Semua Bab Misteri Bulan: Bab 51 - Bab 60
101 Bab
Chapter 51. Mencari Mangsa
            Mirna Dewi yang lebih senang disapa Mirna mengusap perutnya. Ia memejamkan mata, ketika tangannya menyentuh luka parut pasca operasi cesar. Mendadak wajahnya melunglai teringat peristiwa menyakitkan yang mengoyak batin dan meninggalkan jejak trauma mendalam pada perempuan itu. Kesedihan jelas terlukis di wajahnya.             Trauma yang Mirna pendam rapat selama puluhan tahun meski pada Bulan, anaknya sendiri. Hingga gadis itu mati terbunuh dengan membawa pertanyaan yang ingin ia ketahui, lalu Chandra tiba-tiba hadir membawa kenangan pahit itu kembali.             Mirna menghembuskan napas ke udara. Anehnya… saat stress begini justru hasrat bercintanya meningkat. Seks dengan di selingi minum alcohol membuatnya kecanduan. Kedua aktifitas itu memberinya kenikmatan sejenak, meluruhkan re
Baca selengkapnya
Chapter 52. Penjual Starling
            Semburat cahaya mentari masih malu-malu menyapa. Agil mengayuh sepedanya dengan bersemangat menyusuri gang- gang sempit mencari Chandra. Tak segan ia berhenti bertanya pada sekumpulan ibu-ibu di warung maupun tempat kos tentang Chandra.            Peluhnya bercucuran membasahi badan, ia lantas berbelok ke jalan raya. “Ya Allah, tolong beri aku petunjuk di mana Chandra berada,” doanya dalam hati.            Selama gadis itu belum ditemukan, hati Agil tak bakalan tenang. Dia merasa berdosa karena tidak memegang amanah Ibu Muji, ibunya Chandra untuk menjaga gadis itu. Maka tiap hari dia mencari Chandra bergantian dengan Pak Maman.            Kerongkongan Agil kering, ia menepikan sepedanya di tepi jalan. Kemudian, matanya
Baca selengkapnya
Chapter 53. Kabar Mengejutkan
            “Jangan balik ke rumah Mirna, titik!” bentak Agil tak sadar dan membuang pandangannya ke jalan raya. Ia gusar, apa yang membuat Chandra ingin kembali ke rumah perempuan itu.            “Aku kasihan dengan dia, Gil. Tante Mirna sendirian di rumah itu, pasti dia kesepian,” ujar Chandra bersikap tenang. “Bagaimana kalau arwah Bulan datang menakutinya?”            Agil tertawa masam. “Apa itu alasan kamu sebenarnya? Atau…” tanya Agil menyelidik. Setelah mendengar cerita Bik Ami, Agil berpikir Mirna tak mungkin kesepian. Ia pasti mencari teman untuk menemaninya.            “Atau apa?” balik Chandra. “Kenapa tidak kamu teruskan?”    
Baca selengkapnya
Chapter 54. Asumsi
            “Apakah cinta bisa membuat orang gila?” tanya Chandra setelah kedua orang itu pergi. Ia ngeri membayangkan ada lelaki yang jatuh cinta padanya gila gara-gara ditolak cintanya.             Agil melenguh. Ia belum pernah jatuh cinta, bagaimana dia harus menjelaskannya pada Chandra?             “Mungkin saja! Cinta bisa membuat perasaan euoforia, tetapi efeknya buruk bila cinta berubah menjadi cinta obsesif, mencintai orang lain hanya untuk mereka sendiri. Lambat laun perasaan itu akan merusak diri sendiri terutama saat orang yang dicintai menolak,” jawab Agil kemudian.             Chandra menopang dagu dengan tangan kanannya. “Hmm… menurutmu apakah Arif sangat mencintai Tante Mirna?” Dulu dia menganggap sikap pemuda itu gila saat ber
Baca selengkapnya
Chapter 55. Menjadi Penguntit
            “Kemana nih si Chandra. Kenapa dia gak nongol-nongol?” gerutu Agil, matanya melongok jam tangan di lengan kirinya. Sudah 1 jam dia menunggu di depan mini market sesuai kesepakatan semalam. Tapi gadis itu belum menampakkan batang hidungnya. Mana dia kebelet ke belakang pula.             Hosh! Terpaksa dia harus menahan keinginan itu hingga Chandra datang. Agil meraih ponsel dan menelpon Chandra. Tapi, mukanya beringsut kecewa. Ponsel gadis itu mati! Duh! Masih saja dia seneng jahilin aku di saat genting begini. Pria itu ngedumel dalam hati lalu ia menunduk memainkan botol air mineral di tangannya.             “Hai Agil! Kamu gak bosen nunggu aku kan?” canda Chandra renyah. Ia langsung duduk di depan pemuda itu.             “Kenapa l
