Semua Bab DOSA TERINDAH: Bab 21 - Bab 30
476 Bab
Bab 21
Dengan menggunakan mobilku, pagi ini aku ikut Mas Adam menjemput Nindya di apartemennya untuk menuju bandara. Sepanjang jalan dari rumah menuju apartemen Nindya tadi aku sama sekali tak bersuara. Karena sebenarnya ada sisi hatiku yang menolak menjemput Nindya. Bagaimanapun aku seorang istri, perasaanku terusik ketika suamiku terlihat sangat antusias menjemput rekan wanitanya meskipun ia mengajakku. Perhatiannya pada Nindya sejujurnya melukaiku, meski aku belum menemukan alasan apapun untuk menaruh curiga pada hubungan mereka. Aku ingin protes, tapi tak ingin pria itu kembali menjawab dengan hinaan ataupun kalimat cercaan. Dia pasti akan menilaiku wanita kolot jika aku memprotes kepergiannya dengan Nindya. Karena memang mereka pergi bersama dalam rangka tugas dari kantor, dan juga tak hanya berduaan karena ada tim lain bersama mereka.“Selamat pagi, Aya! Maaf ya jadi ngerepotin kamu. Padahal aku udah bilang pada Pak Adam nggak perlu jemputin aku.” Nindya langsung meyapaku dengan ramah
Baca selengkapnya
Bab 22
Nindya sedang berada dalam pelukan Mas Adam. Rupanya tadi Mas Adam sempat menarik tangan Nindya untuk menghindarkan gadis itu dari tabrakan trolley. Seketika aku merasa dadaku sesak. Teriakan “Awas Nindya!” dari Mas Adam tadi, juga gerakan refleksnya memilih menarik tubuh Nindya cukup menyakitiku. Dia, suamiku, lebih mengutamakan menyelamatkan Nindya di saat-saat genting dibanding aku, istrinya.Aku masih terdiam dan merasakan sesaknya dadaku saat sebuah tangan terjulur di hadapanku.“Are u okay, Aya?”Mataku beralih dari Mas Adam dan Nindya yang sudah melepaskan dirinya dari dekapan suamiku, lalu menoleh mencari tahu siapa pemilik tangan yang seolah ingin membantuku berdiri itu.“Ivan!” pekikku tak percaya. “Kenapa kamu ada di sini?”“Aku ada perjalanan bisnis ke Makassar pagi ini. Dan aku tadi kebetulan melihat kalian. Baru mau menyapa eh kamu udah jatuh ketubruk trolley.” Dia melirik Mas Adam yang hanya berdiri terpaku.“Berdirilah, kurasa kakimu terkilir.”Ivan membantuku berdiri,
Baca selengkapnya
Bab 23
Dengan susah payah akhirnya aku bisa sampai juga ke parkiran mobilku dengan bantuan Ivan. Sesekali kulihat pria itu melirik arlojinya, sambil terus membantuku berjalan dengan tertatih.“Terima kasih, Van,” ucapku setelah berhasil duduk di belakang setir mobilku.Pria itu mengangguk, kembali melirik arlojinya sebentar kemudian mengambil ponselnya dari saku celananya. Ia lalu menunjukkan layar ponselnya padaku.“Pesan dari Adam,” katanya sambil menghadapkan layar ponselnya padaku.Maaf nggak sempat ngobrol, Bro. Aku buru-buru, takut ketinggalan pesawat. Terima kasih tadi udah nolongin Cahaya.Begitu isi pesan dari nomor suamiku yang kubaca di layar ponselnya. Aku mengdengkus malas, sikap Mas Adam tadi masih menyisakan rasa dongkol di hati ini.“Bisa nyetir?” tanyanya.“Bisa, Van. Terima kasih.”“Kamu lagi latihan pidato ucapan terima kasih? Dari tadi ngomongnya terima kasih melulu.” Ia tersenyum, aku ikut tersenyum.Manis sekali senyumnya!Aku menggelengkan kepalaku sendiri setelah kali
Baca selengkapnya
Bab 24
