Semua Bab Nature Squad: Bab 11 - Bab 20
56 Bab
Bab 11-Takut kehilangan
Setelah sampai rumah, pemuda itu langsung masuk ke dalam kamarnya. Menjatuhkan tubuhnya lelahnya ke atas tempat tidur kemudian kembali terperanjat lalu duduk di sisian ranjang. "Si Sam ngeselin banget sumpah. Dia tidak merasa bersalah sedikitpun." Mulut Bintang terus berkomat-kamit mengeluarkan kekesalannya pada orang yang bahkan tidak sedang bersamanya. "Kenapa lagi?" tanya Bima yang entah masuk sejak kapan. "Astaga Kak membuat kaget saja." Bintang menepuk-nepuk dadanya yang berdebar karena terkejut dengan kedatangan sang kakak yang tiba-tiba. Rasanya dia ingin mencubit ginjal pemuda yang kini sudah duduk di sampingnya. "Mama?" tebak Bima karena biasanya ibunyalah yang membuat mood adiknya berantakan. "Bukan." Jawab Bintang kembali membaringkan tubuh lelahnya. "Terus?" tanya Bima mulai penasaran. "Kepo," timpal Bintang enggan untuk menjawab. Bima berdecak seraya ikut berbaring di tempat tidur adiknya. "Lah, aku ini kak
Baca selengkapnya
Bab 12-Butuh pengakuan
Tok! Tok! Bianca mengetuk pintu ruangan kerja ayahnya beberapa kali. "Masuk," perintah seseorang dari dalam. "Bianca? Ya ampun Sayang kenapa tidak bilang kalau mau pulang," senang Nugroho karena putri keduanya telah kembali. "Bi mau bicara serius sama Ayah," kata wanita muda itu tidak mengindahkan perkataan ayahnya. Ia tidak suka berbasa-basi. "Bagaimana sekolah kamu di London? Pasti seru banget sampai lupa rumah. Anak Ayah makin cantik saja," Nugroho mengalihkan pembicaraan. Pria itu tahu putri keduanya itu akan membahas ap ajika sudah menatapnya dengan serius seperti ini. "Ayah, Bi mau bicara serius," kekeh Bianca tidak peduli dengan semua pujian yang diberikan oleh sang ayah. Pria dewasa itu mendengkus dan mau tidak mau menurutinya. "Ya sudah, mau bicara apa?" tanyanya. "Ini tentang Babas," jawabnya. Nugroho langsung tersulut emosi ketika nama Baskara disebut, seakan sebuah bakteri jahat yang harus ia jauhi sejauh-ja
Baca selengkapnya
Bab 13-Terkabulnya doa
Brisia yang sedang fokus menonton acara kesukaannya langsung bangkit saat melihat adiknya lewat di belakangnya. "OMG! Bi, kok tidak bilang-bilang kalau mau pulang? Aku kan bisa jemput kamu di bandara," kata Brisia seraya memeluk Bianca. Wanita muda itu tersenyum seraya membalas pelukan Brisia untuk mengobati rasa rindunya karena sudah bertahun-tahun tidak bertemu. "Tidak usah repot-repot Kak, lagi pula tadi Bi ke rumah sakit dulu." Jawab Bianca seraya melepaskan pelukannya. "Untuk apa?" tanya Brisia acuh tidak acuh. "Jenguk Babas." Jawab wanita cantik itu seraya menaruh tas yang sedari tadi dijinjingnya. Raut wajah Brisia langsung berubah. Sorot kebencian itu tercetak nyata dalam manik mata bulatnya. "Apa aku tidak salah dengar? Kamu jauh-jauh deh dari anak pembawa sial itu," pinta Brisia dengan sinis. "Kak!" bentak Bianca tidak terima lagi-lagi adiknya dikatakan yang tidak-tidak. "Kakak apa-apaan sih? Masih saja menyal
Baca selengkapnya
Bab 14-Alibi
