itu telah hilang, bersama kehadiran setangkai Queen of Rose dan helaian sayap iblis yang tertinggal. “Bagaimana mungkin ini terjadi?
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status