“Bisa turun sendiri? Biar aku yang nyetir.” Ia kembali menjulurkan lengannya, menawarkan bantuan.“Aku bisa sendiri, Van,” jawabku ragu-ragu, sambil mencoba keluar dari mobilku.Tapi rupanya kakiku memang tak mau kompromi, sehingga aku terpaksa kembali berpegangan pada lengannya lalu ia menuntunku memutari bagian depan mobilku kemudian membuka pintu depan sebelah kiri dan membantuku masuk. Mataku mengekori gerakan pria itu hingga ia duduk di belakang setir mobilku. Ia menyetel jok dengan memundurkannya, kemudian perlahan melajukan mobilku keluar dari parkiran bandara.“Tadi aku kirim pesan pada Mas Adam minta ia menyuruh orang mengambil mobilku ke sini tapi ponselnya sudah tidak aktif.” Aku berusaha memecah kesunyian.“Oh.”Asem! Ia hanya menjawab sesingkat itu.“Kamu cancel penerbangan karena aku?”“Iya.”Lagi, hanya sesingkat itu. Oke, ini orang mulai nyebelin.“Kenapa? Padahal harusnya kamu tak perlu melakukan itu, Van.”Ia tak menjawab, aku meliriknya kesal. Hingga tanpa kusadari
Baca selengkapnya
Bab 25
Kubuka kembali applikasi WA, pesan yang kukirim pada Mas Adam tadi sudah centang biru tapi ia belum membalas pesanku. Kembali kuintip stroy-nya.Touch down Banjarmasin. Semoga menyenangkan untuk seminggu ke depan bersama orang-orang yang menyenangkan. Tulis Mas Adam di story-nyaOrang-orang yang menyenangkan? Pasti termasuk salah salah satunya Nindya. Aku berdecak kesal. Ia bahkan belum membalas pesanku apalagi menanyakan keadaanku setelah insiden di bandara tadi. Tapi bukankah Mas Adam memang seperti itu? Ia tak pernah meneleponku jika sedang tugas keluar kota seperti saat ini. Aku bahkan tak pernah tahu kapan jadwalnya pulang, lebih tepatnya ia tak pernah memberi tahu.“Kenapa cemberut?” Suara Ivan mengagetkanku. Pria itu membawa minuman dan beberapa cemilan di nampan lalu meletakkannya di atas meja.“Sarapan dulu, Aya.”Aku hanya meliriknya.“Ini salep untuk luka memar. Kamu mau oles sendiri atau kubantu oleskan.” Ia menyodorkan plastik kecil berlogo apotik.Ah, rupanya ia berhenti
Baca selengkapnya
Bab 26
“Minum dulu, Ay. Ini aku yang sendiri yang bikin. Makanya tadi agak lama di belakang. Setelah ini kuantar pulang ke rumahmu.”“Aku mau ke butikku aja, Van.”“Kamu harus istirahat kalau ingin kakimu cepat pulih kembali, Aya.”Aduh, mengapa justru pria ini yang perhatian padaku? Aku yakin jika itu Mas Adam, dia akan membiarkanku tetap ke butik tanpa memintaku untuk beristirahat. Ah, ada apa denganku? Kenapa aku justru membandingkan suamiku dengan Ivan? Tapi perhatian kecil seperti itu memang hampir tak pernah kudapatkan dari Mas Adam.Diam-diam aku mencuri pandang pada pria di hadapanku ini ketika ia sedang berkonsentrasi menelepon, sepertinya ia sedang berbicara pada karyawannya sebab kudengar ia memberikan beberapa instruksi. Ivan Nicholas, itu nama lengkapnya. Aku sendiri sama sekali tak mengingatnya, namun saat bertemu Imelda di tempat ini tempo hari. Aku mendengar gadis itu mengeja nama lengkap Ivan. Buru-buru kutundukkan pandanganku saat tatapanku dengannya bertemu setelah dia me
Baca selengkapnya
Bab 27
“Jika Adam tak terbiasa menghubungimu, mungkin sebaiknya kamu mencoba menghubunginya lebih dulu. Kabarkan tentang perkembangan kakimu padanya.”Sekali lagi aku mengangguk. Entah kenapa pria yang hanya kubiarkan duduk di kursi teras itu membuatku terus menerus mengangguk, menyetujui semua ucapannya.“Aku pulang, Aya.”Ia melangkah ke arah pagar menuju mobil sport merah yang sudah terparkir di depan rumahku. Ivan tadi memang menelepon seseorang untuk menjemputnya di alamat rumahku. Ia hapal alamat rumahku, tapi aku enggan bertanya dari mana ia mengetahui alamat kami. Mungkin dari Mas Adam, karena mereka berteman, pikirku.“Van,” panggilku. Ia menoleh.“Hati-hati di jalan.”Ia tersenyum, lalu mengangguk. Aku masih memandangi punggungnya hingga pria itu masuk ke dalam mobilnya.🌹🌹🌹Jika Adam tak terbiasa menghubungimu, mungkin sebaiknya kamu mencoba menghubunginya lebih dulu. Kabarkan tentang perkembangan kakimu padanya.Kata-kata Ivan tadi membuatku malam ini meraih ponselku, berniat
