All Chapters of Perfect CEO: Chapter 41 - Chapter 50
110 Chapters
41. Hinaan
Hari ibu selalu menjadi momok untuk Azka, pasalnya ia masih terbayang-bayang dengan perayakan hari ayah yang membuatnya ingin kabur dari sekolahan. Perayakan-perayaan yang menyertakan ayah dan ibu adalah hal yang paling dibenci oleh Azka. Pasalnya ia tidak mempunyai satu pun dari mereka. Saat ini Azka sudah sampai di sekolah, panggung mewah sudah berdiri di depan sana dengan banyak hiasan. Azka duduk di samping neneknya dengan membawa bunga. Azka berganti menatap teman-temannya yang bersama ibunya masing-masing, hanya dia yang bersama neneknya. "Azka, dengan nenekmu ya?" tanya seorang anak laki-laki yang ada di seberang Azka. Azka menganggukkan kepalanya. "Ibumu ditanam di tanah, ya? Kamu sih nakal jadi ibumu tidak mau bersamamu," ucap anak laki-laki itu lagi. Ira sudah geram mendengar celotehan anak kecil itu, apalagi orang tua anak itu bukannya menasehati malah menertawakan. Suara tawa dari anak-anak dan orang tua terdengar sangat nyaring kar
Read more
42. Bunga Untuk Nenek
Saat ini Ira, Berlian dan Azka tengah duduk bersandingan dengan suasana yang sangat canggung. Hanya saja yang merasa canggung adalah Ira, sedangkan Berlian tampak santai menatap ke depan ke arah guru yang memberikan sambutan. Acara pesta hari guru baru dimulai setelah keributan yang dibuat Berlian. "Kakak, kakak keren," bisik Azka pada Berlian. Berlian mengedipkan sebelah matanya pada Azka. Tentu saja Berlian bangga dengan dirinya sendiri yang seberani itu. Berlian cukup berang melihat tingkah para orang tua murid yang sudah berumur tapi masih menertawakan hal yang tidak lucu dan terdengar memalukan. "Bu Berlian," panggil Bian berbisik tepat di belakang Berlian. Berlian menolehkan kepalanya, begitu pun dengan Ira yang turut menoleh."Kalau ada acara orang tua naik ke atas panggung, Kita berdua saja yang mewakili, saya ayahnya, Bu Berlian ibunya," bisik Bian. "Enak saja kamu. Jangan macam-macam kamu, Bara yang pantas," sentak Ira dengan c
Read more
43. Seperti Jailangkung
Berlian berjalan-jalan seorang diri di taman yang biasa ia kunjungi dulu sebelum ia putus dengan Deon. Taman air mancur yang terletak tidak jauh dari rumahnya selalu membuatnya tenang. Waktu sudah menunjukkan pukul dua belas malam, dan Berlian masih keluyuran. Berlian tidak bisa tidur meski sudah berusaha memejamkan matanya. Berlian menatap air yang tampak mengucur deras dari atas di bundaran air mancur. Gadis itu menghela napasnya, di tangannya menggenggam squisi yang terus ia remas. Berlian menatap dalam diam air mancur itu, perasaannya tetap sama, tidak baik-baik saja. Ia sudah move on dari Deon, tapi ada hal yang terus mengganjal di hatinya, yaitu ia yang tidak bisa diterima di keluarga manapun. Karena keegoisan orang tuanya, semuanya membencinya. Berlian adalah definisi cantik yang tidak berguna, banyak orang yang mengejarnya, tapi ketika akan memperjuangkannya, mereka memilih menyerah. Kalau boleh memilih, Berlian ingin menjadi orang biasa yang menjal
Read more
44. Sudah Melakukannya
