Semua Bab Second Lead: Bab 31 - Bab 40
47 Bab
Surat
     Thalita menarik selimutnya menutupi tubuhnya. Air matanya kembali menetes. Hatinya sangat kacau bukan karena apa yang mereka lakukan tapi dengan keadaan yang sebenarnya.       Arion merangkul Thalita dari belakang, kepalanya mendekati kepala Thalita, dia menyukai wangi rambut istrinya.       "Jangan menantangku. Jika kau berani-beraninya meninggalkanku. Kau akan menyesal," bisik Arion.         Thalita hendak bangkit, namun tangan Arion menahan tubuh Thalita hingga mereka berhadapan. Dia mengusap pipi Thalita dan mencium bibir istrinya yang ranum. Ia menekan tengkuk istrinya memperdalam ciumannya .Thalita menarik mundur tubuhnya.         "Aku mau ke kamar mandi," ucapnya.         Arion mengangguk dan melepaskan pelukannya, dia tersenyu
Baca selengkapnya
Pergi
Arion mengelilingi apartemennya. Dia tidak menemukan Thalita dimana pun. Nomornya juga tidak aktif. Semalam Arion tidak pulang, menghindari Thalita. Pertengkaran mereka membuatnya frustasi. Kini ia menyesal dan ingin memeluk istrinya."Den. Mbok ketemu ini di atas meja makan." Mbok Nur memberikan amplop pada Arion.Arion yang hendak pergi mengurungkan niatnya dan duduk di sofa sambil memegang amplop dari Mbok Nur."Mbok dateng Non Thalita enggak ada di rumah," ucap Mbok Nur. Arion mengusap wajahnya dengan rasa frustasi mengobrak-abrik egonya.Arion terdiam, tangannya gemetar saat membuka amplop dari Thalita. Arion membaca bait demi bait isi surat Thalita. Hatinya tersayat-sayat. Arion melipat surat Thalita yang sudah habis dia baca, begitu terpukul menerima keputusan istrinya. Dia masih belum percaya Thalita sudah meninggalkannya.ThalitaDia melangkah ke kamar Thalita, be
Baca selengkapnya
Mabuk-mabukan
Sebulan kemudian..Sudah sebulan Arion pontang-panting mencari Thalita. Pekerjaaannya juga jadi terbengkalai, hidupnya berantakan, pikirannya hanya pada Thalita.Berulang kali dia ke rumah Renata tapi hasilnya nihil, dia menyuruh pengawal untuk membuntuti Renata ke mana pun pergi. Hasilnya tetap saja sama. Thalita seperti ditelan bumi. Andre sudah mencari keberadaan Thalita, secuil informasi pun tidak ia dapat. Ternyata, Thalita sangat pintar bersembunyi.Arion sangat terluka dengan kepergian Thalita, tapi wajar saja Thalita sangat marah terlalu banyak kejadian di puncak yang membuat Thalita sakit hati semua itu karena ulah dirinya sendiri, Arion meruntuki dirinya."Sudah sebulan, Rion. Apa kau akan terus begini? Ini bukan seperti dirimu. Kau harus menyemangati dirimu sendiri supaya bisa mencari Thalita lagi," ujar Ardi yang sedang menemani Arion disalah satu bar."Hidupku hancur, Dii. Dia
Baca selengkapnya
Melupakan
"Sampai kapan kau di sini, Lit? Aku bukannya mau mengusirmu dari kontrakanku yang tak seberapa ini. Tapi perutmu semakin lama semakin besar lhoo," ucap Davina, sahabat SMA Thalita. Mereka bertemu kembali saat Thalita ingin memeriksa kandungannya.Thalita menceritakan semuanya tentang Arion pada Davina. Temannya itu masih mengingat dengan orang yang Thalita tabrak saat di Bali.Dari awal mereka bertemu, saat Arion memaksa menikah dengannya dan Arion membayar semua hutang-hutangnya, hingga perubahan sifat Arion. Thalita menceritakan semuanya, Davina pun merasa bersalah.Thalita menumpang di kontrakkan Davina, karena bingung mau kemana perginya. Mau ke tempat Renata, takutnya Fara akan tahu dan memberi tahu Arion."Aku masih bingung Vin, mungkin aku akan mencoba pindah keluar kota. Mencoba hidup baru bersama anakku." Thalita mengelus perutnya, usia kandungannya hampir dua bulan."Bicara dengan Arion, Lit. Kalian sudah punya anak. Mungkin dia akan beru
Baca selengkapnya
Tunangan
Setelah menunggu Davina pulang kerja, Thalita mengajak Davina untuk singgah ke restoran Eropa, mungkin bawaan bayi Thalita. Dia ngidam masakan luar.              Awalnya Davina menolak karena makan di restoran seperti itu pasti mahal, tapi dari pada bayi Thalita ngences dia menuruti. Ketika masuk ke dalam restoran, melihat background gambar masakan Perancis saja Thalita sudah menelan ludahnya.          "Lit, tumben kau mau makan masakan seperti ini. Biasa juga selera kamu kampungan,” ujar Davina seraya menarik kursi untuk duduk. Thalita mengelus perutnya yang belum terlalu besar, belum kelihatan seperti ibu hamil.          "Bawaan bapanya, Vin. Bapaknya suka banget masakan Perancis,” jawab Thalita. Mengelus perutnya.         "Sekarang baru aku yakin anakmu bapaknya orang kaya,” sindir Davina dengan tawa kecil.
