All Chapters of Angkasa Merah di Kota Kertas: Chapter 31 - Chapter 40
95 Chapters
29. HARI KESEPULUH, KAWASAN NORMAL #1
Itu pertama kalinya aku mengalami mimpi buruk sejak Rena bersamaku.Entahlah, aku tidak terlalu ingin memikirkan itu. Yang jelas: aku punya niat meledakkan diri kalau mengingat itu. Sebenarnya ada suatu perjanjian tidak tertulis kalau dia tidak boleh menangis di depanku lagi, dan, ya, kami sama-sama berjanji karena topik masa lalu bisa menyinggung kami berdua—sekaligus. Namun, siapa yang menyangka kalau janji itu dipecahkan olehku?Belum lagi, dia Rena. Gadis yang, kau tahu, kalau ingin jail, dia akan benar-benar jail sampai ubun-ubun. Selama dua hari ini, dia tidak berhenti menggoda. Dia akan berhenti di dekatku, memasang senyum sangat lebar, lalu berkata, “Kau imut kalau menangis. Mau menangis lagi di pelukanku?”“Tutup mulutmu atau aku menangis setiap hari.”“Kalau mau memelukku, belikan aku donat paling enak di muka bumi.”Di sisi lain, aku juga semakin dalam menyelidiki kecelakaan Rena bersama Louist.
Read more
30. HARI KESEPULUH, KAWASAN NORMAL #2
Aku memutuskan ke toko kelontong, meminjam motor butut Kakek. Di sana ada Louist. Jadi, aku meminta bantuannya agar memberi pengamanan ekstra selama kami berada di Kawasan Normal.“Rasanya aku jadi budakmu,” katanya. “Kau yakin?”“Selama aku bisa membuatnya tertutup, kurasa aman.” Dia memberi kunci motor. “Sudah waktunya dia tahu semua ini.”“Yah, aku tahu ini akan terjadi.” Dia memberiku bola karet. “Bom asap dan sedikit gas air mata. Kau bisa membayarnya dengan jam kerja.”“Ini kerja rodi,” kataku. Namun, kami sepakat.Jadi, aku kembali dengan motor yang memiliki knalpot tidak bersuara. Aku meminta Rena memakai hoodie, dan dia tertawa saat aku memberinya topi.“Penyamaran ini lagi. Kau suka, ya?”“Sepertinya satu minggu berdiam di satu tempat membuatmu gila.”Dan tiba-tiba aku mencium aroma tertentu yang cukup mengusik
Read more
31. HARI KESEPULUH, PEMAKAMAN
Begitu meletakkan bunga di makam ayahku, Rena terdiam begitu lama dan aku hanya membisu saat dia mulai menangis. Aku tidak yakin gagasan apa yang membuatnya seperti ini, tetapi tampaknya dia memang akan seperti ini.“Kurasa aku juga akan menangis meminta restu ibumu,” kataku.Dia menendang bokongku.Sayangnya, suasana bersahabat itu tak bertahan lama. Saat di depan makam ibuku, giliranku yang merasa sedih. Benak kecilku tahu kalau selalu memendam—bahwa aku gagal mengikhlaskan kepergiannya. Mungkin aku melupakannya, tetapi rasa sakitnya membekas seolah aku tidak mau itu hilang. Dan tampaknya itu sudah tergambarkan di wajahku karena Rena mulai menyandarkan kepalanya.“Astaga. Kau semakin berani saja,” kataku, mengusap mata meskipun tidak menangis. “Aku punya dua pertanyaan untukmu.”“Kuharap kau tidak sedang menggodaku karena situasinya seperti ini.”“Pertanyaan ibuku. Apa orang yang
Read more
32. NAVIGATOR #1
