Semua Bab Di Ujung Senja: Bab 21 - Bab 30
114 Bab
Chapter 21
Redita masih termenung memikirkan apa maksud dari dokter bedah itu barusan. Kenapa dia begitu marah tadi? Karena presentasi kasusnya yang berantakan? Atau karena apa? Tapi apa yang sudah Redita lakukan sampai dokter itu semarah itu kepadanya? Bukankah tadi ia tidak semarah itu? Yang sangat marah tadi Dokter Stefan kan? Sampai menceramahinya panjang lebar seperti tadi?Redita perlahan bangkit, ia memijit kepalanya yang masih terasa begitu pusing itu. Duduk di pinggir ranjang sambil mencoba mengumpulkan energinya. Ia hendak bangkit dari duduknya ketika kemudian Claudia muncul dari depan pintu dengan tiga buah plastik di tangannya."Akhirnya sadar juga, kamu itu bikin heboh saja!" Gerutu Claudia sambil duduk di sisi gadis itu."Kok aku bisa di sini?" tanya Redita acuh dengan gerutuan Claudia, tangannya masih sibuk memijit pelipisnya, berharap sakit kepala yang menderanya itu bisa segera sirna."Kamu ambruk pingsan! Dibawa Dokter Adnan kemari, nih dia beliin
Baca selengkapnya
Chapter 22
Redita sudah berdiri di depan pintu ruang praktek Dokter Stefan, untuk apa? Tentu untuk menanyakan perihal kelanjutan stase bedahnya ini. Apa hukuman yang ia dapatkan dari betapa buruk presentasi kasusnya tadi? Tambah minggu? Itu pasti! Tapi tenang berapa minggu?Satu Minggu?Dua Minggu?Atau malah mengulang stase ini satu kali lagi?Redita menghela nafas panjang, ia mengetuk pintu itu, menunggu sang empu ruangan memberinya izin masuk."Masuk!" suara itu tampak begitu dingin.Kembali Redita menghela nafas panjang, dengan mantab ia menekan knop pintu dan melangkah masuk ke dalam ruangan itu. Ia mempersiapkan telinga dan hatinya untuk menerima apapun yang nantinya akan dikatakan Dokter Stefan kepadanya."Permisi Dokter, saya ....""Duduk!" perintah sosok itu dengan begitu tegas.Redita mengangguk, ia bergegas duduk di depan dokter bedah senior itu. Berharap-harap cemas perihal 'hadiah' apa yang hendak Dokter Stefan berikan
Baca selengkapnya
Chapter 23
Adnan membawa mobilnya dengan segudang pertanyaan di dalam pikirannya. Apa yang terjadi dengan Redita? Kenapa gadis itu sampai menangis segitunya? Apa yang membuat Redita tanpa begitu tersakiti? Kalau bukan karena di marahi Stefan, lalu kenapa kemudian Redita sampai seperti itu? Ahh ... Adnan benar-benar penasaran, namun Redita sama sekali tidak mau buka suara tentang apa yang sudah terjadi kepadanya. Membuat Adnan terus di dera rasa ingin tahu yang tinggi terhadap gadis itu."Kamu kenapa sih, Re?" desis Adnan nelangsa.Jujur Adnan penasaran, namun Redita sudah berkata demikian, ia bisa apa? Memaksa dia bercerita? Memang Adnan siapa sih? Kenapa ia jadi macam anak kemarin sore yang sedang terkena virus cinta? Dia harusnya sudah sangat berpengalaman dengan masalah seperti ini kan? Namun ketika berhadapan dengan Redita kenapa ia begitu lemah?Adnan membelokkan mobilnya ke halaman rumah dan terkejut ketika melihat ada mobil Edo terparkir di halaman rumah. Jadi anakn
Baca selengkapnya
Chapter 24
