All Chapters of Beautiful Darkness: Chapter 11 - Chapter 20
50 Chapters
Chapter 11: Pantai
Eleanore dan tongkatnya berjalan di antara pasir putih pantai yang terhampar luas. Van mengekorinya dari jarak lima meter di belakangnya. Meski khawatir jika salah melangkah, tapi seperti biasa, gadis itu dengan keras kepala menolak bantuan perawatnya. Dari pada ia meledak lagi, Van memilih menuruti saja kemauan Ele dan berjalan di belakangnya sambil mengawasi. Kendati Ele menolak bantuan Van, namun diam-diam ia menuruti perawat tersebut saat Sang Perawat memberikan aba-aba kepadanya. Netra pria itu terpusat gadis yang berjalan tertatih dengan rambut yang tertiup angin laut. Van memandang tubuh kurus Ele yang tertutupi sweater putih oversize. Sweater kebesaran itu membuat tangan Ele menghilang di baliknya. Membuatnya terlihat menggemaskan. Van merasakan dorongan untuk memeluknya dari belakang. “Ele, ada seekor anjing di depanmu,” ujar Van memperingatkan. Kaki Eleanore menabrak tubuh anjing kecil itu. Anjing itu menggonggong dan menji
Read more
Chapter 12: Percobaan Mengakhiri Hidup
“Tora?” Sosok yang dipanggil seketika menolehkan kepalanya ke sumber suara. Tora atau Van terkejut dengan keberadaan sobat karibnya yang tengah berdiri di belakangnya. Mata sipit sahabatnya beradu pandang dengannya yang menatapnya kaget. Sedetik kemudian sahabatnya itu terlonjak dan merangkul pundak Tora dengan tangan kanannya. “Apa yang kau lakukan di sini?” tanya Van. Ia balas merangkulnya sejenak kemudian melepaskannya. “Aku sedang menginap di penginapan dekat pantai ini. Sudah 3 hari aku di sini. Ada dance battle yang diadakan besok. Kau harus datang dan melihatku membawa pulang pialanya.” Ghani mengatakannya dengan sumringah. “Omong-omong, untuk siapa es krim itu?” Ghani menatap dua buah es krim di masing-masing tangan Van. Van tersenyum simpul membayangkan ekspresi seperti apa yang akan ditunjukkan Ele nanti saat memakan makanan manis ini. Ia harap Ele mau tersenyum lagi setelah ini. “Ini untuk Eleanore,” jawab Van. “Kami sedang
Read more
Chapter 13: Nasihat Reynold
Kilas Balik 10 Tahun yang Lalu     Samar-samar Ele merasakan udara dingin menerpa bahu telanjangnya. Kesadaran lambat laut membangunkannya ketika ia merasakan sesuatu yang basah dan hangat menyapu bahu kirinya. Ele mencoba menajamkan fokus, perlahan-lahan membuka kelopak mata dan menyadari apa yang sedang terjadi. Tora mengecup dan pelan bahunya yang sudah tak tertutupi selimut. Ele memandang wajah ngantuk kekasihnya yang saat ini menurutnya terlihat berkali-kali lipat lebih tampan dari sebelumnya. “Tora,” gumam Ele. Sosok yang dipanggil itu terkekeh di belakang Ele. Tawanya terdengar serak. Menandakan jika dirinya juga baru saja bangun. Sama seperti Ele. “Aku bertanya-tanya...” Kecupan putus-putus yang Tora bubuhkan menjalar dari bahu menuju tulang selangka gadisnya. Pemuda itu perlahan memutar tubuh Ele sehingga menghadapnya. “Berapa lama aku harus mencium kelinci manis ini agar ia mau bangun,” ucap
Read more
Chapter 14: Ele yang Porak Poranda
