Semua Bab TEROR BUNGA TASBIH HITAM : Bab 1 - Bab 10
214 Bab
Part 1. Tidak Nyaman
Seorang laki-laki paruh baya dengan seragam security melangkah dengan tergesa begitu melihat BMW X5 M di depan pagar besi hitam yang menjulang tinggi. Tak lama, ia pun tersenyum ramah pada tamu yang sangat dikenalnya--Marvinno dan juga Amelia, sang istri. Sepasang suami-istri muda yang merupakan sahabat baik anak majikannya, Evan. "Assalamu'alaikum, Pak!" Marvinno segera menyapa security itu dengan ramah sambil menurunkan kaca jendela mobilnya."Wa'alaikumsalam, Mas Inno silakan masuk." "Terima kasih, Pak. Bapak ada, kan?" "Ada, Mas. Tapi, kalau Mas Evan belum pulang," jawabnya. Inno mengangguk lalu tersenyum. Seketika, ia memajukan mobilnya melewati pintu pagar dan memarkirnya di halaman rumah mewah yang dipenuhi tanaman hias itu. Inno pun menoleh pada Amelia, sang istri yang masih menatap takjub pada bangunan megah di depannya dan tentunya tanaman hias."Wah! Rumah Mas Evan mirip istana," gumamnya jujur.Hal itu membuat Inno tertawa lirih. "Ayo turun!" ajaknya. Amelia pun meng
Baca selengkapnya
Part 2. Wanita Misterius
Sayup-sayup terdengar suara merdu bacaan ayat suci Al Qur'an dari masjid luar komplek perumahan itu. Semakin lama, terdengar dengan jelas. Inno pun memperlambat laju kendaraannya ketika melewati pertigaan--tepat di depan rumah bertype cluster dua lantai yang mereka sewa selama kurang lebih satu tahun. Perlahan, Inno menurunkan kaca jendela mobilnya dan menoleh pada Amelia yang duduk diam di sampingnya. "Om Rudi dan Tante Diah begitu baik, semoga rumah ini cepat ada yang menghuninya lagi ya Sayang, daripada kosong lama. Evan juga nggak mungkin tinggal di sini." "Iya, semoga saja. Apalagi, tetangga di sini baik-baik semua. Kasihan juga tanaman aku yang nggak kebawa, pasti mati."Mendengar pendapat istrinya, Inno hanya menarik napas. "Bukankah aku sama Heri sudah tanya mau dibawa semua atau nggak? Kamu jawab nggak. Sekarang berka-" "--Mas!" seru Amelia memotong ucapan suaminya sembari mencegah Inno menutup kembali kaca jendela mobil. Lelaki tampan itu sontak menoleh menatapnya denga
Baca selengkapnya
Part 3. Tentang Rianti
Tunggu! Sekarang sudah lewat tengah malam. Belum lagi, ada rintikan gerimis disertai udara yang dingin. Mungkinkah ada seorang wanita berdiri di tengah jalan yang sepi? Amelia menggeleng pelan mencoba percaya akan ucapan suaminya jika dia hanya berhalusinasi. Akan tetapi, berulang kali dia mengerjapkan mata, wanita misterius itu memang masih ada di sana."Kenapa wanita itu masih di sana?" gumamnya lirih sambil mundur selangkah. Namun, dia memekik kaget ketika punggungnya menabrak benda di belakangnya. Belum sempat dia menoleh, sepasang lengan kekar berkulit putih kemerahan dengan bulu halus memeluknya dari belakang. "Wanita lagi," sahut Inno sambil berdecak. "Mas, bikin aku kaget saja!" protes Amelia sambil melepas pelan tangan sang suami dari tubuhnya. "Kamu itu kenapa? Jam segini bukannya tidur malah melamun di tepi jendela?" "Mas ..." ucap Amelia tercekat. "Berhalusinasi lagi, berkhayal lagi?" sindir Inno dengan nada datar disertai gelengan kepala. Amelia memilih diam tak
Baca selengkapnya
Part 4 Keharmonisan Di Pagi Hari