Redita bangkit dengan malas dari kasurnya. Koas lagi, bagian bedah lagi! Apes! Ia menguap sebentar, menatap lurus ke arah pintu kamar mandi kamarnya. Sedetik kemudian ia bangkit dan melangkah masuk ke dalam kamar mandi, ia harus bergegas mandi dan bersiap berangkat koas, sebuah rutinitas wajibnya selepas mendapatkan gelar sarjana kedokterannya bukan? Jujur makin kesini ia jadi makin malas berangkat ke rumah sakit.Ini semua gara-gara perasaan kurang ajarnya terhadap sosok itu, siapa lagi kalau bukan Dokter Adnan Sanjaya! Lagian kenapa sih dia bisa jatuh cinta pada sosok itu? Kenapa tidak pada laki-laki lain? Kenapa tidak pada Andaru yang jelas-jelas menyatakan cinta kepadanya? Kenapa malah Andaru dia tolak kemarin? Kenapa?Redita sendiri tidak mengerti dengan perasannya sendiri, kenapa dia bisa jadi seperti ini sih? Kenapa malah sekarang seleranya laki-laki matang paruh baya macam Dokter Adnan? Kenapa orientasinya berubah sebegitu ekstrim? Masih bagus sih tidak berubah
Baca selengkapnya
Chapter 25
Adnan bergegas menyelesaikannya operasinya, pikirannya sejak tadi hanya fokus pada Redita, tidak ada yang lain lagi. Untungnya dia masih bisa profesional jadi semua pekerjaannya bisa lancar dan beres."Lanjutkan!" perintahnya lalu bergegas keluar, setelah ini ia mau langsung ke Semarang.Ia sudah dapat sharelock dari anak-anak yang sudah lebih dulu ke sana. Bayangan Redita menangis sesegukan masih terngiang terus dalam pikiran Adnan, membuat Adnan rasanya ingin bergegas lari ke Semarang guna memastikan gadis itu baik-baik saja, ya walaupun ia tahu, kehilangan orang tua masuk kedalam kategori tidak baik."Saya segera kesana, Re. Kamu yang sabar ya!"***Redita belum mau beranjak dari depan gundukan tanah yang masih merah itu. Air matanya masih menitik. Ia tidak percaya dengan semua yang terjadi. Harus secepat inikah mamanya itu pergi meninggalkan dirinya?Redita membiarkan air matanya menitik, rasanya ia sudah kehilangan arah, kehila
Baca selengkapnya
Chapter 26
Redita tercengang luar biasa mendengar apa yang baru saja keluar dari mulut konsulennya itu. Dokter Adnan hendak membiayai semua biaya kepaniteraan klinik Redita? Dia hendak membiayai Redita yang bukan siapa-siapanya ini sampai lulus koas?"Do-dokter serius?" Redita tertegun, ia menatap konsulennya itu.Dokter Adnan tersenyum, ia meraih tangan Redita dan meremasnya lembut. Ditatapnya Redita yang masih tertegun tidak percaya itu. Adnan paham, pasti dia tidak percaya dan menganggap bahwa Adnan hanya bermain-main bukan?"Saya serius, saya akan biayai semua biaya koasmu dan kamu akan menjadi dokter yang hebat, Re!" Adnan kembali meremas lembut tangan dalam genggamannya itu, senyumnya merekah, sebuah senyum tulus sebagai bukti bahwa dia serius dan tidak main-main dengan apa yang sudah ia ucapkan ini."Terima kasih banyak, Dokter!" desis Redita lirih, air matanya meluncur membasahi kedua pipinya. Tidak pernah terlintas dalam pikirannya bahwa akan ada orang yang
Baca selengkapnya
Chapter 27
Adnan membawa mobilnya kembali ke Solo, jujur selain perasaan iba dan kasihan pada sosok gadis yang Adnan gilai itu, ia benar-benar bahagia karena ternyata Redita masih sendiri. Ia menolak residen bedah yang juga mahasiswanya itu. Kenapa dulu Adnan main pergi begitu saja? Kenapa ia tidak menunggu dulu apa yang Redita hendak katakan menanggapi ungkapan cinta dari Andaru itu?"Re ... Ternyata seperti itu? Kamu menolaknya? Astaga kamu hampir membuat aku gila, Re!" senyum Adnan kembali merekah.Ia hampir saja patah hati, sudah patah hati malah, namun ternyata semua yang terjadi tidak sepeti apa yang Adnan bayangkan. Gadis itu masih sendiri, hatinya belum ada yang memiliki. Dan itu artinya Adnan masih punya kesempatan bukan?"Sorry Yud, terserah apa katamu nanti, hanya saja perasaanku tidak bisa di bohongi!" desis Adna sambil tersenyum kecut, pasti Yudha nanti akan mencak-mencak jika tahu Adnan masih akan nekat mempertahankan perasaan cintanya pada Redita.Adn