“Tt… Ttor… Tora…” Sosok yang merasa nadinya nyaris diputus menjadi dua itu menyambar jemari gadis yang tengah terpejam matanya. Ia tidak bohong. Rasanya nyawanya seolah terlepas dari raga kala bibir Eleanore menggumamkan namanya dengan terbata. Ia masih tak menyangka bagaimana bisa namanya lah yang keluar saat gadis itu sedang berada pada alam bawah sadarnya. Dari sekian banyak orang di hidupnya, mengapa Ele memanggilnya? Apakah sedalam itu luka yang ia torehkan sehingga mantan kekasihnya itu tak bisa melupakannya bahkan setelah sepuluh tahun berlalu? Van meremas dan mengusap jemari kurus Ele secara perlahan. Pria itu menatap penuh harap padanya. Berharap Ele lekas membuka matanya secepat mungkin. “Eleanore, bangun lah,” bisiknya tepat di telinga. Ia memandang tubuh Ele yang bergerak gelisah dalam tidurnya. Pria itu kemudin membelai surai hitam pekat milik gadisnya yang berkeringat. Tanpa ragu ia menghapus peluh di dahi Ele. Mengikuti pergerak
Read more
Chapter 15: Kekasih Tora
Kilas Balik 10 Tahun yang Lalu     “Kak, antarkan aku. Aku terlambat!” Ele berbicara dengan Reynold dalam telepon. Semalam Sang Kakak kembali ke kantor tempatnya bekerja karena masih ada sisa pekerjaan yang perlu dibereskan. Sang Kakak memang sering menginap di kantor karena lembur, meninggalkannya dan Sang Ibunda sendirian di rumah. Ayahnya juga sama saja. Ayahnya biasanya hanya pulang tiga hingga lima kali dalam sebulan. Membuat Ele semakin muak padanya. “Iya. Cepat lah! Tora tidak bisa menjemputku.” Ele mendengar ungkapan kekesalan kakaknya karena Tora tak dapat meluangkan waktu untuk menjemput Ele, padahal pemuda itu sudah berjanji sebelumnya. Ele kemudian mendengus mendengar ucapan Reynold dalam sambungan telepon. Sudah seminggu ini kakaknya membujuknya untuk memutuskan hubungannya dengan Tora. Meski menurut Ele saran Sang Kakak sungguh konyol, namun ia mencoba memahami karena mungkin kakaknya ha
Read more
Chapter 16: Perintah Claudia
Kilas Balik 10 Tahun yang Lalu     “Cari lah kamar, Love Bird! Banyak jomblo di sini!” Ghani memukul kepala Tora dengan buku menu. Sosok yang dipukul membalasnya dengan geraman dan umpatan yang fasih terlontar dari mulutnya. Ghani yang diumpati hanya terkikik begitu saja. “Mau, Babe?” tawar Claudia. Tangan kekasihnya itu meraba paha Tora. Ia mengusapnya berulang-ulang menggoda. Sayangnya, entah mengapa Tora tidak terpengaruh sama sekali. “Lain kali saja,” gumam Tora malas. Pemuda itu mengecup pipi kekasihnya pelan sembari menarik tangan Claudia dan menjauhkannya pelan-pelan. “Terserah kau saja lah,” balas Claudia. Claudia menyalakkan sebatang rokok dan menyesapnya. Asap mengepul keluar dari belah bibir dan hidungnya. Ia menyerahkan batang rokok itu pada Tora sembari mengedikkan kepalanya. Kode itu ditangkap oleh Tora. Ia mengambil alih dan menyesap rokok itu dengan kuat. “Okay,
Read more
Chapter 17: Baking
“Aku pergi dulu, Eleanore. Jaga dirimu baik-baik.” Yuna mengacak-acak rambut Ele dengan jemari lentiknya. Sudah hampir seminggu wanita itu selalu datang ke rumah Ele. Sejak kejadian percobaan bunuh diri sepekan lalu, Yuna jauh lebih protektif dari sebelumnya. Ia selalu datang di pagi hari dan pulang sore hari. Semuanya ia lakukan demi menemani Ele yang menurutnya, mentalnya tengah terguncang. Lain dengan Yuna yang kerap menampakkan rasa pedulinya secara terang-terangan, Ele malah cenderung berhati-hati dengan sikap ramah yang ditunjukkan sahabatnya itu. Memang Yuna mungkin jadi satu-satunya orang yang mau berbaik hati menjadi teman dekatnya, namun Ele masih sulit untuk terlewat percaya dengan kebaikan yang ditunjukkan Yuna. Seperti halnya kali ini di mana Ele mendengus dan menjauhkan tangan Yuna sejauh mungkin dari rambutnya. Ia bahkan masih risih jika seseorang menyentuh rambutnya terlalu lama. “Van, jaga Ele dengan benar. I’m watching you.” Van terk