"Sudahlah, ayo tidur, aku ngantuk banget, Sayang. Atau ..." Inno menaik turunkan alisnya dengan jahil yang dihadiahi cubitan gemas di perut sixpacknya. "Aku belum selesai bicara, Mas!""Iya, rumah itu kan niatnya akan ditempati Evan dan Rianti.""Cerita yang jelas Mas, jangan sepotong-sepotong," protes Amelia yang membuat Inno terkekeh.Bukannya menuruti kemauan sang istri, Inno justru melepaskan pelukannya dan berdiri. Dia segera melepas baju koko dan sarung yang menutupi tubuh atletisnya. Sontak Amelia menutupi wajahnya yang memanas dengan kedua telapak tangan. "Sudah siap nih, buka?" ucap Inno dengan nada jahil. "Ish nggak, mesum. Cerita dulu baru ..." Amelia menghentikan ucapannya saat mendengar suaminya tertawa di depan wajahnya sambil menarik kedua telapak tangannya yang menutupi wajah. "Aku sudah selesai ganti baju, istriku Sayang, buka tutup matanya," ucapnya lalu kembali naik ke tempat tidur. Amelia menggerutu kesal lantas memukul tubuh suaminya dengan bantal. "Mau ganti
Baca selengkapnya
Part 5 Tentang Masa Lalu
"Begadang kami itu penting, Ayah, untuk menjaga keharmonisan pasangan suami-istri," gumamnya cukup dalam hati.Ya, walaupun memang akhir-akhir ini Inno sangat sibuk dengan banyak kegiatan di kantornya.Dia harus menyelesaikan semua pekerjaan, memeriksa semua hasil laporan yang masuk sebelum meninggalkan Indonesia beberapa hari ke depan.Rutinitas itu sudah dia jalani semenjak dia menjadi CEO Il Giorno Group Indonesia, sejak lima tahun yang lalu.Bos muda Café and Restaurant Italia itu memang punya pekerjaan yang cukup ruwet juga unik. Setiap dua tahun sekali dia harus bisa membagi waktunya untuk bisnisnya di Italia dan juga di Indonesia.Walaupun Inno mempunyai orang-orang kepercayaan yang handal untuk memegang usahanya, namun sekali lagi inilah pilihan hidup yang dipilihkan sang kakek. Dia cukup menjalani dan mengembangkan usaha almarhum ayahnya tercinta.Inno tidak takut kehilangan uang, dia hanya takut kehilangan keluarganya jika tidak mengikuti saran kakeknya. Bahkan itu mulai berl
Baca selengkapnya
Part 6 Lagi?
Bukan kejujuran Windi yang membuatnya terbatuk, melainkan nama Rico, si pujaan mahasiswi di kampus. Kakak tingkatnya yang pernah menyatakan perasaan pada Amelia. "Amelia, aku sangat mencintaimu, sangat. Tapi aku tahu kamu nggak mau pacaran. Aku bangga sama kamu, aku menghargai pendirianmu. Kamu fokus kuliah dulu ya dan akupun begitu. Kita sama-sama mantapkan hati, nanti jika libur kuliah aku pulang dan membawa keluargaku menemui Abah dan Umi.""Jodoh, maut dan rejeki, rahasia Allah kalau mas Rico jodohku, maka Mas Rico pasti akan sampai pada Abah dan Umi."Mata Amelia memanas. Ingatan empat tahun silam kembali berputar di kepala. Tepatnya, beberapa bulan sebelum Inno datang melamarnya. Pria berwajah bule itu datang secara tak terduga dan menikahinya tanpa rencana pula. Amelia paham itu termasuk bagian dari rahasia jodoh di tangan Allah.Menyadari raut wajah sendu Amelia, Windi berdehem lirih. "So-sorry Mel, maaf ya. Seharusnya, aku nggak ngomongin soal itu." Windi penuh sesal lalu
Baca selengkapnya
Part 7 Foto Bukti
"Ke-napa, kamu di sini?" tanya Amelia lagi yang masih tidak mendapatkan respon. Sampai akhirnya, ada suara pria dari belakangnya. "Ya, ampun, Sayang. Kamu ternyata di sini! Ayah sama Bunda sibuk cari kamu, Aurel." Tak lama, Amelia dapat melihat pria asing itu mengangkat tubuh kecil anaknya. "Maaf, dia pu ... Pu-tri, Anda?" tanya Amelia gugup. Laki-laki itu mengangguk sekilas. "Terima kasih sudah menemani putri kami, permisi," ujarnya kemudian tanpa menatap pada Amelia. Amelia hanya bisa berdiri mematung. "Mel, woi, aku cari-cari ternyata kamu di sini!" seru Windi sambil memberikan sebotol air mineral padanya. Sedangkan Amelia, masih terdiam dengan tatapan kosong ke arah perginya pria yang membawa bocah kecil tadi. "Hallo Mel, kamu kenapa sih? Woi ini buat kamu!" seru Windi sambil menepuk punggung Amelia yang membuat wanita itu berjingkat kaget. "Ish, ngagetin saja!" protesnya sambil menerima air yang disodorkan oleh sahabatnya. "Kamu yang melamun, nih makan aku beli kerak telo
