Semua Bab A Few Years Later: Bab 11 - Bab 20
35 Bab
Pertemuan Pertama
          Desakan Samuel, kata-katanya yang sulit dipercaya, dan cengkeraman jari-jarinya di kerah kemejanya. Dipta tak pernah membayangkan situasi ini akan terjadi. Sejak masih di bangku sekolah pun ia tak suka berkelahi. Keyakinan itu bertahan sampai sekarang, ketika ia mulai beranjak dewasa dan kuliah di perguruan tinggi.            Akan tetapi hari ini, satu nama yang terlontar dari mulut korban tabrak larinya telah menghancurkan keyakinan Dipta.              “Lo sahabat Sella waktu SMA? Cowok yang nemenin dia waktu terapi penyembuhan trauma?” tanya Samuel bertubi-tubi. Nadanya suaranya keluar bagai tercekik.            Dipta masih merasakan sekujur tubuhnya kaku saat saling beradu tatap dengan Samuel. Derak hujan menampar-nampar at
Baca selengkapnya
Akhir Pencarian Dipta
          Samuel kurang suka hujan. Terlebih saat ia harus terjebak di tengah Jakarta karena hujan. Pasalnya hujan tidak hanya membuat kendaraan tertahan memenuhi jalan karena banjir dan macet, hujan juga membuatnya kedinginan. Seperti saat ini, ia merasakan pukulan Dipta yang memberi sensasi panas di pipinya. Samuel tidak hanya menggigil kedinginan, ia juga marah karena Dipta menyerangnya.             Beruntung suara teriakan Bobby di luar mobil mengundang satpam apartemen dan penjaga parkir restoran seafood berlari mendekat. Dengan tambahan kekuatan gedoran dan teriakan dua pria dewasa, Dipta akhirnya menyerah. Ia melepaskan Samuel yang mulai kehabisan napas. Gerakan refleks Dipta yang melepasnya tak menyurutkan rasa kesal di benak Samuel, ia justru semakin marah karena Dipta berhenti dengan terpaksa.          &nb
Baca selengkapnya
Bantuan Tak Terduga
         “Lupakan soal itu dulu. Itu urusan kita berdua nanti.” Dipta mengacungkan layar ponselnya yang memuat pesan teks aplikasi dari Roni.            Samuel ingin sekali mengamuk setelah pesan bertabur emotikon sedih itu disodorkan Dipta ke wajahnya. Tapi ia harus tetap tenang di situasi yang ramai ini. Perkelahian di dalam mobil tadi saja sudah memalukan. Samuel harus menjaga image di muka umum agar status artisnya tidak hancur hanya karena cowok culun bernama Dipta.            “Sesuai janji lo. Kita udah mati-matian bawa lo kabur dari UGD. Sekarang tolong bebasin Juna dan Roni. Mereka jadi korban buat menyelamatkan lo. Kalau orang tua lo tau apa alasan lo kabur dari acara perjodohan ke bandara dan akhirnya kecelakaan. Gue rasa mereka bakal—“            “Ssst!
Baca selengkapnya
Martabak Persahabatan
Terjebak di rumah orang kaya yang benci padamu terasa seperti terperosok ke lubang singa. Roni tahu ia pandai mendeskripsikan sesuatu dengan agak berlebihan. Terjun ke dalam prodi Sastra Inggris membuatnya tampak bak pujangga Inggris pada zaman kerajaan abad pertengahan. Tapi kali ini ia tidak berlebihan. Dua gelas jus jeruk di atas meja kaca, belasan toples kue kering, dan senyum ramah asisten rumah tangga sama sekali tidak membantu mencairkan suasana yang terlampau tegang. Juna malah tenggelam dalam kebiasaannya menggerakkan jempol kaki saat mereka menunggu nyonya Ariston berbicara. Kuliah di jurusan Sastra Indonesia dan aktif di teater prodi sepertinya membuat Juna pandai bersandiwara. Roni mengatakan hal ini karena wajah Juna datar. Ulangi sekali lagi. Datar. Polos dan kalem meski sedang dipelototi nyonya Ariston. “Jun, kok muka lo bisa bertahan lempeng kayak jol tol gitu, sih?” bisik Roni. “Iya, dong. Gue menerapkan ilmu teater di jurusan gue den
Baca selengkapnya
Curahan Hati Samuel
          Bendungan Hilir adalah rumah bagi anak-anak Young Bee. Sejak kecil mereka sudah terbiasa tidur sembari menatap hamparan gedung pencakar langit. Dipta dipertemukan takdir dengan Bobby, Juna, dan Roni di Perumahan Benhil Permai. Tidak seperti namanya yang katanya permai, perumahan tempat mereka tinggal justru langganan tergusur banjir. Kendati bermukim di perumahan, empat sekawan itu masih mencicipi segala problematika Ibu Kota dalam masa remaja mereka. Bukan Jakarta namanya kalau tak akrab dengan kemegahan di antara keruhnya banjir dan kemacetan.             Satu hal yang paling Dipta syukuri dari tinggal di Benhil adalah kehadiran Bobby, Juna, dan Roni. Hal kedua yang juga sangat ia syukuri adalah kenyataan bahwa Benhil adalah pusat kuliner Kota Jakarta. Selepas pulang sekolah di SMA 38, Dipta yang uang jajannya paling banyak itu akan diseret Bobby dan Juna ke warung
Baca selengkapnya
Rindu yang Dingin dari Bali