Baca selengkapnya
Sesuatu terjadi
Fara masuk ke kantor Arion. Laki laki itu sedang sibuk berkutat dengan laptopnya. Tanpa ada suara Fara sudah berdiri di depan meja Arion sambil melipat tangan dengan wajah kesal.Helaan nafas panjang Fara terdengar jelas, tapi yang di depanya sama sekali belum menyadari keberadaannya. Andre yang mengikuti Fara mengambil posisi enak dengan duduk di sofa."Ehemm.""Far, kau datang."Arion melihat Fara sejenak kemudian kembali fokus pada laptop-nya.Fara menarik kursi di depannya dengan kesal sambil melihat wajah tunangan yang menyebalkan. Dia tahu Arion itu gila kerja dan sangat cuek terhadap apa pun. Nilai plusnya Arion bisa menjadi pendengar radio yang rusak untuknya."Kau tahu kan kita hari ini janjian?"tanya Fara tangannya menyentuh meja dan menatap Arion."Hm.""Hanya itu jawabanmu?" Fara mengerutkan dahinya menatap Arion."Aku sud
Baca selengkapnya
Kembali untuk pergi
         Di sinilah Thalita berada sekarang, apartemen mereka, lebih tepatnya apartemen Arion dan password kunci rumahnya masih sama seperti dulu yaitu tanggal lahir Thalita.       Apartemen itu terlihat suram, mungkin Arion jarang pulang dan Mbok Nur hanya datang untuk bersih bersih kemudian pulang lagi ke rumahnya. Thalita menebak.       Thalita masuk ke kamarnya, semua baju-bajunya masih tergantung dengan rapih, tidak ada yang berbeda dari terakhir dia meninggalkan kamar itu. Saat pergi Thalita hanya membawa kopernya yang dari puncak.       Kemudian dia melangkah ke kamar Arion. Kamar yang dia rindukan. Tempat Arion pernah menganggapnya sebagai seorang istri.      Thalita membuka lemari, menyentuh pakaian Arion. Mencium aroma laki-laki itu yang dia rindukan.      
Baca selengkapnya
Menghilang
Arion turun dari tempat tidur dengan malas, badannya tidak enak. Ia memutuskan tidak berangkat ke kantor. Rambutnya yang berantakan dibiarkan saja sambil melangkah ke luar.           "Pagi Den. Mbok sudah buatiin sarapan,” sapa Mbok Nur. Di meja sudah terhidang nasi goreng dan segelas susu.          "Saya belum mau sarapan, Mbok. Nanti saja. Kalau Mbok sudah selesai Mbok bisa pulang saja.” Arion mengusir secara halus, hari ini dia sedang ingin sendiri.          "Baik Den. Kalau gitu sarapannya Mbok biariin  di atas meja." Mbok Nur terdiam, kemudian menunjukkan foto yang sudah pecah."Mbok dateng lihat foto ini sudah pecah.”Arion melihat sebentar, itu adalah foto saat di Thailand bersama Thalita.Segitu ngamuk dia sampai foto juga dia pecahkan, batin Arion.&nb
Baca selengkapnya
Hamil
Thalita hamil Deva terbelalak. Namun ekpresi-nya berubah menjadi santai dan tertawa sinis."Se-brengsek itu aku dalam pikiran kalian! Aku tidak sejahat itu. Aku tahu aku salah tapi, aku---“            "Jangan coba menipuku Deva Mahendra!” Arion kembali menarik kerah Deva dengan wajah ingin membunuh.            Andre dan Ardi kembali memisahkan mereka supaya tidak terjadi hal yang tidak diinginkan.           "Aku memang membencimu, Arion Ortega. Keluargamu yang kaya raya itu sudah membuat keluargaku hancur! Kau kecelakaan dan semua menyalahkan aku, karena apa? Kau adalah anak yang terbuat dari sendok emas yang sangat berharga! Fara, dia sama sekali tidak menganggap aku ada di saat aku dulu selalu ada untuknya, karena kau aku dikirim ke Sydney. Orangtuaku takut keluargamu yang berpengaruh itu men
Baca selengkapnya
Menakutkan
MorganThalita menelan ludah seakan tidak percaya laki-laki itu menculiknya. Dia bukan Morgan yang Thalita kenal, bukan Morgan yang pernah menjadi tunangannya, bukan Morgan yang pernah tersenyum padanya dan bukan Morgan yang meninggalkan acara pertunangan mereka.Dia Morgan, tapi dengan suara yang terdengar tajam. Morgan yang membuat bulu kudu Thalita merinding. Morgan menarik tali lampu meja yang tergantung, kini Thalita bisa melihat dengan jelas wajah Morgan yang menyeringai."Masi ingat dulu kau melarangku ngerokok, melarangku minum dan juga kau akan marah kalau aku begadang. Karena takut aku jatuh sakit."Kalau saja mulut Thalita tidak disumpal dia akan menjerit meraung-raung hingga orang luar bisa mendengar. Thalita membrontak namun semua itu percuma.Morgan menarik ingusnya dengan menggesek telunjuknya ke hidung, tidak ada cairan walaupun suara itu nyaring. Dia seperti orang
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status