Semua Bab Terjebak Cinta Segitiga: Bab 51 - Bab 60
81 Bab
Amarah Venca dan Tara
"Mama Papa Sabtu besok mau nginep, lho. Gantian ama ortu lo, inget kan?" Tara berucap kepada Caca. Sore ini, lelaki itu ngotot mau menjemput istri—sahnya di kantor. Bukannya tanpa usaha, Venca menolak sekeras mungkin ketika Tara telepon. Namun, tetiba saja dia melihat mobil Tara melintas di teras lobi gedung kantornya. "Apaan? Kan gue bilang ada tugas ke Bandung!" hardik Caca lagi, dia mendengkus pelan. "Lagian sore ini lo semena-mena muncul di teras kantor, padahal enggak ada janji sama sekali. Apa lo enggak pikirin perasaan Rani?"Pertanyaan Caca tepat menohon jantung Tara. "Gue 'kan suami lo. Wajar dong, kalo jemput walau dadakan!" sentak Tara lagi, kabin mobil itu serasa menegangkan sekarang, ditambah penghabisa udara panas sore hari, makin membuat hati mereka geram. "Lagi pula, rencana lo keluar kota, emang udah gue bilang setuju?" Tara menyentak tanpa melihat istrinya itu. Tangannya sibuk memutar setir. Wajahnya tiada raut, teg
Baca selengkapnya
Venca Kacau
Malam ini rasanya sulit untuk Tara lewati. Matanya masih mengawasi pintu gerbang indekos Venca dari mobil. Dengan perasaan yang tidam bisa dia jelaskan dengan kata. Beberapa jam berlalu menunggu, gadis itu belum terlihat sama sekali. Dan, lelaki itu mulai kesal, menggeram tak tentu.Dalam hatinya bertarung, buat apa dia menunggu di sini? Sungguh sangat tidak penting. Mengapa tidak telepon saja? Ya, itu telepon. Lelaki itu cepat-cepat keluarkan ponsel.dari saku celana.Namun, Tara lupa, beberapa kali dia coba tidak diangkat, akhirnya tersambung dengan kotak suara. Dari tadi pun sudah begitu. Lagi pula, dia hanya ingin meminta maaf, itu saja. Tidak lama, ponselnya malah berdering.Nama yang muncul, Rani. Tara setenguah mati mengawasi tempat dia berada, jangan sampai Rani tahu dia ada do drpan indekos Venca. "Hallo, Ran?" sapa Tara."Sayang, kamu ke mana? Apa nginep di rumah ..."Suara Rani terputus, sebenarnya
Baca selengkapnya
Lari Dari Jakarta
“Emang, teteh bener-bener suka sama Bang Re?”Malam itu Safia bertanya dengan lugu ke Venca. Tentu saja, gadis itu melarikan diri sejenak dari Jakarta. Revan mengantarnya ke Bandung. Alih-alih, pria itu minta Venca mengurusi perusahaannya yang akan segera dia tutup di Bandung.  Safia menemani Venca menginap di hotel dekat rumah mereka. Sementara Revan, tidur di rumah orang tuanya. Pria itu tentu saja khawatir, dia tahu hancurnya Venca ketika di Jakarta, dan juga membiarkan malam yang penuh pertanyaan dari Revan, lewat begitu saja. Alias, Venca belum mengatakan apa pun!Terang saja, gadis berhijab itu serba salah ditanya begitu. Ada rasa hangat sekaligus dingin menjalari dalam hati. Dan dia tidak tahu apa itu namanya.“Pak Revan,” ujar Venca, suaranya tersendat sambil menatap Safia yang berbaring di sampingnya.  “Halah, pake bapak segala,” sangkal Safia dengan riangnya. Gadis itu baru saja mengajak Ven
Baca selengkapnya
Kegelisahan Tara