          Udara malam yang dingin memeluk tubuh Dipta tanpa belas kasihan. Ia masih duduk termangu disinari lampu studio yang hampa. Bobby yang terakhir meninggalkannya sendirian setelah tersenyum lelah dan menepuk pelan bahunya. Satu per satu sahabatnya telah pergi dari sisinya yang membeku penuh penyesalan. Tak ada lagi kehangatan dan hati kecil Dipta yang sakit dapat memahami hal itu. Roni dan Juna pasti sudah sangat mengantuk. Mereka pasti sudah lelah terlibat dalam masalahnya dengan Samuel yang seakan tak berujung.             Dipta menggumamkan ucapan terima kasih dari bibirnya yang kelu, tepat ketika jaket gombrong Bobby tak terlihat lagi di ambang pintu. Pemilik jaket merah muda itu sudah bergabung dengan Roni dan Juna, menyusuri jalan pulang. Dipta menarik kakinya dan meringkuk. Malam sudah larut dan ia memikirkan seseorang di Denpasar yang kata ramalan cuaca akan dit
Baca selengkapnya
Pria Aneh di Kuta
Belasan jam yang laluDenpasar, Bali             Tak butuh waktu terlalu lama untuk sampai di Bali. Beranjak tengah hari, Sella sudah keluar dari pesawat. Beruntung liburan “terpaksa” selama lima hari di Jakarta membuatnya tak perlu membawa koper besar. Ia termasuk penumpang yang beruntung karena tak harus berjibaku di tengah kerumunan untuk mengambil koper dari bagasi pesawat. Bandar Udara Ngurah Rai sangat padat begitu Sella berjalan ke pintu depan, bahkan tidak ada ruang bebas untuk sekadar mendorong koper di sela-sela kerumunan orang. Sella berkacak pinggang melihat keriuhan di depannya, perjalanannya sudah tertunda karena ia tak ingin berbaur dengan lautan manusia di bandara.            Sejak kecil, keramaian memang sudah menjadi musuh bebuyutannya. Ia benci harus berdesak-desakkan dengan orang-orang asin
Baca selengkapnya
Masa Lalu Kembali Terulang
          Pukul tujuh malam. Pentas Tari Kecak yang tak pernah berhenti dibanggakan Yose sejak perbincangan santai mereka di restoran bakmi akhirnya dimulai. Hujan tak lagi turun dan membasahi pantai. Yose menari dengan luwes dan memesona di antara puluhan tangan yang terangkat, menyanyikan seruan magis. Lingkaran Tari Kecak dibuat oleh puluhan laki-laki telanjang dada yang meliuk-liukkan tubuh mengikuti irama nyanyian. Kain khas Bali yang mereka pakai semakin terlihat menawan di bawah mata malam. Penggalan kisah dalam pentas itu tampak megah kala diisi oleh kehadiran Yose. Sella tak tahu berapa kali ia tersenyum dan memotret penampilan Yose dengan kamera ponselnya.            Ada ratusan turis dan pengunjung lokal yang duduk bersamanya malam ini. Tapi bagi Sella, hanya ada ia dan Yose di pantai ini.            Men
Baca selengkapnya
Rapat di Bendungan Hilir
          Bagi Dipta, sekarang masih terlalu pagi untuk mendapat omelan. Ia sudah menyumbat telinganya dengan earphone saat turun dari tangga, mempersiapkan diri dari bencana yang akan segera datang. Bencana itu datang lebih cepat, tepat saat Dipta mengunyah roti tawar tanpa selai. Mamanya keluar dari garasi dengan muka merah padam. Gampang ditebak kalau mamanya baru saja mencium aroma tak sedap dari jok mobil yang basah.             “Kamu apain mobil sampai bau sampah kayak begitu? Dipta!”             Dipta tersenyum meringis dengan kunyahan roti di mulutnya. Menit-menit penuh ketegangan berikutnya ia habiskan untuk menjelaskan sebaik mungkin kepada mamanya yang murka. Nada suaranya yang gugup dan penjelasannya yang mulai serampangan membuat Dipta kalah telak. Mamanya menjauhkan kunci mobil dari sambaran
Baca selengkapnya
Jakarta Dream Concert
          Rerumputan tipis di lapangan sepakbola seluas ratusan hektar itu terbasahi serbuk hujan yang mendekap bumi. Gemuruh stadion Gelora Bung Karno menyulut api semangat masa muda yang menyala di hati Dipta dan keempat sahabatnya saat ini. Arloji Dipta yang melingkar rapi di pergelangan tangannya menunjukkan sudah pukul dua siang. Gerimis yang semula menyelimuti Jakarta dalam intensitas kecil kini membengkak menjadi hujan deras yang nyaris melumpuhkan segala aktivitas. Gerobak-gerobak pedagang kaki lima tergusur ke bawah pepohonan rindang. Para pengunjung stadion dengan beragam tujuan menyingkir dari bangunan megah itu, berlindung di bawah atap atau masuk ke dalam mobil masing-masing untuk kemudian beranjak pulang.             Hujan yang menerjang kota Jakarta begitu deras, segalanya lumpuh, kecuali semangat anak-anak Young Bee.       
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234
DMCA.com Protection Status