Semua Bab DOWN UNDER DOWN: Bab 21 - Bab 30
157 Bab
MASIH TERBAYANG
SEMINGGU usai pemakaman militer, Praka Gusti masih terbayang dengan sosok wajah wanita cantik yang dilihatnya beberapa hari lalu. Gadis muslimah seakan telah memikat hatinya. Namun ia tidak memiliki data lengkap tentang sang gadis. Ia hanya tahu bahwa sang gadis adalah anak dari seniornya yang gugur karena tugas di Aceh.“Almarhum ayahnya tertembak di pedalaman Aceh. Satu truk tewas. Ada 24 orang. 12 dari Brawijaya. Ini peristiwa berdarah,” ujar Prada Yusuf, juniornya di Brawijaya, beberapa hari lalu.“Almarhum Mayor Sulaiman memang orang Aceh. Dua tahun lalu pindah ke Brawijaya dan kemudian minta kembali di-BKO-kan ke Aceh. Alasannya karena anak istri di sana. Atas permintaan keluarga, dia dimakamkan di sini.”“Anehnya juga. Saat yang lain minta pindah dari Aceh. Ia mengajukan diri. Ini mungkin yang namanya takdir. Istrinya orang Ngawi. Keluarganya mungkin masih di Surabaya sambil mengurus kelengkapan adminitrasi akhir untuk almarh
Baca selengkapnya
NUNIK
Gusti seperti tak percaya. Ia memandang tak berkedip ke arah depan. Jaraknya hanya sekitar 10 meter. Sesosok muslimah cantik nan anggun terlihat memasuki Masjid Rahmad. Itu masjid tertua di Surabaya. Salah satu masjid yang memiliki sejarah panjang di Jawa Timur. Dari sanalah Islam menyebar ke tanah Jawa.Wanita itu tak melihatnya. Gusti ingin memasuki masjid dan berkenalan dengan sang muslimah yang dilihatnya di Brawijaya itu. Tapi di sisi lain, ia sedang memakai celana pendek. Ia baru saja pulang dari olahraga sore yang menjadi aktivitas rutinnya selama ini.Gusti tidak ingin membuat orang-orang di Masjid Rahmad memandangnya setengah mata. Untuk itu, ia harus menunggu di halaman depan masjid hingga sang wanita keluar dan selesai dari aktivitasnya.Gusti mondar-mandir. Sekitar satu jam kemudian, sang wanita terlihat keluar dari masjid. Saat sang wanita berjarak sekitar tiga meter dari masjid, barulah ia mendekat dan memberi senyuman manis.“Udah sal
Baca selengkapnya
Zikir
Praka Gusti hadir 45 menit lebih cepat. Kali ini ia memakai baju koko serta celana kain panjang. Ini saran teman-temannya di Brawijaya. Untuk merebut hati seorang muslimah, ia diminta berpenampilan seperti ustaz pula.Tapi ia sendiri belum merasa nyaman dengan pakaian tersebut. Namun jika memakai pakaian militer, ia justru takut jika sang gadis mengiranya sombong. Bahkan sang gadis bisa mengingat kenangan ayahnya yang baru dimakamkan.Ia mengamati sekeliling. Shaf pria masih kosong. Demikian juga dengan lokasi wudhu. Sementara shaf perempuan tertutup rapat dengan tirai berwarna biru laut.“Aku harus belajar wudhu dulu. Karena nanti ramai, aku tak ingin ditegur sama jamaah lain jika salah. Itu akan sangat memalukan,” gumamnya dalam hati sambil mengangguk. Ia kemudian menuju ke lokasi wudhu lagi.Ia mempraktekan apa yang dibacanya semalam dari buku tuntutan salat lengkap. Awalnya ia melakukan beberapa kesalahan kecil dalam tatacara wudhu. Namun
Baca selengkapnya
Hadiah Buku