Baca selengkapnya
Bab 28
[Bisa enggak sih sekali saja kasih perhatian. Aku istrimu, Mas. Kenapa selalu seperti ini caranya ngomong denganku? Selalu ketus dan nyakitin hati. Nggak hanya dengan lisan, tapi lewat chat pun aku masih harus menerima kalimat-kalimat seperti itu dari suamiku sendiri. Kalau sudah nggak suka bilang, Mas. Aku bisa pergi jika memang tak dibutuhkan lagi.]Entah dari mana datangnya keberanianku mengirim pesan seperti itu padanya. Padahal selama tiga tahun ini aku tak pernah protes seperti itu padanya, hanya di awal-awal pernikahan kami dulu aku pernah memprotesnya, namun akhirnya aku menjadi capek sendiri karena ia tak pernah menggubrisku dan tak juga berubah, maka semua itu akhirnya menjadi kebiasaan bagiku. Kebiasaan yang sangat buruk, yang berhasil mengubahku menjadi wanita yang tidak percaya diri, bahkan cenderung menutup diri.Tapi kenapa baru sekarang aku kembali mempertanyakan sikapnya ini? Apakah karena ucapan Ivan kemarin? Jangan sedih terus. Kamu berhak bahagia. Aku suka Cahaya
Baca selengkapnya
Bab 29
Banyak sekali notifkasi yang masuk saat aku mengaktifkan ponselku. Padahal tidak biasanya ponselku seramai ini. Setiap harinya paling hanya grup butikku yang terlihat aktif mengirim info-info butik padaku. ku-scroll layar ponselku dan membaca satu persatu pesan yang masuk.[Kamu kenapa, Aya? Ngirim pesan nggak jelas gitu. Bukannya tadi kakimu yang cidera, kenapa jadi otakmu yang eror?]Balasan pesan dari Mas Adam menanggapi pesan terakhirku sebelum ponsel kumatikan. Aku mendengkus kasar.Lalu kemudian beberapa pesan dari Mama Indah menanyakan kabarku dan mengatakan akan mampir pagi ini. Seperti yang dikatakannya tadi, mama juga menjelaskan kalau Mas Adam meneleponnya dan mengabari jika kakiku sedang cidera.[Kak Aya, kakinya gimana? Udah baikan? Tadi Mas Adam telepon suruh Candra lihatin Kak Aya, tapi sudah kemalaman. InsyaAllah besok pagi Candra mampir ke rumah Kakak. Candra sengaja nggak bilang Ibu, takut ibu khawatir.]Pesan dari Candra, adikku. Rupanya Mas Adam juga meneleponnya s
Baca selengkapnya
Bab 30
Hari-hariku hanya kuhabiskan dengan menonton film, lalu kemudian membuka layar ponsel. Padahal sebelumnya aku bukanlah tipe orang yang selalu memegang ponsel. Lalu kenapa beberapa hari ini benda pipih itu tak pernah jauh dariku? Bahkan kadang dalam keadaan tidur pun aku masih memegang benda itu. Apa sebenarnya yang sedang kutunggu. Pesan dari suamiku? Tidak. Mas Adam tak pernah menghubungiku ketika sedang di luar kota, meski hanya untuk menanyakan kabarku.Dan jantungku berdetak tak karuan ketika menyadari bahwa beberapa hari ini aku sedang menunggu pesan darinya. Dari seseorang yang baru beberapa hari yang lalu nomornya kusimpan di kontak ponselku dengan nama IN. Namun ternyata Ivan tak pernah mengirim pesan lagi. Bahkan pesan tarakhirku waktu itu hanya dibacanya, tapi tak berbalas. Maka beberapa hari ini aku hanya membuka chat terakhirku dengannya lalu membacanya kembali berulang-ulang sambil berharap ia membalas pesanku atau mengirim pesan padaku.Hingga akhirnya di hari ketiga ini
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
48
DMCA.com Protection Status