Baca selengkapnya
Part 8 Keanehan
Windi mengigit bibirnya, dia menatap Amelia dengan perasaan takut dan khawatir. Sedangkan Amelia masih menatap ke suatu arah dengan tatapan mata tak berkedip.Dengan hati-hati gadis berhijab simple itu bertanya, "Dia, siapa maksud kamu, Mel? Kamu ngomong sama siapa? Jangan ngerjain aku ya Mel. Kamu nggak sedang latihan main sinetron kan?""Kamu pikir aku se-enggak punya kerjaan itu ngerjain kamu, Win? Kamu pikir aku sedang acting?"sahut Amelia tersulut emosi sambil melirik ke arahnya. Wanita berhijab pashmina lebar yang menutupi dadanya itu menarik nafas kasar dan kembali menatap ke suatu arah. Windi yang merasakan hal tidak biasa, mengusap tengkuknya yang meremang."Kamu tahu? Karena kamu terus ganggu aku, suami aku sendiri bahkan mengatakan aku orang stres dan sahabat aku menganggap aku acting. Puas kamu!" Amelia kembali menggeleng kuat, semua itu tak lepas dari perhatian Windi yang mulai merasa takut. "Nggak, aku nggak mau, cari orang lain yang bisa menolongmu, aku nggak bisa!" uca
Baca selengkapnya
Part 9 Dia Datang Lagi
Inno berharap istrinya itu menceritakan kejadian seperti yang diceritakan oleh Windi.Dan benar saja, setelah cukup lama bercerita, akhirnya sampailah apa yang diinginkan olehnya. Amelia sedikit memutar badan untuk menunjukkan sebuah foto pada sang suami. Inno meraih handphone istrinya dan mengamati foto hasil jepretan kamera ponsel wanita itu. Dia tidak menemukan hal aneh dalam foto tersebut."Bagus kok, Sayang. Ternyata kamu bakat juga jadi fotografer," komentar Inno menanggapi. "Jangan bilang Mas juga nggak lihat foto anak kecil yang jongkok di dekat bunga tasbih itu!" sahut Amelia dengan kesal. Bukan pujian yang diinginkan Amelia keluar dari mulut Inno, tetapi tanggapan laki-laki itu tentang anak kecil misterius yang ada di dalam foto. Inno memilih diam tak menanggapi, dia tidak mood berdebat apalagi bertengkar. Inno tak punya tenaga untuk hal tersebut. "Alhamdulillah, akhirnya kita sudah sampai, pasti Evan sudah menunggu," ucapnya mengalihkan pembicaraan. Mobil bergerak pelan
Baca selengkapnya
Part 10 Accident
Amelia mengalihkan pandangannya pada Inno dan Evan bergantian. "Please, jangan diminum Mas. Gelas itu sudah pecah," kata Amelia lirih. Evan mengamati gelas kaca di depannya dengan kebingungan. "Gelas ini utuh Mel, apanya yang pecah?" tanyanya heran."Percaya sama aku, Mas!""Sayang, jangan ngaco ah. Kalau pecah airnya ya tumpah lah!" sahut Inno, lantas menyambar gelas di depan Evan. Dan tiba-tiba, krak! Gelas kaca itu pecah di tangan laki-laki tampan itu, bersamaan dengan darah segar merembes dari telapak tangan kanannya yang tergores. Amelia memekik kaget. Evan, Inno, dan Aisyah hanya terpaku. Butuh waktu beberapa detik untuk mencerna apa yang tengah terjadi. Tanpa pikir panjang, Amelia mengambil sapu tangan dari saku celana suaminya lalu membebat telapak tangan lelaki itu. Aisyah berlari ke arah parkir mengambil kotak P3K di dalam mobil. Inno menatap telapak tangannya dengan tatapan penuh tanya. Tiga menit berselang, Aisyah berjalan tergesa sambil membawa kotak obat. Dengan telat
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
22
DMCA.com Protection Status