Baca selengkapnya
Chapter 56. Aku Tidak Gila
            “Lepaskan! Lepaskan! Aku bukan orang gila!”             Samar-samar telinga Agil mendengar suara teriakan orang yang sangat dikenalnya. Ia mencari sumber suara itu. Sepertinya dari arah parkiran rumah sakit jiwa. Agil lalu meletakkan gelas es, kemudian berlari ke rumah sakit jiwa.             “Hei Mas bayar dulu!” pekik penjual es kelapa muda, dengan nada kesal karena Agil adalah pembeli pertamanya.             Agil menoleh. Ah sial! Ia lupa bayar. “Nanti saya balik lagi ke situ.” Ia lalu berlari ke arah kerumunan orang-orang.             Di sana dia melihat ada dua orang kekar sedang memegang kuat lelaki berambut gondrong. Ia mengenali salah satu lelaki itu, dia adalah
Baca selengkapnya
Chapter 57. Sebuah Teka Teki
            Arif kaget setengah mati melihat perempuan setengah baya itu. Otaknya segera mengumpulkan file memori. Yah tak salah lagi, dia adalah Bik Eha, pembantunya.        Pemuda itu gembira, karena ingatannya masih waras, dia tidak gila! Seperti yang dikatakan mamanya.            Tapi… mukanya kembali menekuk, bukankah Bik Eha sudah lama meninggal saat dia berada di Australia? Iya dia ingat, sewaktu pulang sekolah papanya mendapatkan telepon dari mamanya di Indonesia dan mengabarkan kalau kalau Bik Eha meninggal. Setelah itu mamanya mengajak anaknya Bik Eha menjadi pembantunya.`           Lantas siapakah perempuan yang mirip Bik Eha tadi? Arif berpikir keras.            Dia duduk di tepi ranjang memikir
Baca selengkapnya
Chapter 58. Aku Ingin Membunuhmu
            Dokter Runi memperbaiki posisi duduknya. “Kenapa kamu ingin membunuh mamamu?”            Mata Arif menerawang. “Maaf dok, aku lelah dan tak ingin membahasnya,” jawabnya parau. Rasa sesak seketika menyerang dadanya. Setelah itu ia membuang muka dan memejamkan mata.            Ia dihantui perasaan muak. Dia malas membicarakan sosok perempuan yang telah membuat hidupnya sengsara. Semakin dipikirkan maka bertambah tumbuh subur kebencian di hatinya. Arif melenguh.            “Baiklah kalau begitu, istirahatlah,” kata Dokter Runi dengan suara lembut tanpa memaksa pemuda itu, kemudian ia meninggalkan kamar Arif.            Flash back.
Baca selengkapnya
Chapter 59. Cinta Seorang Pembantu
            Hari minggu berikutnya, Agil mengantarkan Ibu ke Rumah Sakit Jiwa Kenanga menjenguk Bik Eha. Ibu amat bersemangat mendukung kesembuhan Bik Eha. Dia ingin melihat sahabatnya itu sembuh.            Kesehatan Bik Eha menunjukkan perkembangan signifikan. Dia mulai bisa diajak berkomunikasi meski sedikit. Tiap ke sana Ibu selalu menenteng oleh-oleh makanan kesukaan Bik Eha mulai dari risoles hingga biscuit.            Mata Ibu berbinar, tiap melihat Bik Eha menghabiskan makanannya. “Cepat sembuh ya Ha, nanti kamu nanti ikut aku. Kita masak bareng di rumah. Aku sekarang punya catering.” Ibu bercerita riang.            Bik Eha mengangguk sambil menghabiskan risolesnya. “Enak!”     &
Baca selengkapnya
Chapter 60. Mencari Puzzle yang Hilang
            Sebenarnya siang itu tidak ada bedanya dengan hari yang lain. Ketika matahari bersinar cerah tanpa diselimuti awan. Orang-orang gesit bergerak mencari nafkah. Sama dengan Agil, dia sibuk melayani pembeli beras di Toko BerasKulo miliknya. Usaha yang dia rintis dibantu oleh Pak Maman dan Kusno anak buahnya dulu.            Mereka tidak menyadari kedatangan Ibu yang berjalan dengan langkah berderap, dan langsung duduk di kursi sambil melipat kedua tangannya gusar. Dia menunggu anaknya selesai melayani pembeli.            Agil kaget ketika menoleh ada Ibu di kursinya. “Ada apa Bu, kok kelihatan serius sekali?”            Ibu meletakkan dompetnya di atas meja. “Apa kamu tahu Arif dibawa ke RSJ?” Ibu menekan suara
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
45678
...
11
DMCA.com Protection Status