All Chapters of Takdir Yang Tertunda: Chapter 51 - Chapter 60
143 Chapters
Episode 52
Aku menahan napas, ketika melewati ruang VIP tersebut. Ku urungkan niatku untuk memeriksa kondisi Nafisya, karena masih kulihat sosok Ray di situ. Kulanjutkan langkshku ke ruang praktek dikter Careld. Di sana masih kosong. Dokter muda itu belum kembali sama sekali dari urusannya. Aku hanya termangu sambari membereskan barang-barangku. Karena sebelum pulang harus memeriksa kondisi Isya terlebih dahulu. Rasanya berat sekali kaki ku melangkah ke sana. Tapi memang harus aku paksakan. Berharap nanti setelah beberapa jam yang akan datang, sosok Ray, sudah pergi. Baru saja aku menyibukkan diri dengan pekerjaanku, ku dengar dari arah pintu ada suara langkah kaki menuju ruang kerjaku. Aku tersenyum ketika melihat sosok itu sudah kembali. Tapi senyumku seakan lenyap tertarik dengan bibirku, ketika ku sadari ada sosok lain yang bergeleyut di lengan dokter tampan itu. Seorang gadis yang penampilannya persis banget kayak bule. Selain cantik juga badannya ramping,
Read more
Episode 53
Setelah Aku mengurai senyum lagi buat penghuni ruang VIP lantai 2 itu, aku segera berlalu. Kulewati dokter Careld yang ada tepat di depan pintu masuk ruangan tersebut. "Move!" serunya sambil mengejarku dari belakang. Aku tampak tak acuh. Terus saja ku langkahkan kaki ku meninggalkan dokter tampan itu. "Eh! Kok Aku dibaikan sich?!" tanyanya sambil meraih pergelangan tanganku dan menghentikan langkahku. Aku hanya menghela napas dan menatapnya tak mengerti. "Kamu kenapa, Move?" Baru kali ini aku melihat dokter Careld tampak gusar. "Saya nggak apa-apa, Dok. Malah harusnya Saya yang tanya sama Dokter, kenapa, seperti sedang marah. Marah dengan siapa Dok?" "Dengan Kamu!" jawabnya jujur membuatku mengerutkan dahi. "Dengan Saya? ucapku sambil menunjuk diriku sendiri. Lho, Saya kanapa, Dok?" Dokter Careld hanya mendengus dengan napas kesal. Aku semakin heran, ada apa dengan dokter yang satu ini. Moodnya lagi nggak bagus kali, ya
Read more
Episode 54
Aku terpana mendengar pertanyaan dari wanita uang masih kelihatan anggun dan cantik itu, meskipun umurnya hampir mendekati setengah abad.  Sedang Ray, sampai tersedak mana kala dia sedang meneguk air mineral, mendengar permintaan mamanya Nafisya dan Nathan. Nathan sendiri tidak berekspresi seperti yang lainnya. Mukanya datar, bahkan lebih terkesan dingin dan tak acuh. Yang lebih membuatku heran, papa dari mereka berdua hanya tersenyum tipis mendengar permintaan istrinya. Sedang aku masih bingung dan kaget bahkan terpana, tidak menyadari bahwa di balik pintu sudah ada 2 orang anak manusia menguping pembicaraan kami. "Kamu dapat mempertimbangksn dulu, Move. Tante yakin, Kamu orang yang baik." "Tapi, Tante-" Ucapanku menggantung. Sumpah! Aku bingung mau ngomong apa. Kalau aku terus terang siapa aku yang sesungguhnya pasti mereka akan kecewa sama aku. Tapi kalau aku tidak jujur, akan lebih parah lagi di suatu hari nanti. "Tante, belum
Read more
Episode 55
