All Chapters of A SPY IN LOVE: Chapter 11 - Chapter 20
28 Chapters
BAB 11: MENCARI LUKISAN TERKUTUK
Setelah melalui perjalanan yang cukup lama, akhirnya kami tiba di sebuah tempat di tepi laut. Cuaca terasa sangat panas di sini. Aku, Dova, dan Roy memakai pakaian seperti wisatawan yang hendak liburan ke pantai. Kami memakai baju bercorak, kacamata hitam, dan topi untuk menghalau terik matahari. Kami bertiga memutuskan untuk meninggalkan barang di penginapan yang paling dekat dengan pantai, agar mendukung peran kami sebagai wisatawan. Kami tiba di museum terbesar di kota ini dengan menaiki taxi. Kami bertiga masuk ke dalam museum seusai membeli tiket. "Sepertinya bingkai lukisannya yang itu," kataku menunjuk sebuah area yang dikelilingi garis polisi. Lalu aku menoleh ke tempat lain. "Aneh, justru area itu seharusnya paling tersorot CCTV, seharusnya kita punya petunjuk lain yang lebih jelas." 
Read more
BAB 12: RUMAH KOSONG
Atas saran dariku, kami bertiga sepakat untuk menunda misi kami sampai malam tiba. Awalnya Dova sempat melarangku. Katanya, kita ini tidak boleh membuang-buang waktu. Aku lalu menegaskan padanya bahwa jika ingin menangkap ikan di kolam, maka harus bisa menunggu dengan tenang, jangan membuat mangsa kabur ketakutan. "Oke, kita pakai strategimu, Suri," ujar Dova mengiyakan. **** Setelah kami menunggu hingga malam tiba di penginapan dekat pantai, kami kembali menaiki bus kota ke arah yang sama untuk mendatangi rumah milik Seno Joan dalam gang sempit. Tapi, kali ini kami bukan datang lewat depan. Kami bertiga diam-diam mengintai dari belakang rumahnya. Tadinya a
Read more
BAB 13: KODE PERAK
Suasana pelabuhan di malam hari begitu sibuk, padat, dan berisik. Rupanya ada beberapa kapal yang baru tiba, diikuti dengan proses bongkar muat barang, dan serbuan keluar dari begitu banyak penumpang. Ada banyak sekali crane dan gudang berpendingin di sekitarku, mungkin banyak hasil tangkapan dari laut disimpan di sana. Kubiarkan angin laut menerpaku. Sejenak aku fokus memandangi langit, lalu mulai mengintai diam-diam ke barisan perahu jauh di depanku. Sekilas, tak terlihat adanya sesuatu yang mencurigakan. Aku mendekat ke arah dermaga. Barisan perahu semakin terlihat jelas. Tidak terlalu banyak, hanya ada lima atau enam. Mungkin sebelumnya sudah ada banyak perahu yang berangkat membawa nelayan pergi melaut di sore hari menjelang malam. Tidak sulit bagiku untuk menemukan seb
Read more
BAB 14: DINGIN
(POV DOVA)   Mendengar ancaman itu, rasanya aku ingin menghajar bandit kurang ajar yang baru saja berteriak padaku. Dia pikir aku takut?   Sebelum aku sempat berlari menghampiri bandit itu, seseorang meremas pundak kananku dari belakang. "Hey, jangan mudah terpancing emosi."   Aku menepis tangan di pundakku.   "Sudah kubilang, aku ini punya tujuan yang berbeda dengan kalian semua," gertakku tegas. Aku memegang erat-erat gulungan lukisan di tanganku. "Aku tidak mau mengulur waktu lagi dengan kekerasan," jelasku. "Hanya bandit itu yang tahu di mana temanku. Aku akan lakukan negosiasi supaya lebih cepat."    "Apa maksudmu?"   
