All Chapters of Ex-Husband After Divorce: Chapter 11 - Chapter 20
110 Chapters
Mengulang Hal Bodoh
Lydia mengerjapkan matanya beberapa kali, sedang berusaha mencerna kata-kata pria di hadapannya itu. Tapi entah dia sedang lemot atau apa, Lydia gagal memahami. Atau mungkin juga dia salah dengar.  “Sorry, tadi Pak Reino ngomong apa?” tanya Lydia karena dia merasa amat sangat yakin dia salah dengar.  Reino menggeram kesal. Padahal dia sudah memutuskan urat malunya untuk mengatakan semua itu, tapi wanita kurus ini bahkan tidak mendengar dengan baik?  “Aku ingin membuat kontrak baru denganmu,” kali ini Reino 100 persen menanggalkan kesopanannya.  Jika biasanya lelaki itu masih sesekali menggunakan saya kamu, maka kali ini tidak lagi. Mulai detik ini Reino akan menggunakan bahasa yang lebih santai demi kenyamanannya sendiri kedepannya. Dia percaya diri pengajuannya akan disetujui Lydia.  “Dan kontrak apa yang anda maksud, Pak?”  Reino kembali menggeram marah ketika Ly
Read more
Guling Kesayangan
“Lydia,” Bu Nia memanggil dengan suara cemas. “Ya, Bu?” Lydia mendekat ke meja manajernya itu sebagai bentuk sopan santun. Bu Nia dan Supervisor punya meja sendiri dan itu membuat Lydia perlu berjalan ke sudut ruangan yang disekat dengan kaca. “Perhitungan pajak untuk bulan lalu sudah selesai?” Tanya Bu Nia dengan hembusan napas lelah. “Udah sih, Bu.” “Kalau gitu bawa ke Pak Reino sekarang juga.” “Eh?” “Bawa ke Pak Reino sekarang juga, Lydia,” ulang Bu Nia masih terdengar lelah. “Oh, baik Bu. Nanti saya kirimkan lewat email,” jawab Lydia masih bingung. “Dibawakan Lydia,” geram Bu Nia mulai kesal harus mengulang sampai 3 kali. “Pak Reino mau hardcopy. Dan bawa saja jangan banyak tanya,” hardik Bu Nia terlihat tidak sabar. Karena tidak bisa melawan lagi, Lydia hanya mengiyakan dengan raut bingung. Bahkan Kiara dan Revan pun menatapnya dengan heran. Jelas ada yang tidak benar di sini. Bagaimana bisa seorang karyawan biasa sepertinya, malah diminta untuk mengantar laporan pada
Read more
Berdebar
 “Lyd, kamu dipanggil Pak Reino lagi,” seru Bu Nia dengan nada lelah.  “Again?” pekik Lydia tidak percaya.  Ini sudah hari keempat sejak Reino mengerjai Lydia. Pria itu akan meminta Lydia datang dengan alasan laporan, kemudian dia hanya akan disuruh berdiri. Kemudian akan diusir setelah Reino bosan.  Pernah juga Lydia disuruh merevisi laporan berkali-kali dan pada akhirnya kembali ke format awal. Kemarin bahkan Reino membentaknya dan melemparkan kertas ke wajahnya. Wajah Lydia sampai tergores kertas karenanya.  Lydia tidak mengerti kenapa Beruang Kutub itu selalu cari gara-gara dengannya. Masa gara-gara ditolak sih? Tidak mungkin Reino Andersen senorak itu kan?   Tapi pada kenyataannya memang seperti itu. Reino bertingkah setelah ditolak.  “Sebenarnya kamu ngapain sih sampai dikerjai Pak Reino seperti itu?” tanya Bu Nia, disertai tatapan kepo dari semua orang.