Keningku beradu dengan keningnya, badanku nubruk badannya. Auto aku meringis kesakitan, karena dahiku terasa nyeri. "Kalau jalan itu matanya dipakai." Aku terhenyak mendengar suara berat itu. Kutatap wajah orang itu. Dan kulihat sosok itu hanya menatapku tak acuh. Akh! Segera saja aku menarik diriku dari badannya. Dan tanpa berkata apa-apa lagi, aku segera meninggalkan dia. Kudengar langkah kakinya mengikutiku. Seketika itu, aku berhenti dan menoleh ke arahnya. "Ada perlu sama Aku?" tanyaku tanpa basa-basi. Dan seseorang itu mendekati dimana aku berdiri. "Jangan nikah dengan Nathan!" titahnya seperti aku ini budaknya. Sesaat aku hanya terpaku lantas tersenyum getir.  "Kenapa masih mengatur hidupKu?" tanyaku tanpa menghiraukan perintahnya. "Karena Aku masih mencintaimu." jawabnya polos persis anak kecil yang belum tahu dosa. "Brengsek!" Dalam hati aku memaki dan mengumpat. Manusia macam apa sich sebenarnya, dia? Mar
Read more
Episode 56
Bodoh! Benar-benar bodoh! Aku berkali-kali merutuki diriku dengan kata-kata makian. Kenapa aku begitu bodoh jadi manusia. Jadi makhluk yang namanya perempuan. Begitu mudahnya hatiku luluh, oleh sentuhan Ray.  Akh- Ingat nama Ray, jadi aku ingin muntahkan semua kemarahan ini, entah sama siapa. Sudah jelas-jelas hubungan aku sama dia berakhir, bahkan akhir dari semua ini adalah orang ke tiga, kenapa aku masih mau disentuh sama dia, dicium dan ... akh- Sialan!! Berkali-kali, aku memaki diriku sendiri. Dan dengan kucuran air dari shower ku guyur ujung rambut sampai kakiku. Rasanya aku jijik dengan diriku sendiri. Mungkin bulan depan, aku sudah harus mengosongkan apartemen Ray. Setidaknya, aku bisa cari kos-kosan yang lebih dekat dengan rumah sakit. Aku sudah nggak mau berhubungan apapun lagi dengan dia. Mungkin itu caraku biar lebih cepat melupakan dia. Nggak mau menerima apapun yang berhubungan sama dia. Bukannya sombong, kal
Read more
Episode 57
Entah, aku kerasukan apa? Tiba-tiba menginjakkan kaki di tempat ini lagi. Tempat yang membuat aku sengsara buat beberapa bulan terakhir ini.  Namun, aku tak berani masuk. Aku menunggu seseorang itu di taman, persis di samping gedung perusahaan miliknya. Sudah ada 10 menit aku menunggu, tapi sosok itu belum keliatan juga. Masih terlalu pagi memang. Waktu belum juga menunjukkan pukul tujuh. Beberapa kali pandanganku kuliarkan kearah pelataran kantor itu, berharap dia datang lebih cepat. Namun harapanku sia-sia.  "Harus lebih sabar." gumamku lirih. Terlihat mobil alphard hitam memasuki halaman depan kantor pengiriman barang tersebut. Dan aku masih hafal betul siapa pemilik mobil itu. Laki-laki yang selalu punya sejuta pesona itu turun dari mobil mewahnya. Tak ada niat aku untuk memanggilnya karena tujuanku ke sini bukan bertemu denganya. Aku sengaja memunggungi laki-laki itu berharap dia tidak melihatku. Karena sesungguhnya sudah tidak
Read more
Episode 58
Ada beberapa detik mereka terpana seolah terhipnotis dengan apa yang kulakukan. Bahkan mereka tidak pernah menyangka aku bisa melakukan ini. Aku sendiri juga tidak tahu, setan apa yang menyerang otakku. Tiba-tiba dengan bringas aku ke kantor Ray dan menampar laki-laki itu sekuat tenaga. Entah, apa Ray merasakan sakit sesakit hatiku bahkan tanganku kebas karena menampar pipinya yang terlihat biru lebam. Hatiku masih mengeras bahkan membatu, karena nggak ada sedikitpun penyesalan karena menamparnya. Baik Ray maupun Dattan hanya bergeming melihat kemarahanku yang dasyat. Mereka sangat paham kenapa aku bisa semarah itu. Terutama Ray. Laki-laki itu harus bertanggung jawab dengan kejadian kemarin, di rumah sakit. Bisa-bisanya dia php-in aku yang berusaha mencoba melupakan dirinya. "Bisa jelaskan, apa maksudnya itu!" Jari telunjukku mengarah pada kertas undangan yang terdampar di atas kerjanya. Ray mendesah dengan napas berat. Seolah ada beban yang t