Read more
BAB 15: PAGI YANG HANGAT
Kepalaku pusing.   Aku membuka mataku pelan-pelan. Kedua mataku silau terpapar cahaya matahari pagi. Tak ada yang bisa kulakukan selain membuka mata, karena sekujur tubuhku terasa berat untuk digerakkan.   Tapi di sampingku, terlihat jelas Dova dengan kemeja putihnya tanpa jas seragam sekolah, duduk menyandarkan kepalanya pada tangan kananku. Ia rupanya tertidur sangat pulas sampai tidak menyadari bahwa aku sekarang sudah bangun.   Aku baru sadar ternyata aku memakai double jas seragam. Apakah yang kupakai ini milik Dova? Sepertinya memang iya. Aku lupa tentang kejadian sebelum kami berdua sampai di sini. Yang aku ingat malah tentang truk kontainer besar di pelabuhan. Dan, oh! Di mana lukisan terkutuk itu?   Aku mem
Read more
BAB 16
Keesokan paginya, aku dan seluruh teman sekolahku berkumpul di halaman sekolah untuk melakukan apel pagi seperti biasanya.    "Selamat pagi, mata-mata junior!" sapa Pak Ferdy.   Semua murid telah mengerumuni podium kecil di tengah, termasuk aku. Satu persatu penilaian dibacakan, mulai dari misi kuning sampai dengan misi hitam. Hari ini rupanya tidak ada misi yang dilelang, semuanya dianggap tuntas.   "Namun, pagi ini kita harus mendengar beberapa pelanggaran yang dilakukan oleh mata-mata junior di sekitar kita, sebagai contoh agar tidak ada yang mengulanginya lagi," lanjut Pak Ferdy. "Pelanggaran pertama dari Armand, tim misi hitam, ceroboh meninggalkan koper mata-mata di penitipan mini market. Lalu Shila, tim misi hitam, berkelahi terang-terangan dengan target di depan
Read more
BAB 17
"Menurutmu apakah kita harus ke sana lagi?" tanyaku penuh harap. Jujur aku ingin sekali ke sana.   Dova terlihat tak yakin dengan jawaban yang akan ia ucapkan. "Sulit melacak siapa saja pejabat yang tersangkut kasus ini dari jarak jauh."   Aku tersenyum senang. "Kau benar. Intuisiku condong untuk menyelidiki dokumen penting di rumah itu, dan kalau beruntung kita akan menemukan kuitansi uang muka atau semacamnya."   "Atau kemungkinan lainnya." Dova mematikan layar monitor. "Kita tidak akan dapat apa-apa di sana."   "Tak ada salahnya mencoba." rengekku. "Lagi pula ini proyek baru. Semuanya mungkin masih dalam bentuk rencana. Dan, tidak ada tempat selengkap meja kerja pribadi di rumah sang direktur." &nb
Read more
BAB 18
Keesokan paginya, sekitar jam empat tiga puluh pagi, aku terbangun karena dering ponselku yang terus-terusan berbunyi. Aku menyingkap selimut sambil terus menguap. Lalu kutatap dari dekat layar ponselku itu, ternyata Dova memanggilku.  Aku buru-buru mengangkat ponsel ke telinga.  "Suri, please. Aku sejak tadi mencoba mengubungimu, kenapa tidak diangkat?" Aku terkejut dengan omelan itu dan spontan menjauhkan ponsel dari telinga. Lalu, aku menguap dan kembali menempelkan ponsel di telingaku. "Iya maaf, Dova," gumamku dengan sangat pelan. "Apa kau sudah siap?" tanya Dova dengan penekanan. "Aku sudah ada dalam mobil." "Iya, lima menit lagi aku ke sana
Read more
BAB 19
Ya ampun, Dova. Andai saja dia tahu betapa malunya aku bergandengan tangan sejak tadi. Dan sekarang ia memintaku bersandar di bahunya? Bisa merah wajahku kalau aku sampai melakukannya. Dan yang lebih menyebalkannya lagi, ia memintaku melakukan itu tanpa terlihat canggung sedikit pun. Ekspresi wajahnya begitu datar dan tenang. Sebenarnya aku yang terlalu salah tingkah atau Dova yang tidak peka, sih? Karena aku sejak tadi diam saja, Dova segera memakai dua earphone di telinganya. "Baiklah ... Baiklah aku akan memakainya." Aku lalu mengarahkan mikrofon kecilku tepat di bawah dagu. "Sepertinya Gary Jo masih belum datang. Aku akan bersikap seolah ia sudah ada di ruangan ini, jadi aku akan berpura-pura membantu menyerahkan buku tamu itu padanya." "Biar aku saja yang melakukannya,"
Read more
BAB 20
Malam harinya, aku duduk termenung di atas tempat tidurku sambil memandang jendela. Mungkin hampir setengah jam aku di sini, tak melakukan apapun. Dalam benakku, ada yang berbeda dari hari ini, tapi aku sendiri bingung apa itu. Entah mengapa kini aku merasa sangat ingin tahu siapa pengirim surat milik Dova. Apakah benar itu surat cinta?    Ah, buat apa aku peduli pada si cowok kulkas itu!    Buru-buru aku menarik selimutku dan merebahkan kepalaku di atas bantal, lalu aku memejamkan mataku beberapa saat, berharap aku segera terlelap. Semoga malam segera berganti pagi, melenyapkan lelah yang terperangkap dalam tubuhku.   Setengah jam berlalu. Ternyata aku tidak bisa tidur. Sama sekali.   Kepalaku dipenuhi re
Read more
PREV
123
DMCA.com Protection Status