"Kamu ngapain sih ganggu aku?" tanya Berlian ketika sudah sampai di pintu rumahnya bersama dengan Bara. "Aku tidak mengganggu," jawab Bara. Berlian menatap Bara yang masih mengenakan kemeja dan celana kain hitam. Tubuh Bara juga tercium bau obat-obatan. "Kamu habis dari rumah sakit?" tanya Berlian. Bara menganggukkan kepalanya. "Ya, aku ke sini juga mau mengambil kotak makan yang kamu bawa. Tadi aku sudah ke sini, tapi saat aku memencet bel tidak ada yang membukakan pintu, jadi aku ke taman air mancur, dan seperti dugaanku kalau kamu ada di sana," oceh Bara bertubi-tubi. Berlian memicingkan matanya mendengar ocehan Bara. "Hanya karena kotak makan, kamu tengah malam harus kemari?" tanya Berlian tidak percaya. "Kenapa tidak? Kotak makan itu sangat berharga untukku. Meski aku membelinya khusus untukmu, tentu saja tidak harus kamu bawa," jawab Bara. "Ya sudah masuk sana, aku ambilkan," kata Berlian membuka pin
Read more
45. Bermain
Pukul satu dini hari, bukannya Bara pulang ke rumahnya, Bara masih berada di rumah Berlian. Suara teriakan-teriakan saling bersahutan keluar dari bibir Bara dan bibir Berlian. Kedua orang dewasa itu tengah bermain game bersama. Berlian tengah serius memegang hpnya seraya memencet ikon-ikon di sana, begitu pun dengan Bara. Mereka memainkan game Sausage Man. Terkadang Berlian akan tertawa seorang diri tatkala melihat kelucuan dalam game itu. Ini kali pertamanya ia bermain game dan itu karena Bara. Biasanya saat ia tidak bisa tidur, ia akan datang ke taman air mancur atau menonton drama idola. Namun akhir-akhir ini ia tidak menonton drama karena hanya akan menertawakan kisah hidupnya. "Aku tidak akan membiarkamu menang, Berlian," ucap Bara dengan serius. "Baik di dunia nyata atau pun di dunia game, kamu tidak akan bisa mengalahkanku, Dokter," jawab Berlian. Permainan semakin lama semakin seru, kedua orang itu tidak ada yang mengalah dan terus berusaha menjadi
Read more
46. Anak Kami
"Berlian, sampai kapan kamu akan seperti ini? Kamu tidak perlu pura-pura kuat dan menyembunyikan masalahmu sendiri. Aku siap membantumu, Berlian," ujar Bara. "Aku tidak butuh berobat lagi, Dokter. Lihat, aku sudah sembuh. Aku sudah sehat-sehat saja. Bahkan aku tidak keberatan lagi saat melihat barang-barang berserakan. Buat apa lagi aku berobat?" oceh Berlian menunjuk dirinya sendiri. "Tapi lihatlah dirimu sekarang, kamu punya gangguan kecemasan, sulit tidur dan makan yang tidak teratur. Kalau begini terus kesehatanmu yang akan dipertaruhkan."  "Buat apa dokter memikirkan kesehatanku? Aku sudah biasa." "Hanya karena laki-laki kamu sampai seperti ini, Berlian." "Siapa yang begini karena laki-laki? Aku sudah membayarmu mahal selama berbulan-bulan dan aku tidak melanjutkan berobatku, kamu masih untung, Bara. Atau kamu mau uang, aku bisa berikan tanpa kamu memaksaku untuk berobat." "Ini bukan masalah uang
Read more
47. Teman Satu Kelas
Pukul tiga dini hari, Azka sudah dipindahkan ke ruang rawat VIP. Masalah administrasi Berlian lah yang sudah mengurusnya. Bara sudah berusaha menolak, tapi Berlian tetap keukeuh. Saat ini Berlian tengah berdiri bersandar di samping pintu, gadis itu menatap Azka yang sudah tertidur lelap. Sedangkan Bara, pria itu tidur di kursi sampaing ranjang Azka. Bara tampak pulas dengan kepala yang bertumpu pada ranjang. Menoleh ke ranjang khusus keluarga pasien, Ira juga tampak tertidur dengan wajah yang mengarah pada cucunya. Perasaan Berlian sungguh campur aduk dengan perkataan Bara yang masih terekam jelas di ingatannya. Bara mengatakan di depan Dokter Andre kalau Azka adalah anak mereka. Berlian tertawa seorang diri, ia pernah membayangkan menikah, lalu punya keluarga kecil dan anak-anak yang sangat lucu. Hal itu sangat menyenangkan saat terlintas jelas di pikiran Berlian. Namun lagi-lagi ia harus mengenyahkan bayangan itu. Berlian kembali menatap Bara yang tampak terlelap, seh