Pemuda itu sedang berusaha keras menghafal lirik lagunya, sedari tadi ia terus mendengarkan liriknya seraya di tulis ulang dengan alasan akan lebih mudah untuk menghafalnya. "Den, makan dulu," kata Teti dari luar kamar. "Iya Bi, sebentar lagi tanggung," balas Samudra dari dalam kamarnya. ~Persahabatan sejati tak akan pernah matiKenang hari ini, kawan, cerita yang mengagumkan~ Sepenggal lirik dia nyanyikan seraya membayangkan perjalanan persahabatan mereka. Mulai dari pertemuan pertama, terus sering nongkrong bareng sampai akhirnya membuat sebutan yang terinspirasi dari nama-nama mereka, Nature. ~Sempat kita terhasut oleh ego, tak mau saling menyapaNamun, abaikanmu tak sanggup lamaKu menepuk bahumu~ Kemudian menyanyikan lirik selanjutnya dan teringat permasalahan yang sedang terjadi saat ini. Samudra menarik napas dalam lalu mengembuskan perlahan, berharap bebannya terbuang bersamaan dengan angin malam yang masuk karena pemu
Baca selengkapnya
Bab 15-Ketakutan
Dengan kemampuan berlarinya, tidak perlu butuh waktu lama untuk sampai ke ruang Kesenian. Bintang langsung membuka pintu ruangan, mengira bahwa Samudra sudah menunggunya di dalam. Namun, dugaannya salah. Tidak ada seorang pun di sana. Bintang mengumpat. "Kampret! ngapain aku sampai lari-lari kalau tau gini." Untungnya tidak lama kemudian lelaki itu datang dengan gitar barunya. Bintang langsung mengeluarkan semua sumpah serapahnya karena telah dibuat menunggu. "Niat latihan gak sih?" Ketusnya. "Temanku galak amat," ujar Samudra tanpa merasa bersalah sedikitpun. "Gimana rasanya nunggu? Enak gak?" lanjut Samudra membuat kening lelaki itu berkerut sebelum kemudian dia sadar bahwa Samudra sedang membalas perlakuannya tempo hari. Samudra tertawa melihat ekspresi terkejut Bintang. Sebenarnya dia tidak benar-benar sengaja terlambat hanya saja melihat ekspresi kesal sahabatnya itu membuatnya ingin mengerjainya seakan dia sengaja melakukanny.
Baca selengkapnya
Bab 16-Pertemuan kembali
Setelah pulang sekolah beberapa jam yang lalu tidak ada kegiatan yang Dirgantara lakukan selain bermalas-malasan di tempat tidur. Sampai tiba-tiba wajah Binar seakan berada pada semua barang yang ia lihat. Pemuda itu hanya menghela napasnya dan sesekali mengucek-ngucek matanya untuk menghilangkan bayangan gadis itu. Hanya saja semua usaha yang ia lakukan sia-sia, dia tidak bisa menghilangkan bayangan gadis itu di dalam kepalanya. Akhirnya Dirgantara hanya menikmatinya saja. Jika adiknya melihatnya sedang senyam-senyum pada semua barang yang ada di kamar seperti saat ini, mungkin pemuda itu akan dikatakan gila olehnya. Dirgantara semakin hanyut dalam lamunan indahnya sampai suara bell mengacaukannya. Ting tong! "Tolong bukakan pintunya, Bang," teriak Gita yang sedang berada di dapur. Pemuda itu mendengkus, lalu beranjak untuk membukakan pintu. Ternyata yang datang itu adalah adiknya, tetapi dia tidak sendiri, ad
Baca selengkapnya
Bab 17-Penyambutan
Anak-anak Nature Squad yang lain sudah berada di rumah Baskara, mereka sedang mempersiapkan kepulangannya.Ucapan selamat datang sudah terpasang indah dengan hiasan pita biru dan juga beberapa balon berwarna senada.Rain terlihat gelisah karena Samudra hanya membaca pesannya saja. Dia berharap lelaki itu datang agar persahabatan mereka kembali baik seperti dulu lagi."Rain." Panggil Angkasa melambaikan tangan."Ada apa?" Tanya Rain langsung menghampirinya."Tolong pegangi kursi ini. Aku mau membenarkan posisi bannernya," ujarnya.Tiba-tiba terlihat sebuah taksi berhenti tepat di depan rumah, Bintang segera berlari ke dalam untuk memberitahu teman-temannya bahwa orang yang mereka tunggu sudah datang."Siap-siap," kata Bintang memberi komando.Saat pemuda itu masuk, dengan serempak mereka menyambutnya penuh kegembiraan membuat sang empu terkejut sekaligus merasa terharu dengan penyambutan yang diberikan oleh para sahabatnya.
