Semua Bab Desember Ke-30: Bab 11 - Bab 20
40 Bab
Apa yang Aku Cari?
Aku hanya berbaring seharian di tempat tidur setelah kembali dari Vancouver. Aku sudah menumpuk terlalu banyak pekerjaan yang aku abaikan sama sekali selama di Vancouver. Aku ingin segera menuntaskan pekerjaan tertundaku, tetapi Dokter Acha lebih dahulu memintaku melakukan pemeriksaan.Ditambah lagi ada Bang Nanda yang jadi lebih siaga. Aku jadi khawatir dengan hubungan Bang Nanda bersama wanita yang pernah dia ceritakan padaku, aku jadi tidak enak menerima perlakuan terlalu berlebihan darinya.“Bang, nanti Kana bisa pergi sendiri kok. Bang Nanda enggak perlu setiap saat menemani Kana, ya,” pintaku saat kami menuju rumah sakit.Bang Nanda hanya mengangguk, dia terlihat murung hari ini. Entah apa yang mengganggu pikirannya hari ini, padahal dia selalu ceria saat bertemu denganku.Dokter Acha kemudian segera memeriksa kondisiku, menyarankan agar aku istirahat total untuk dua minggu ke depan. Dia juga memintaku untuk tidak mengabaikan menu makana
Baca selengkapnya
Jadilah Egois Sesekali
Pertanyaan dari Kak Silvia masih terngiang-ngiang, bahkan sampai aku bertemu dengan Kak Jovanka di sebuah kafe di Jalan Diponegoro, di Surabaya.“Ngelamun aja nih,” sapa seseorang yang kukenali sebagai Kak Jovanka.Seperti foto yang selalu dia pasang pada profil kontaknya, dia terlihat sangat cantik dan muda, jauh lebih muda dari usia yang pernah dia ceritakan padaku. “Hai, Kak,” sambutku.“Maaf lama, tadi harus menjemput bocah di sekolah dahulu,” ungkapnya.“Enggak diajak ke sini, Kak?” “Bocahnya yang enggak mau, dia malah minta diantar ke rumah omanya, jadilah aku makin lama di jalan tadi,” urai Kak Jovanka menjelaskan keterlambatannya.Memang benar, ya. Kalau kalimat yang diucapkan oleh seorang editor itu beda, apalagi editor selevel Kak Jovanka. Walaupun tidak bisa disamaratakan, tetapi lihatlah bagaimana pemilihan kata dan penyusunan kalimatnya sesuai KBBI, b
Baca selengkapnya
Dalam Kebingungan
Pertemuanku dengan Kak Jonvanka memang singkat, tetapi berharga. Pertemuan yang diawali dengan ketidaksengajaan kadang membawaku menjadi akrab dengan orang baru, dengan caranya masing-masing. Seperti halnya pertemuanku dengan Bang Nanda dan Dila, pertemuan dengan Kak Jovanka tindak akan menjadi pertemuan sementara, tetapi menjadi pertemuan yang berharga.Sekarang aku harus bergegas, pesawat yang akan membawaku kembali ke Semarang kurang dari tiga jam lagi. Setelah kembali ke hotel, aku segera membereskan barang-barang yang masih berantakan. Aku kemudian segera check out sebelum batas menginapku habis.“Maaf, Kak. Pesanan kamar Kakak masih satu hari lagi. Mohon maaf, Kak. Kalau mau dibatalkan sekarang, tidak ada biaya pembatalannya.”Aku kaget dengan penjelasan dari resepsionis. Dia kemudian memberikan informasi dari pemesanan online-ku. Sepertinya aku kurang cermat saat memasukkan tanggal untuk membuat pesanan hotel.“I
Baca selengkapnya
Babak Kedua Perjalanan