Hari kedua belas Rena di Rumah Pohon, segalanya meledak.Tepat setelah periode keempat, Regan Reeves mencegatku keluar dari kelas fisika, lalu sekonyong-konyong menonjokku dengan telak. Biasanya dia tak pernah bisa menyentuh wajahku, tetapi kali ini dia berhasil. Aku menabrak pintu, bahkan terbanting hingga kembali masuk ke kelas.Harga diri membuatku segera bangkit, tetapi sungguh, ini menyakitkan.“KAU MENCULIK RENA!” Dia langsung menuduh, berniat menghajarku lagi, tetapi Sir Bram merelai kami tepat sebelum tinjuku bersarang. Dia menahanku, sementara murid-murid lain menahan Regan Reeves.Aku berniat melawan Sir Bram karena akal sehat para penghuni Akademi Grinover pasti sudah hilang untuk menghadapiku. Jadi, aku berontak, berniat lepas dari genggamannya. Namun, tiba-tiba Sir Bram berbisik.“Kalau kau punya waktu melawan, lebih baik pergi dari sini.”Itu membuatku membeku. Sir Bram terkesan bicara di telingaku. Maka
Read more
33. NAVIGATOR #2
Aku tidak tahu apa yang terjadi antara Helva dengan Bu Hiroko. Yang aku tahu: Bu Hiroko tidak kembali sejak bicara dengan Helva.Dia baru muncul lagi saat jam pulang sekolah.Pada waktu itu juga Bu Hiroko langsung menyerangku dengan raut cemas bercampur emosi. Kerutan di keningnya seperti akan menamparku, dan tangannya seperti akan menonjokku. Aku sedang membaca majalah, hingga refleks menjauh begitu melihatnya menghampiriku seperti itu.Aku terhimpit antara tembok dengan Bu Hiroko, ketika dia mencengkeram kausku dengan tatapan sangat tajam.“Charlie, kau tahu apa yang sudah kau lakukan?”“Tidak tahu,” kataku, panik. “Yang mana?”“Kau tahu posisimu sudah terpojok? Apa yang akan kau lakukan?”Aku berusaha berpikir jernih. Sebenarnya aku tidak terlalu khawatir tentang ke depannya. Namun, kupikirkan Bu Hiroko—sudah semestinya dia cemas.Aku menelan ludah. “Kurasa aku haru
Read more
34. NAVIGATOR #3
Area 7 Distrik Lockwood. Ramai. Aku menunggu di persimpangan yang dikelilingi pusat perbelanjaan sembari sesekali melirik ke arah kafe. Ternyata kafe itu tutup. Baru dibuka sekitar pukul 17:30. Helva memperhitungkan segalanya. Dia pasti punya rencana, meski aku tak tahu itu untukku, atau untuk dirinya sendiri, atau untuk tahu tentang Rena. Aku tak punya tempat lain untuk melihat, jadi aku berdiri di halte persimpangan, titik yang paling bisa dilihat kamera pengawas.Kalau Rena iseng melihat layar, ada kemungkinan dia melihatku.Pukul 17:35. Seolah tahu mobil boks yang melintas pelan itu dirinya, aku mengacungkan jempol ke jalan, selayaknya orang mencari tumpangan.Dan dia berhenti. Jendelanya terbuka. Tampaknya dia juga sudah mengerti soal titik buta kamera pengawas. Dari sudut ini, meskipun duduk di kursi sopir, dia tidak akan terlihat. “Masuk,” katanya.Aku baru naik, duduk, dia langsung memerintah. “Matikan ponselmu.”&ld
Read more
35. NAVIGATOR #4
Pada akhirnya, aku kembali ke Rumah Pohon melebihi jam sebelas. Semua itu karena Louist melarang Helva pergi. Maksudku, ya, begitu malam tiba, sembari memastikan tidak ada yang mengikuti, kami pergi ke toko kelontong.Dan Louist menyambut kami, yang cukup membuat Helva takut.Namun, setelah beberapa perbincangan—aku tidak tahu bagaimana—tetapi selama aku tetap di sana, Helva bisa menenangkan diri. Jadi, Louist ingin bertanya banyak hal terkait kecelakaan Redie Lockwood, dan—tentu saja, Helva tidak tahu apa-apa. Dia seperti Bu Hiroko, bahkan balik bertanya, “Itu pembunuhan?”Jadi, kami menjelaskan beberapa hal tentang perkembangan penyelidikan yang membuat Helva terheran-heran. “Kalian menyelidiki semua itu? Sungguh?”“Dia yang paling banyak menemukan petunjuk,” kata Louist, menunjukku.“Bukan hal yang patut dibanggakan,” komentarku.Helva terlihat penasaran denganku. Jadi, kam