Sementara, Tara di Jakarta masih kebingungan, perihal Venca yang masih belum bisa ditemukan. Ke mana dia?Juga, dia harus memberikan jawaban kepada orang tua Venca yang tadi menanyakan anaknya itu.Malam ini pun masih sama seperti kemarin, pikirannya melayang, ponsel istri sah—nya itu aktif, namun tak satu pun pesan dibalas, atau teleponnya diangkat. Kesal sebenarnya, Mama dan Papa ngotot supaya Tara dan Venca tinggal di rumah mereka. Kepalanya tetiba pusing, mau pecah rasanya.  Venca sengaja menyetel diam ponselnya. Dia tak ingin diganggu dulu oleh siapa pun!Rani yang sedang menonton tivi di sampig Tara merasakan kegelisahan suaminya itu. Tentu saja, suaminya tak pernah bercerita apa pun, apalagi soal malam itu. Ketika Venca tetiba menghilang.Tara tidak tinggal diam sebenarnya, dia juga mencari ke indekos Venca. Bertanya ke satpam yang mejaga. Keterangan satpam itu, Venca tidak pulang sejak kemarin malam.Ternyata, Venca mengi
Baca selengkapnya
Kegelisahan Tara II
Malam itu berhasil dilewati Tara paling tidak Rani tertidur setelah lelaki itu mengelus punggungnya pelan dan lembut. Dan memang selama ini sentuhan Tara selalu berhasil meredam segala perasaan Rani. Emosi atau juga kemarahan, perempuan itu terpejam, walau sebenarnya, dia masih bisa tahu sedang apa Tara di sampingnya.Raga Rani masih ingin lebih sentuhan Tara, seperti tadi bercinta gila-gilaan, perempuan itu senang, tidak memikirkan apa pun! Terkutuklah hormon ini, perempuan itu tidak bisa menahannya sama sekali. Dia tertidur, sebentar mungkin.Tara terjaga, dia masih memikirkan Venca, ada di mana dia? Dan bagaimana apakah dia baik-baik saja? Apa sudah makan atau bagaimana?Rasanya tidak cukup mencarinya kemarin. Padahal setelah dari indekosnya, dia sengaja ke kantornya, menunggu di lobi mendekati jam pulang kerja. Tetapi nihil, gadis itu tidak terlihat sama sekali.Lelaki itu menghela napas, lelah. Apa yang akan dia jelaskan nanti kepada Ibu dan Bapak Ve
Baca selengkapnya
Sabtu yang Cerah
 Mungkin, pagi yang dialami Tara dan Venca berbeda.Gadis itu pagi ini, mulai berbenah di kantor yang Revan akan tutup.Dibantu beberapa karyawan yang ada di sana. Gadis itu sibuk mempersiapkan berkas dan juga sebagian dokumen yang akan dikirim ke pengacara yang akan menangani perusahaan ini. Dia berkutat sendiri di meja kubikal yang dipinjamkan sekretaris Gibran.Sementara itu, di ruangan Revan. Gibran—yang sempat kaget soal penutupan perushaan, sekali lagi meyakinkan Revan.“Lo yakin soal keputusan ini, Re?” tanya Gibran, sungguh dia tak percaya juga sementara masih ada beberapa pekerjaan yang belum diselesaikan.“Yakin. Perusahaan bokap di Jakarta butuh kerja keras banget ngebangunnya. Makanya gue perlu beberapa karyawa di sini buat pindah ke sana, termasuk elo,” tukas Revan. Dia memasukkan beberapa barang ke dalam kardus yang ada di atas meja.Sementara Gibran memerhatikan gelagat sahabatnya itu
Baca selengkapnya
Persoalan Tara
 Mata Tara membelalak, tak percaya. Juga sejujurnya dalam hati dia tidak tahu ke mana Venca pergi. Kasih kabar saja tidak.“Kamu mulai bohong, Tar?”Lagi-lagi, semua omongan Mama membuat lelaki itu membeku di tempat, Dia mencoba berlaku se-normal mungkin. Lantas meletakkan cangkir kopinya di atas meja.“Aku enggak bohong, Ma. Cuma tadi, Tara lupa ke mana Venca pergi. Karena dia buru-buru,” balas anak itu lagi.“Mama ndak suka kalo kau bohong, Tara,” ucap Mama, mata wanita tua itu berkaca-kaca.Hati Tara tak kalah kebat-kebit, di dalam dia mengkhawatirkan segala hal yang buruk. Ingin rasanya dia berteriak sekeras mungkin. Agar beban ini sedikit ringan.“Lagi pula, udah Mama bilangi, Venca itu berhenti kerja saja. Kenapa, si, kalian ini enggak pernah mau dengar perkataan Mama.”“Tara cuma pikir, itu kesenangan buat Venca. Mana tega ngelarang kalau dia sangat menyukai pek