Read more
Chapter 18: Janji Kosong
Kilas Balik 10 Tahun yang Lalu     “Mau pesan apa, Pumpkin?” Eleanore membolak-balik buku menu makanan dengan malas. Di depannya kini tengah duduk dengan tenang; Tora yang hari ini datang dengan menggunakan kaus hitam polos yang dipadu padankan dengan blazer berwarna biru muda dan celana bahan hitam yang terlihat sangat pas di tubuhnya. Tora sesekali melemparkan senyumnya ke arah Ele yang mana diacuhkan karena Ele agaknya sedang kesal padanya. Terhitung sudah satu minggu ini Sang Ibunda dirawat di rumah sakit. Semenjak insiden ditamparnya Sang Ibunda oleh ayahnya di ruang makan, keadaan ibunya semakin hari semakin memburuk saja. Bukan karena tamparannya. Tentu saja tamparan itu tak banyak berpengaruh padanya. Akan tetapi, dokter mengatakan bahwa pikiran lah yang sangat berpengaruh pada kesehatan Sang Ibunda. Kanker payudara yang diderita oleh ibunya sejak setahun belakangan ini benar-benar menguras pikiran Sa
Read more
Chapter 19: Kenyataan Pahit
Kilas Balik 10 Tahun yang Lalu     Setelah mendamaikan suasana hati Ele yang bergejolak, Tora kembali menawarkan gadisnya untuk memilih makanan sebanyak yang ingin dipesan. Ele kembali menggeleng lemah sebelum Tora membujuknya untuk memilih setidaknya beberapa makanan dan minuman karena sungguh, menurut Tora, kali ini wajah Ele cukup pucat. Beberapa hari merawat orang sakit tentu bukan hal yang mudah. Apalagi Tora tak membantu Ele sama sekali. Alibinya yang mengatakan jika ia pergi karena mengurus urusan keluarga membuatnya merasa bersalah. Ele, kekasih selingannya, dengan mudah mempercayai omong kosongnya. Bagi Tora, Ele terlalu naif. Gadis itu terlalu mudah dibodohi, dan ia sedikit menyesal karena telah berbohong pada Ele. Ia tidak pergi ke luar kota, tentu saja. Waktu di mana ia menghilang dari peredaran Eleanore, digunakan untuknya berduaan dengan kekasih pertamanya, Claudia. Claudia bersikeras memaksanya untuk m
Read more
Chapter 20: Tawa Lepas Ele
“Dari mana kau tahu aku suka ceri?” Pertanyaan itu berhasil membuat Van, untuk sejenak, mendadak gagap. Tanpa dapat dilihat Eleanore, pria itu kini menggaruk tengkuknya dan mencari-cari jawaban yang kiranya pas untuk pertanyaan Ele. Hingga setidaknya lima detik kemudian, ia menjawabnya. “Mmm … maksudku, ceri akan cocok jika ditaruh di atas tart. Semua orang pasti suka makan ceri yang ada di pucuk kue, ‘kan?” Ele belum puas akan jawaban Van dan hendak menanyakan lagi sebelum perawat itu sudah terlebih dahulu menempelkan buah ceri tepat di depan bibirnya. “Aaa...” Ele membuka mulutnya mengikuti titah Van. Gadis buta itu mengunyah buah mungil di mulutnya dalam diam. Rasa manis seketika menjalar di dalam mulutnya ketika giginya saling berbenturan saat mengunyahnya. Ini enak. Ele suka. “Kau suka?” Ele mengangguk lagi. Secara otomatis, tangan gadis itu terulur untuk mengambil sebuah lagi dari mangkuk namun Van langsung menah
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status