Praka Gustii tertunduk lesu usai salat Ashar. Ia hampir saja mempermalukan diri sendiri. Untung muazin datang tepat waktu. Pria itu muncul bersamaan ia hendak memegang mikrofon untuk azan.Ia hampir terjatuh saat itu. Beban besar yang diletakan oleh sang imam masjid mendadak hilang. Entah bagaimana ia harus berterimakasih pada muadzin tadi. Ia tidak dapat membayangkan apa yang akan diberitakan media cetak di Surabaya besok harinya jika dirinya benar-benar azan tadi.Mempermalukan institusi! Penodaan agama atau tuduhan radikal lainnya. Ia lebih memilih lari 30 kali mengelilingi lapangan Brawijaya dari pada azan di masjid.Ia benar-benar tak semangat.“Hai Mas,” ujar seorang wanita dari arah belakang.Sang Praka menutup mata. Ia yakin jika sang gadis tahu apa yang terjadi. Ia benar-benar malu dengan dirinya sendiri.“Hai dik,” jawab ia datar.Sang gadis membalasnya dengan senyum termanis. Senyuman itu seolah memb
Baca selengkapnya
Buku Salat
Megan tak dapat menahan tawanya. Demikian juga dengan Soegi. Mereka berdua hampir saja kencing dalam celana.Sementara Gustii pucat basi. Ia menyesal memanggil kedua teman se-angkatannya itu dan memperlihatkan hadiah dari gadis yang diam-diam dicintainya selama ini. Gusti bermaksud membanggakan diri kalau ia ternyata mampu menaklukan hati gadis muslimah asal Aceh itu.Gusti mengajak kedua sahabatnya itu untuk membuka kado tersebut bersama-sama agar keduanya iri kepada dirinya.Namun siapa sangka, isinya adalah, “Buku Tatacara Salat, Wudhu dan Azan.”Ia kini menyesal. Kedua pria itu justru menertawakannya.“Berarti selama dua hari ini, dia lihat kamu tak bisa salat, wudhu dan azan dengan benar,” ujar Megan sambil tertawa lepas.“Waduh, kami aja gak tahu kamu tak bisa salat dengan benar. Ini hadiah paling special,” kata Soegi lagi.Sementara Gusti tertunduk lesu. Hadiah dari sang gadis benar-benar mem
Baca selengkapnya
Terus Terang
BAGI Praka Gusti, sikap terus terangan Nunik terhadap kekurangannya merupakan sisi positif yang jarang ditemuinya pada sejumlah wanita yang ditemuinya selama ini. Ia memiliki belasan mantan pacar, tapi tak satu pun yang membuatnya untuk mengubah kekurangan buruknya itu.Hal ini pula yang membuatnya semakin mantap untuk menikahi gadis itu meskipun mereka baru kenal.Praka Gusti mengutarakan isi hatinya melalui sambungan telepon dengan gadis itu. Ia siap ditolak dan dijauhi oleh sang gadis.“Terimakasih bukunya, dik. Mas akan coba belajar untuk jadi lebih baik,” ujarnya melalui sambungan telepon malam harinya. Kalimat tersebut paling berat diungkapkannya selama ini meskipun melalui telepon.Namun Praka Gusti sendiri sudah nekat. Apapun jawaban dari sang gadis akan diterimanya.Namun sang gadis justru terdiam.“Iya,” jawab sang gadis singkat.“Dik. Mau tidak, Dik Nunik jadi pacar saya,” ujar Praka Gust
Baca selengkapnya
bifurkasi
MASJID Rahmat, kawasan Kembang Kuning, Surabaya, mendadak ramai Minggu pagi. Beberapa petinggi Brawijaya terlihat hadir di sana. Mereka datang sebagai bentuk penghormatan kepada keluarga almarhum Sulaiman. Anak perempuannya menikah. Apalagi calon pengantinnya juga dari kesatuan yang sama.Sementara bagi Praka Gusti sendiri, ini adalah hari yang special. Ia akan menikahi perempuan yang baru dijumpainya selama tiga kali.Dua kali di Masjid Rahmat dan sekali di Ngawi. Ia dan sang gadis juga tak pernah pacaran. Tapi ia yakin jika sang gadis adalah perempuan yang tepat baginya.Ia tidak pernah berpikir untuk menikah cepat. Namun ketika jodoh itu datang, ia tidak juga menolaknya.Hari ini ia akan dinikahi oleh wali sang gadis yang datang dari Jakarta. Mereka adalah warga asal Aceh yang sudah lama menetap di Jakarta.Keluarga besar dari almarhum ayah Nunik ternyata adalah perantau asal Aceh. Buyut mereka harus meninggalkan Aceh usai meletusnya perang Cumb