Read more
Wanita Miliknya
Sahabat Lydia, mengerubunginya dan menatapnya dari dekat. Bahkan Cinta sudah menopang dagu, tepat di hadapan sahabatnya itu, tapi Lydia yang sedang melamun dengan sebelah tangan menopang dagu dan sebelah tangan memainkan sedotan pada gelas minumannya, sama sekali bergeming. Gemas dengan kelakuan Lydia yang sejak tadi melamun saja, Vanessa menoyor kepala sahabatnya itu. Pelan saja, tapi tetap membuatnya terkejut karena dikerubungi. “Astaga, Ta!” Lydia menoyor kening sahabatnya itu dengan jari telunjuk untuk menjauhkannya. “Kamu kenapa sih? Diajak untuk nongkrong bareng, malah melamun berjam-jam,” seru Erika hiperbola. “Siapa yang melamun?” elak Lydia menyeruput minumannya. “Kamu,” seru ketiga sahabat Lydia itu bersamaan, sambil menunjuki sahabatnya. Dikeroyok seperti itu, Lydia hanya bisa memutar matanya. Mau gimana lagi, dia sama sekali tidak punya pembelaan. Lydia memang jadi banyak pikiran gara-gara kelakuan Reino kemarin siang. Untungnya Lydia masih bisa menghindari pertanya
Read more
Mereka Datang
“Excuse me?” Lydia langsung melotot horor pada Reino.  Saking paniknya Lydia langsung melirik ke kiri dan kanan, untuk memastikan tidak ada orang yang mendengar kalimat vulgar pria jangkung di depannya ini. Tapi tentu saja ada yang mendengar karena para sahabat Lydia berada di sekitarnya. Selebihnya aman.  “Ini tempat umum, Pak. Tolong kontrol kata-kata anda,” bisik Lydia dengan wajah menunduk karena malu. Bukan hanya malu dengan kalimat Reino, tapi karena kini mereka jadi pusat perhatian.  Tinggi dan tampang Reino yang di atas rata-rata, membuat semua orang dengan mudahnya menoleh. Apalagi kini teman-teman pria itu juga mendekat ke arahnya.  “Everythings okay, dude?” tanya Viktor sedikit bingung. Bingung karena yang didatangi Reino rupanya wanita bertubuh kurus di depannya. Kaisar menyusul di belakang sahabatnya.  “Everthing is fine,” hardik Reino.  “Kecuali kau,”
Read more
Utang
Lydia yang sedari tadi memang phnya firasat buruk, segera berlari masuk ke dalam rumahnya. Dan apa yang dia bayangkan memang terjadi, Mereka datang lagi.  “Apa-apaan kalian?” Lydia berteriak melihat beberapa orang pria berada di dalam rumahnya dan terlihat sedang mengancam ibu dan adiknya.  “Oh, akhirnya kau datang juga.” Seorang pria yang duduk di sofa tunggal berucap dengan cukup nyaring. "Aku sudah cukup lama menunggu loh."  Lydia melihat keadaan rumahnya yang berantakan itu. Pecahan kaca bertebaran di lantai dan beberapa barang terlihat rusak, belum lagi beberapa lelaki berpakaian hitam yang tersebar di beberapa bagian rumahnya yang tidak besar itu.  “Oh, my God ada apa ini?” suara terkejut Erika membuat fokus Lydia kembali pada orang yang duduk di sofa tunggal.  “Mau apalagi sih kalian?” tanya Lydia berusaha untuk menekan rasa takutnya. Mehghadapi orang-orang seperti ini memang
Read more
Ruangan Baru
 Lydia berdiri di depan gedung kantornya, menatap nanar bangunan lima lantai itu. Gedung kantornya sendiri tidak terlalu besar, tapi pabrik makanan di belakangnya cukup luas.  PT. Linder, Tbk, memang merupakan pabrik makanan kemasan paling terkenal. Pabriknya ada di mana-mana dan tempat Lydia bekerja merupakan pusatnya. Gedung lima lantai itu bisa dikatakan tempat perusahaan itu pertama berdiri, karenanya keluarga Reino enggan memindahkannya. Begitu pula dengan pabrik roti di belakangnya.  Lokasinya bisa dibilang berada di kota, tapi mereka mengoperasikan pabriknya dengan baik. Tidak ada keluhan dari penduduk sekitar, maupun dari pemerintah.  Masalahnya sekarang adalah, Lydia mencurigai pemilik sekaligus CEO perusahaan ini. Dia mencurigai orang-orang yang datang ke rumahnya kemarin adalah ulah Reino Andersen. Walau tak ada bukti, Lydia mencurigainya.  “Tidak mungkin aku bertanya padanya kan” gumam Lydia