“Dek …. Kalau menurut Kana, bagaimana kalau rumah Ibu dan Ayah kita jual,” ucap Bang Ridwan saat kami sedang duduk santai di halaman belakang rumahnya.Aku terdiam sejenak, mencoba meresapi ucapan Bang Ridwan barusan seraya menyeruput teh hangat dengan irisan lemon buatan Kak Puspa.“Kak Diah dan Kak Maya, bagaimana?” tanyaku balik.“Mereka tidak keberatan, Abang tinggal menunggu pendapat dari Kana aja,” jawab Bang Ridwan.“Kana ikut keputusan Bang Ridwan, Kak Diah dan Kak Maya,” pungkasku.Mungkin sudah saatnya melepaskan rumah penuh kenangan kami, mungkin sekarang sudah saatnya merelakan rumah kedua orang tuaku kepada pemilik barunya. Bang Ridwan, Kak Dinah, dan Kak Maya sudah punya rumah mereka masing-masing. Aku dahulu pernah berkhayal kalau kami semua tidak akan pernah meninggalkan rumah penuh kenangan kami. Semua perjalanan hidup kami tercipta dan berawal dari rumah kedua ora
Baca selengkapnya
Pria Bermata Indah dari London
Aku tiba di Jakarta pada siang hari, sedangkan waktu keberangkatanku selanjutnya masih nanti malam, ada waktu delapan jam lebih untuk berkeliling di CGK, cukup lama untuk menjadi bosan. Namun, perasaan itu tiba-tiba menggelitikku. Aku memperbaiki posisi dudukku, mencoba mencari wajah dia yang pernah aku temui beberapa bulan lalu, berharap wajahnya menjadi salah satu wajah-wajah yang aku lihat hari ini. Perasaan putus asa membuatku sering mengkhayal, terlalu tinggi malah, karena hanya dengan cara itulah aku merasa dekat dengannya. Aku menghela napas, mengembalikan kesadaranku untuk tidak terlalu berkhayal ketinggian lagi, berharap pada hal tidak pasti hanya akan memberikan kekecawaan yang lebih banyak. Pukul tujuh malam aku berangkat menuju Singapura untuk melewati transit keduaku di sana selama 11 jam lebih sebelum pesawat terakhir membawaku ke London keesokan paginya. Perjalanan akan cukup melelahkan, tetapi cukup murah dari pilihan penerbang
Baca selengkapnya
Coksa
Saat London masih ditemani gelap, aku sudah melangkahkan kakiku ke Stasiun London Paddington. Hari ini aku akan menuju kota yang sering dijadikan lokasi syuting film Harry Potter. Kereta yang kutumpangi melesat cepat menuju kota yang memiliki julukan city of dreaming spire, Oxford. Pada hari pertama aku hanya berkeliling di sekitar Universitas Oxford, lebih banyak termenung di depan Radcliffe Camera dengan Cannery Row yang tidak beranjak dari halaman 87 sejak kubaca tadi malam.Aku lebih terpukai dengan keramaian yang silih berganti, aku mendapatkan spot bagus untuk mengamati. Aku mendapatkan frame mangnoli, lampu taman dan puncak Radcliffe Camera di depanku, pemandangan inilah yang berhasil menyedot perhatianku daripada membaca buku dalam genggaman.Rasa terpukai kadang bisa mengalahkan semua rencana yang sudah dibuat, dan itulah yang aku lakukan hari ini. Rasa terpukau bisa sampai di kota kecil ini membuatku lebih banyak termenung, menghirup uda
Baca selengkapnya
Selamat Tinggal, Mimpiku yang Kandas
Aku tetap setia mengambil keberangkatan pagi menggunakan kereta ke destinasi berikutnya. Setelah berpesan pada resepsionis kalau aku akan check out pagi buta, dalam gelap aku membereskan semua barangku. Selama pergi ke Oxford, beberapa barang memang kutitipkan di hotel, agar aku tidak perlu melakukan check in ulang.Dari Stasiun Paddington aku harus menempuh tidak kurang dari satu jam menuju Cambridge. Aku sedikit kerepotan saat membawa koper besar dan ransel ukuran sedang di punggungku, tetapi Cambridge sudah menunggu.Aku harus mampir ke kota yang memiliki universitas impianku yang kandas, setidaknya aku singgah untuk melihat tempat-tempat yang pernah memenuhi khayalan sebelum tidurku. Khayalan tanpa adanya pergerakan untuk mewujudkannya hanyalah kesia-siakan belaka. Aku menyadari kesalahanku cukup lambat, tetapi aku tidak patah semangat, lebih tepatnya aku selalu mendapatkan dukungan dari teman-teman semasa kuliah yang menganggap impian kuliah ke luar n