Baca selengkapnya
Kenalan Ayah
Haidar mengamati sekeliling. Ada hamparan sawah yang menguning sejauh mata memandang. Kemudian ada juga kios kecil di sisi kiri jalan yang relative sepi di sana.Lokasi ini terletak di dekat Bandara Blang Bintang, kabupaten Aceh Besar. Jauh dari keramaian. Hanya beberapa pengunjung di sana. Konon di lokasi inilah para sahabat dari almarhum ayahnya ingin bertemu.Saat Haidar memasuki warung, dua pria berdiri sambil tersenyum. Satu bertubuh kekar dan satu lagi kurus dengan kaki kiri pincang. Haidar yakin jika kedua pria inilah yang menghubunginya beberapa waktu lalu.“Saya Aneuk Meuruwa, dan ini Lemha. Kami pernah bersama ayahnya selama hidup. Terimakasih telah datang,” ujar pria bertubuh kekar.Haidar mengangguk.Pria itu kemudian bergantian memeluknya. Haidar membalas pelukan kedua pria tadi dengan hangat. Ia menghargai kedua pria itu karena mereka mengaku mengenal ayahnya semasa hidup. Setidaknya, itu kata mereka melalui handphone kepa
Baca selengkapnya
Yang di Perdebatkan
“Di Malaya, ada banyak anak Soegi sepertimu yang berkumpul di sana.”“Di sana, kita atur ulang perjuangan nanggroe yang telah dijual para pemimpin di Aceh ini. Aku harap kamu bisa ikut kami ke sana,” kata Lemha.Haidar terdiam. Ia yakin jika kedua pria di depannya itu sedang berkata jujur terkait perjuangan Aceh saat ini. Namun perjuangan bersenjata bukanlah pilihan terbaik dalam kondisi Aceh hari ini.Ia tidak mau menyalahkan siapa-siapa. Haidar juga masih mengingat wasiet dari ayahnya semasa hidup.“Jangan pernah kau mengikuti langkah ayahmu ini untuk memegang senjata, nak. Aku tak mau kau mewariskan dendam ini. Biar dendam ini terputus pada ayahmu ini. Tugasmu adalah sekolah yang tinggi.”Kalimat itu masih terdengar jelas di telinga Haidar meski bertahun-tahun telah berlaku.“Saya hargai maksud teungku-teungku mengajak saya ke Malaya. Jujur, dulu saya sempat berpikir yang sama usai ayah syahid dal
Baca selengkapnya
Trauma
“Bang ke kantin yuk. Sefti traktir. Ada hal yang mau Sefti diskusikan,” ujar Sefti.Haidar tahu jika apa yang disampaikan Sefti tadi adalah alasan agar mereka bisa ngobrol. Namun ia nyaman bercerita dengan gadis itu. Bukan karena gadis itu cantik, tapi ia cukup santun dan menghargai lawan bicaranya.Sementara jadwal kuliah masih akan berlangsung sekitar satu jam lagi. Masih terlalu lama untuk menunggu di ruang.Ruang kuliah di depannya itu masih kosong. Hanya beberapa mahasiswa yang terihat duduk di sana. Itu pun mayoritas perempuan.“Baiklah. Di kantin samping biro aja ya. Di sana lebih nyaman,” ujar Sefti.Sefti mengangguk. Ia tak sengaja melambai ke arah ruang kuliahnya. Di dalam sana, teman seangkatannya membalas sambil tersenyum. Kini Haidar paham mengapa Sefti tahu betul jadwal kuliahnya. Maka keberadaan Sefti yang selalu berpaspasan dengannya selama ini tentu bukan kebetulan belaka.Haidar mempercepat langkahny
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
16
DMCA.com Protection Status