Read more
Tamu Tak Diundang
 Lydia mengatur barang-barangnya dengan gerakan yang sangat canggung. Dirinya sangat syok, sampai-sampai tangannya sedikit bergetar. Jangankan dia, Revan saja tadi terlihat sangat terkejut.  Mata Lydia melirik sebentar ke arah Reino. Hanya sebentar saja karena rupanya Reino juga sedang menatap dirinya. Dan itu jelas saja membuat Lydia menjadi sangat canggung.  “Tenang Lyd. Kamu harus tenang. Dia gak mungkin ngapa-ngapain di kantor. Kamu bisa teriak kalau dia macam-macam,” batinnya mencoba untuk menenangkan diri.  Mengatur barangnya yang lumayan banyak itu rupanya memakan banyak waktu. Selain karena memang barangnya lumayan banyak, Lydia juga canggung ditatapi terus oleh Reino. Apalagi tatapan itu serasa bisa melubangi kepalanya.  Tapi setidaknya Lydia bisa lega karena meja barunya sudah mempunyai desk set lengkap. Persis sama dengan yang ada di meja lamanya. Jadi Lydia sama sekali tidak kesulitan mengatu
Read more
Mencari Tahu
 Awalnya Reino hanya merasa aneh membiarkan Lydia pergi sendiri. Entah kenapa dia merasa perlu mengikuti asistennya itu dan itulah yang dilakukannya.  Reino sempat mendengar suara Thalita mengatakan soal preman tepat saat dia keluar ruangan, sebelum wanita itu tergugup menutup telepon. Itu membuatnya curiga dan mempercepat langkahnya turun ke lobi.   Tak perlu diberitahu pun, Reino tahu Lydia mengarah ke lobi. Awalnya Reino berpikir perempuan itu bertemu lelaki yang mungkin mantannya atau sejenisnya, tapi siapa sangka dia malah menemukan pemandangan yang membuatnya marah. “Lepaskan tangan brengsekmu itu dari karyawanku.”  Lydia langsung berbalik dan menatap Reino penuh binar. Baru kali ini dia merasa senang melihat atasanya yang arogan itu. Tapi itu hanya berlangsung sebentar karena dia ingat kalau Reino mungkin terlibat dengan semua ini.  “Oh, jadi ini ya bosnya?” pria yang di depan
Read more
Perempuan Lain
Lydia berhasil beradaptasi dengan baik di ahri keduanya menjabat sebagai asisten seorang Reino Andersen. Rapat pertama Lydia juga berlangsung dengan sangat baik, tanpa ada masalah sama sekali. Atau lebih tepatnya hanya ada satu masalah. Reino tidak berhenti meliriknya. Itu jelas membuat Lydia yang duduk agak jauh di sebelah kanan bosnya itu merasa risih. Siapa juga sih yang tidak risih dilirik terus? Untungnya seharian ini Polar Bear sialan itu tidak melakukan hal-hal yang aneh. Hanya menatap dirinya. Saking intensnya tatapan itu, Lydia yakin kalau Reino tidak berkedip sama sekali. Namun masalah tidak selalu datang dari Reino, tapi juga seluruh kantor. Terutama setelah kejadian tadi pagi di lobi. Thalita adalah orang pertama yang mencari masalah dengan Lydia. “Kudengan kau banyak utang?” tanya Thalita dengan mata menatap Lydia dengan pandangan menghina, ketika wanita itu keluar dari ruangan Reino untuk ke toilet. “Karena itu ya kamu jual diri ke Pak Reino?”
Read more
PREV
123456
...
11
DMCA.com Protection Status