Baca selengkapnya
Buku Lama dan Pengalaman Baru di Amsterdam
Hostel milik Madam Anneliese memang pilihan ‘terbaik’, aku bahkan hanya perlu jalan kaki menuju ke Dam Square. Madam Anneliese mengatakan aku bisa menyewa sepeda tidak jauh dari hostelnya, tetapi untuk sore ini aku ingin menikmati hari pertamaku di Amsterdam dengan berjalan kaki.Dari hostel Madam Anneliese aku mengambil langkah ke arah barat, setelah berjalan selama tujuh menit aku tinggal belok kiri untuk sampai ke tempat tujuan. Dam Square sudah dipenuhi dengan kerumunan manusia, kamera ponselku langsung sibuk mengambil momen keramaian di depan mata. Aku mendekat ke Royal Palace Amsterdam, kemudian membidik ke Madame Tussauds.Aku memilih mengabaikan Madame Tussauds yang mulai berpendar oleh lampu-lampu dari dalam yang mulai dihidupkan. Dari saku mantel yang kukenakan, aku mengeluarkan bungkusan kecil berisikan biji jagung yang aku dapatkan dari karyawan Madam Anneliese, kemudian aku ikut bergabung dengan beberapa pengunjung lain yang memberi makan pada
Baca selengkapnya
Ketenangan Semu
Aku harus merogok kocek lebih dalam, biaya pengiriman tiga kali lipat dari harga tiga karung umbi tulip yang akan aku kirim ke Indonesia. Namun, tidak apalah, daripada tidak terkirim dan aku bingung mau diapakan ketiga keranjang yang memenuhi tanganku sekarang. Aku tidak mungkin memberikannya pada Madam Anneliese yang katanya sudah biasa dengan kehadiran tulip, Emma juga menggeleng saat kutawari beberapa bibit tulip untuknya.Aku berpamitan dengan Madam Anneliese dan Emma setelah mengurus pengiriman bibit tulip tadi. Madam Anneliese berbaik hati memberikanku bekal pai apel, anggur hijau segar dan mengisi botol minumku dengan jus jeruk.“Aku juga ingin keliling Eropa suatu saat nanti,” ucap Emma yang terdengar seperti sebuah doa di telingaku.Aku mengaminkan doanya, dan berharap dia juga bisa berkunjung ke Indonesia.Tidak menunggu lama, lima menit setelah sampai di stasiun sentral Amsterdam, kereta yang akan membawaku ke Berlin segera bergerak
Baca selengkapnya
Novel Little Woman Cetakan Pertama
Coksa bilang akan menambah satu hari waktunya di Stuttgart sebelum kembali berburu Little Woman cetakan pertama. Dan sekarang, Coksa mengajakku sarapan bersama sebelum dia mengantarku ke stasiun.Tadi malam, saat membereskan barang-barangku di hotel, aku teringat lemon gin yang aku beli di Cambridge, daripada nantinya gin tersebut berakhir sebagai pajangan, aku memilih untuk memberikannya kepada Coksa.“Ini untukmu,” ucapku saat aku dan Coksa sudah menyantap habis Kartoffelsalat.Coksa mengernyitkan dahi, kemudian menaikan alis dan menatapku lama.“Kamu membeli gin?” tanyanya dengan tatapan curiga yang dibuat-buat.“Iya. Ada yang salah? tanyaku balik.“Tidak, hanya saja … menurutku kamu bukan tipe penyuka minuman beralkohol,” tebak Coksa.“Aku memang tidak minum alkohol,” akuku.“Kalau kamu memang tidak minum alkohol, kenapa malah beli gin?” tanya Coksa, s
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234
DMCA.com Protection Status