Read more
36. OKTOBER 2017, FESTIVAL LOCKWOOD
Empat tahun lalu. Ada yang aneh dengan Festival Lockwood.Semua orang memerhatikan kami dengan pandangan skeptis. Sebagian curi-curi pandang, tetapi ada juga yang langsung memberikan sorot mengerikan. Mereka menjauhi kami. Setiap berjalan, jalan kami selalu lengang. Semua seperti memutar, berusaha menghindari kontak seolah kami tidak pernah mandi.Padahal kakakku itu gadis yang sangat menarik. Aku percaya saat ini dia orang paling cantik di dunia. Dia berdiri dengan blus putih yang ditutup kardigan merah, didukung dengan wajah khasnya yang memikat. Rambut melebihi bahunya terurai, tampak serasi dengan topeng karakter yang tergantung di kepalanya. Mata biru lautnya berpendar penuh harapan, seperti memberi cahaya pada orang lain. Dia tidak pernah menghilangkan senyum dari wajahnya, sehingga satu gambaran yang akan disebut orang-orang saat mendengar nama Alicia Redrich adalah senyumnya.Kuingat, dia memelukku. Secara tiba-tiba. Kami berniat membeli makanan hangat,
Read more
37. HARI KETIGA BELAS, PERGI #1
Kehidupan untuk terlihat normal-ku terus berjalan.Sebenarnya aku tidak ingin bertemu neraka, tetapi memikirkan bagaimana kandung kemihku harus menahan desakan air sampai jam pulang sekolah tiba, tidak mungkin. Jadi, begitu jam istirahat tiba, aku bergegas menuju toilet paling ujung—yang terkenal paling seram—hanya untuk berjaga-jaga kalau Regan Reeves datang mengajakku berkelahi. Toilet itu sepi, tidak ada siapa pun. Aku menoleh berulang kali memastikan sebelum masuk kamar mandi agar tidak ada yang mengikuti. Tidak ada siapa pun, jadi aku masuk ke dalam bilik toilet.Sepertinya telingaku agak tuli saat buang air kecil karena aku tidak dengar apa pun di balik bilik toilet, kecuali suara yang muncul di bilik toiletku sendiri. Jadi, selama dua menit lebih, aku baru keluar, memutuskan cuci tangan, dan terdengar suara gadis berkata, “Cerdas juga memilih toilet paling ujung.”Aku terkejut, hampir melompat karena kupikir salah toilet, tetapi ur
Read more
38. HARI KETIGA BELAS, PERGI #2
Sore harinya, ketika aku berniat meminjam mobil Kakek, di toko kelontong ada Laura yang sedang bercanda dengan Kakek. Akhir-akhir ini Louist disibukkan rutinitas mempersiapkan rencananya. Festival Lockwood tersisa empat hari lagi.Aku masuk melewati pintu kasa, mendapati canda tawa Kakek dan Laura berhenti. Aku tidak sedang ingin bercanda, jadi ketika mereka mengamatiku, aku hanya diam. Laura mengamatiku seperti mencari lelucon menohok.Dan saat aku sampai di meja konter, dia berkata, “Kau kelihatan pucat.”“Oh ya?” Laura memberikan cermin, jadi aku melihat diriku sendiri. Entah bagaimana aku merasa ini wajahku yang biasanya. “Kau meledek, ya?”“Bisakah kau berpikir aku cemas atau sejenisnya?”“Situasinya memang rumit,” kata Kakek. “Kau harus ekstra hati-hati. Aku sudah dengar banyak hal dari Louist. Kau harus lebih banyak memerhatikan gerak-gerikmu. Jangan sembrono seperti biasanya.
Read more
PREV
123456
...
10
DMCA.com Protection Status