Baca selengkapnya
Chapter 28
"Kembaliannya buat Bapak saja," Redita menyodorkan beberapa lembar uang, kemudian membuka pintu mobil dan membawa kopernya turun."Terima kasih banyak ya, Mbak!"Redita hanya tersenyum dan mengangguk, selepas mobil itu pergi ia bergegas masuk ke dalam bangunan kostnya. Ia menyeret kopernya masuk ke dalam, merogoh kunci dan memutar kunci itu guna membuka pintu kamarnya."Re, kamu sudah balik?" Yanven terkejut ketika ia menemukan Redita sedang membuka pintu kamar kostnya."Iya, mau bagaimana lagi?" tanyanya sambil tersenyum kecut, ia menatap Yanven yang tampak begitu syok dengan kepulangannya ini."Mama mu baru tadi siang dimakamkan, dan kamu sudah pulang kemari?" Yanven masih belum percaya, ia baru juga sampai beberapa jam yang lalu dari melayat ke rumah Redita di Semarang."Apa boleh buat, mereka yang memintaku pergi," desis Redita dengan berlinangan air mata."Mereka memintamu pergi? Siapa?" pekik Yanven tidak percaya, ia melotot men
Baca selengkapnya
Chapter 29
"Makanlah dulu!"Seporsi nasi liwet itu sudah terhidang di depan Redita, ia hanya tersenyum kemudian mulai meraih sendoknya. Mereka akhirnya berhenti di sebuah warung lesehan yang menjual nasi liwet khas Solo. Makanan wajib yang harus dicoba kalau berkunjung ke Kota Bengawan ini."Harusnya jangan langsung makan yang bersantan, Re. Perut kamu kosong dan kamu ...," Adnan tidak melanjutkan kalimatnya ketika Redita tidak jadi menyuapkan nasinya dan malah menyimak ucapan Adnan."Makanlah dulu," Adnan tersenyum, ditatapnya gadis dengan mata sembab itu."Dokter tidak makan?" Redita menatap Adnan yang hanya tersenyum melihat dia makan."Makanlah, jangan pikirkan aku, Re."Redita kembali tersenyum, ia mulai menyuapkan nasi ke dalam mulutnya. Jantungnya berdegub kencang, terlebih ketika menatap wajah Adnan yang tampak segar dan santai tanpa pakaian dinas dan snelli itu."Dokter sangat baik, entah apa yang akan terjadi pada saya kalau tidak ada
Baca selengkapnya
Chapter 30
“Astaga, Re? Kamu sudah masuk koas?” Claudia terkejut bukan main ketika melihat Redita muncul di parkiran.Redita hanya mengangguk dan tersenyum, ia bergegas meletakkan helmnya dan melangkah mendekati Claudia yang masih tercenggang tidak percaya itu. Sudah ia duga, pasti banyak yang akan terkejut melihat dirinya sudah kembali muncul di rumah sakit untuk melanjutkan kepaniteraan kliniknya.“Re, kamu baik-baik saja kan?” Claudia masih tidak percaya bahwa sahabatnya itu sudah kembali aktif koas lagi setelah kemarin mamanya meninggal dunia.“Baik, aku baik-baik saja, Clo. Santailah!”Claudia hanya mengangguk dan tersenyum, mereka kemudian melangkah bersamaan masuk ke dalam rumah sakit. Dari ujung matanya, Redita melihat mobil yang sudah sangat tidak asing di matanya itu. Itu mobil Dokter Adnan! Sosok itu kemudian turun dan tersenyum ke arahnya, membuat hari Redita menjadi lebih baik, makin baik lagi.Redita hanya men
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
12
DMCA.com Protection Status