Read more
48. Cemburu?
"Berlian, kamu mau kemana?" Bara terus mendesak Berlian dengan pertanyaan-pertanyaan 'mau kemana. Sedangkan yang ditanya pun sama sekali tidak menjawab. Berlian sibuk membersihkan wajah Azka yang berkeringat. Bara mendekati Berlian, pria itu merapatkan tubuhnya dengan gadis yang sudah beberapa hari ia tempeli bak ia seekor lintah darat. "Berlian, kamu mau keluar sama Dokter Andre itu? Dokter Andre itu dokter baru, kamu tidak-" "Dokter, Andre teman sekolahku, aku mengenal dekat dia," jawab Berlian. "Tapi sudah lama kan tidak bertemu. Dulu dan sekarang itu berbeda." "Dia baik, baik banget malah." "Berlian, kamu tidak tahu pemikiran laki-laki. Pasti Andre ada maunya." Bara terus mengoceh berharap Berlian tidak akan keluar dengan Andre."Dokter, dokter kenapa sih?" "Apa? Aku tidak ngapa-ngapain." "Aku mau keluar dengan Andre, kenapa kesannya dokter tidak suka?" "Siapa yang tida
Read more
49. Tidak Biasa
Berlian sudah berdandan cantik memakai dress sebatas lutut yang membuat gadis itu terlihat tampak anggun. Berlian juga menggerai rambut pendeknya. Gadis itu tidak berhenti menatap ke cermin yang memantulkan dirinya. Mungkin tidak ada yang lebih percaya diri dari Berlian. Sejak tadi, dalam hati Berlian terus memuji dirinya yang sangat cantik. Kalau bukan diri sendiri yang memuji, mau siapa lagi? Berlian mengambil tas yang sudah dia siapkan, gadis itu segera melenggang pergi begitu saja. Berlian sudah meluangkan waktunya untuk datang ke reuni. Kalau dulu ia jarang datang ke acara teman-temannya, kali ini ia menyempatka datang. Ia punya segalanya, siapa yang akan merendahkannya. Saat membuka pintu, seorang pria sudah berdiri di sana dengan pakaian hitamnya. "Andre," panggil Berlian. Andre tersenyum menatap Berlian, pria itu mengulurkan tangannya pada Berlian berharap Berlian akan menyambutnya. Namun Berlian segera berjalan terlebih dahulu. "Ayo!"
Read more
50. Pertemuan
Berlian dan Andre memasuki gedung restoran biasa yang dipesan ketua kelas. Saat baru satu langkah Berlian melangkahkan kakinya ke restoran, suara teriakan heboh teman-temannya terdengar nyaring. Berlian segera menghampiri teman-temannya dan memeluk mereka satu persatu. Berlian tidak hapal siapa saja nama-nama mereka. Karena ia pun hampir tidak pernah berhubungan dengan mereka. "Berlian, sekarang kamu sombong, tidak pernah mau muncul di grub whatsapp kelas," celetuk salah satu teman Berlian. "Aku tidak punya waktu untuk membukanya. Kapan-kapan aku akan buka," jawab Berlian. Semua mata menatap ke arah Berlian, wajah cantik dan dress selutut membuat gadis itu terlihat sangat menawan. "Berlian, ayo duduk sini!" ajak ketua kelas menepuk kursi sampingnya. Dengan sigap Andre mendekati kursi, ia ingin menarik untuk Berlian. Namun nasibnya sungguh jelek saat Berlian lebih sigap menarik kursi dan segera duduk di sana. Semua mata menatap ke a
Read more
PREV
1
...
34567
...
11
DMCA.com Protection Status