Baca selengkapnya
Keputusan Tara
 “Sejujurnya, Tara akan menceraikan Venca. Dia berhak bahagia. Tara sudah tak peduli lagi, meski semua akan dibekukan, atau hidup tanpa fasilitas. Venca berhak memilih suami yang lebih baik dari Tara,” tuturnya lagi dengan mantap dan tenang. Seperti itu dia bersikap, lantas bangkit dari duduknya. Dengan bendungan air mata dan kemarahan yang selama ini lelaki itu tahan.Sementara, dada Mama makin sesak mendengar hal itu. Badannya semakin melemas terduduk di sofa.Lantas, Papa bertitah. Dalam hatinya geram sangat, segala jerih payahnya akan hancur, gegara anaknya durhaka! “Jangan harap hidup kamu akan tenang, Tar bila kamu memilih perempuan itu. Semua itu bukan akhir dari segalanya. Lihat saja, Papa tidak peduli, meski kamu anak satu-satunya.”Ancaman Papa sempat menghentikan langkah Tara menuju pintu keluar. Namun, dia menguatkan hatinya agar tidak tergantung lagi ke Mama dan Papanya. Mungkin dia akan mengundurkan
Baca selengkapnya
Pesona Venca
 Sementara itu, Venca menghadiri makan malam bersama Revan. Tentu saja dia masih ada di Bandung.“Kak, pakai baju ini aja,” Safia yang saat itu sudah duluan siap, memutuskan unyik mengunjungi Venca di hotel tempat dia menginap. Walau Ambu sedikit sinis menanggapi ini, tetapi kehadiran Ayah mampu meredam kemarahan Ambu.Safia menunjukkan gaun yang dia pinjamkan dari butik langganannya. Warna pink, penuh dengan mute-mute, bermodel sederhana. Entah rasanya Venca hanya tidak ingin berlebihan, ini ‘kan sekadar makan malam, begitu pikirnya.“Kayaknya aku enggak pake baju sebegitu mewahnya, Fi,” tolak Venca halus. Dia memilih kemeja formal saja dengan celana bahan serta kerudung warna senada.Safia melemaskan bahu.Venca melihat gelagat Safia seperti kecewa, lantas, gadis itu melihat lagi, baju—yang Safia kenakan. Gaun formal, Caca lantas tidak enak sendiri, dia langsung mengambil baju yang masih Safia pega
Baca selengkapnya
Jabatan Baru Venca
  Mata Revan tidak bisa berkedip begitu melihat Venca melangkah menelusuri ruangan, lalu mendekat ke meja yang sudah dipesan itu. Semua Gerakan yang dibuat gadis itu seperti Gerakan lambat, tentu saja terpana melihat Venca malam ini, gaunnya begitu pas di badan. Riasa wajah yang biasanya sangat sederhana, kali ini menonjol, walau tak terlalu medok terlihat. Pria itu berdiri menyambutnya, lalu menahan napas saat Venca bersalaman dengan Ambu dan juga Ayah, jangan sampai sikap benci Ambu merusak suasana malam ini. Namun Revan mungkin salah, Ambu turut menyambut dengan senyuman ketika menjabat tangan gadis itu. Sungguh, dalam hati Ambu hanya ingin mengerti perasaan anaknya—yang mati-matian mencintai gadis ini. Gibran yang menangkap gelagat Revan yang terbengong-bengong menepuk pundak sahabatnya itu. “Inget, jangan terbang kelamaan,” peringatnya. Lantas suara sahabatnya itu membuat Revan mengerjap. Lantas menoleh ke Gibran.—lel
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
456789
DMCA.com Protection Status