Read more
Episode 59
Tanpa berkata apa-apa, aku lewati saja orang itu yang kemudian keluar dari lift. Sudah dapat dipastikan di kemana. Oh--hh! Ada yang terasa perih di sudut hatiku. Rasa sakit dan tak rela menyergaku bersamaan. Dan ku lihat Dattan Sergio Sesha, sangat peka dengan kondisiku. Dia merangkul pundaku dengan lembut. Aku tak menyangka, laki-laki ini lah yang jadi penghubung antara aku dan Ray. Seandainya saat itu, Dattan tidak meninggalkan benda pintarnya itu di kamar tidur Ray, mungkin sampai saat ini aku tidak akan merasakan sakit yang begitu dasyat lagi. "Aku antar ke rumah sakit, ya?" suaranya lembut terdengar di telingaku. Dan suara itulah yang 6 tahun silam pertama kali kudengar.  Dan sebenarnya aku peka sekali ketika suara itu tiba-tiba tergantikan dengan suara orang lain. Suara yang lebih berat, namun aku selalu merindu suara itu. Suara Ray yang selalu membuat aku terbangun di malam hari. Dan kini, setelah 6 tahun begitu mudahnya di
Read more
Episode 60
Baik aku dan Careld sama-sama terkejut mendengar suara panggilan itu. Seketika badan kami merenggang, dan menoleh ke arah suara. Dadaku seperti ditusuk duri-duri yang merejam, melihat dua makhluk itu sudah berada di seberang kami berdiri. "Hei,Ray, tumben datang ke sini?" sapa dokter Careld menjawab panggilan dari Ray beberapa menit yang lalu. Di sampingnya bergelayut manja tangan-tangan mungil yang seolah tak mau lepas bahkan sedikitpun tak mau bergeser dari tubuh sang pria. Aku merasakan atmosfer di sekitarku tiba-tiba tersedot oleh makhluk gaib yang membuat aku kekurangan oksigen. Apalagi, ketika dua makhluk itu mendekati kami, rasanya seperti dihantam palu yang bertalu-talu. Tubuhku spontan menyingsut rapat dengan tubuh Careld memberi jalan pada sepasang calon pengantin itu. Sekilas kulihat Ray menatapku dengan sorot tajam, mengisyaratkan sebuah kemarahan mutlak. Aku hanya menarik napas dalam-dalam. Dan ketikan tangan dokter Careld menarik
Read more
Episode 61
Mendengar suara itu Ray bergeming di depan pintu. Tidak ada pergerakan untuk menyusul calon mempelainya ke kamar mandi. Setidaknya hanya sekedar ingin tahu ada apa dengan Isya. Sakit atau cuma masuk angin. "Huek!" Kembali suara itu terdengar, kali ini dari kamar mandi di rumah dokter Careld. Aku dan dokter Careld saling tatap. Kali ini kita satu frekuensi. Aku rasa apa yang aku pikirkan sama dengan apa yang dokter Careld pikirkan. Tanpa pikir panjang lagi aku bergegas masuk ke dalam. Naluri kewanitaanku terpanggil. Nggak mungkin aku biarin keadaan Nafisya seoerti itu seorang diri. Ketika aku melewati badan Ray, aku hanya menghentakkan kakiku dengan keras. Sesaat dokter Careld pun menyusul. Masih dengan napas terengah kulihat Nafisya memuntahkan semua isi perutnya berulang kali. Alu kasihan melihatnya. Mungkin ini untuk pertama kalinya bagi Nafisya. Sungguh, jauh-jauh kusingkirkan perasaan sakit hati itu. Setelah dia selesai dan tak ada lagi ya
Read more
PREV
1
...
45678
...
15
DMCA.com Protection Status