Baca selengkapnya
Bab 18-Rindu
"Bintang," panggil seorang gadis. "Bintang Alvaro," panggilnya lebih lembut. "Kejora? Ini benar kamu Sayang?" tanya pemuda itu sembari mengucek matanya. Gadis itu hanya tersenyum manis seperti biasanya. "Iya, ini Kejora, pacarnya Bintang." Pemuda itu langsung mendekapnya erat, sangat erat seakan tidak akan pernah dilepaskannya lagi. Gadis yang selama ini dirindukannya telah kembali kedalam pelukannya. "Kamu ke mana saja selama ini? Kenapa meninggalkanku? Kamu masih marah sama aku, Jo?" tanya Bintang lembut seraya mengelus rambut indah milik gadis bernama Kejora itu. Gadis itu tiba-tiba mendorong tubuhnya dan raut wajahnya berubah murung. "Bintang tidak akan melupakan Jo, kan?" tanyanya. Pemuda itu menggelengkan kepalanya terlewat cepat. "Tidak akan. Sampai kapanpun Bintang dan Kejora tidak mungkin berpisah. Langit yang telah menjadi saksinya. Bintang hanya untuk Kejora dan begitupun sebaliknya." Bintang mendekat
Baca selengkapnya
Bab 19-Semakin mencurigakan
Mereka telah sampai di Rumah Samudra. Rain segera mengeluarkan uang dari dompetnya lalu memberikannya pada sang supir taksi. Namun, uang itu diambil kembali oleh Samudra dan digantikan dengan uang miliknya. Gadis itu mengerucutkan bibirnya, lagi-lagi pemuda itu menolak uangnya. "Padahal lagi sakit tapi masih saja menyebalkan," kesal Rain pelan meski masih terdengar jelas oleh pemuda itu. "Rumah kamu kok sepi banget? Tante Dewi, om Anton sama Bi Teti ke mana?" Tanya Rain sembari melirik sekeliling rumah besar tersebut. Samudra hanya meliriknya sebentar lalu kembali melangkahkan kaki panjangnya untuk mengambil kunci mobil yang tergantung di tempatnya. "Yuk!" Pemuda itu sudah memegang tangan Rain dan hendak membawanya. "Ke mana? Kamu tuh lagi sakit," tanya gadis itu sekaligus memberikan pernyataan. "Mengantarmu pulang lah apa lagi? Aku tidak akan pernah mengijinkanmu pulang sendiri," jawab Samudra. Gadis it
Baca selengkapnya
Bab 20-Jangan jatuh cinta
Keesokan harinya, Samudra sudah siap dengan seragam sekolahnya. Meskipun wajahnya masih terlihat sedikit pucat, tetapi tidak menghilangkan ketampanannya. Rain terlonjak kaget saat sampai di dapur sudah ada orang yang berdiri membelakanginya. Pemuda itu sedang memasak telur ceplok dan juga nasi goreng. Samudra sudah sangat rapih dengan pakaian sekolahnya, berbanding terbalik dengan dirinya yang masih mengenakan piyama dengan rambut acak-acakan. "Samudra," panggil Rain untuk memastikan apa yang dilihatnya. Pemuda itu menoleh dan tersenyum tipis padanya. "Sudah bangun? Sana mandi! Bau." Gadis itu menatapnya tajam lalu mendekatinya. "Bau ya? ... Hah!" Rain langsung ngacir ke kamar mandi sebelum mendengar teriakan Samudra yang menggelegar. "Bau banget. Gila." Teriak Samudra kemudian tersenyum dengan tingkah Rain yang selalu membuatnya gemas. *** Setelah selesai mandi, Rain langsung pergi ke ruang makan untuk
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status