Semua Bab SUDAH TAK PERAWAN: Bab 21 - Bab 30
53 Bab
Bab 21
Pak Tomo pun kulihat beranjak dan meninggalkan Mbak Rahma juga. Setelah itu, aku gegas mengguyur tubuhku dengan air hangat yang sudah disiapkan Ibu. Sedikit lebih segar. Tak lama-lama juga aku mandinya karena sudah siang. Setelahnya, lekas masuk kembali ke kamar dan melihat Mbak Rahma yang tengah duduk di atas tempat tidurku dan matanya mengedar mencari-cari sesuatu. Aku pura-pura tak acuh. Hanya ingin tahu apa yang ingin dia katakan. “Wah cantiknya adik Mbak. Pasti tidurnya nyenyak ya karena minum susu semalam? Sayangnya cuma satu itu. Kalau ada dua, pengen juga lah Mbak minum biar bisa istirahat nyenyak kayak kamu.” Dia tersenyum dan wajahnya tampak tak menunjukkan apa-apa. “Oh, memang susu yang Mbak buat itu bisa buat tidur nyenyak, ya?” Aku melirik ke arahnya. Hanya ingin melihat ekspresinya.“Katanya, iya. Buktinya kan iya. Kamu juga sampai bangun sesiang ini. Gak biasanya.” Dia bicara dengan ringan. Aku yang sudah duduk di kursi yang sudah disiapkan MUA menoleh. “Kok katanya
Baca selengkapnya
Bab 22
POV RAHMA Selamat Membaca! Mas Iwan---lelaki yang sudah membuatku tergila-gila, kini mengabaikanku. Sakitnya terasa menusuk-nusuk hingga dalam kalbu. Dua setengah tahun, pernikahan kami hampa dan selalu bertengkar karena mempermasalahkan keturunan. Walaupun dia terpaksa menikahiku, tetapi pada akhirnya dia tak dapat menolak takdirnya menjadikanku istrinya. Sehingga kabar kehamilanku membuatnya begitu bahagia. Aku berharap, dengan kehadiran anak dalam pernikahan kami akan memperbaiki cekcok-cekcok yang tak dapat kuhindari. Pertikaian kecil yang kadang membuatku lelah dan aku selalu menampilkan senyum sumringah dan bahagia di hadapan Humaira. Ya, aku tak ingin dia senang ketika melihatku menderita. Bagaimanapun, lelaki yang kucintai adalah dulu yang dia cintai juga. Lelaki yang kurebut paksa dengan sedikit trik dan Humaira begitu bodohnya terpedaya. Dua setengah tahun lalu. Aku begitu gelisah ketika satu minggu lagi mereka akan menikah. Seluruh dunia rasanya hendak runtuh. Hatiku t
Baca selengkapnya
Bab 23
Pov RahmaSemua berkerumun, hingga akhirnya pengaruh obat tidur pada Humaira perlahan hilang dan akhirnya dia pun sadar. Dia histeris, lebih histeris dari pada aku. Bahkan tubuhnya bergetar dan suaranya sampai parau. Aku tak terlalu memperhatikan semua yang sudah sibuk berkomentar dan menerka-nerka siapa pelakunya. Sudut mataku sibuk mencari Ardi, lelaki yang katanya akan jadi dewa penolong untuk Humaira. Namun kenapa dia tak kunjung datang hingga sekarang? Semua kekacauan berangsur sirna ketika aku memutuskan untuk membawa Humaira ke kamar kami dan meminta maaf pada Keysa. Aku tak tahu jika itu kamarnya. Andai aku tahu, pasti akan kupilih kamar yang lain untuk melakukan aksi ini. Berkali-kali Humaira histeris dan sesekali pingsan hingga akhirnya Keysa meminta supirnya untuk mengantar kami pulang. Baru kami hendak berangkat, Ardi muncul dengan wajah panik. Dia menatapku dan Humaira bergantian. Aku mengisyaratkan agar dia menenangkan Humaira, tetapi Ardi menautkan alis dan malah me
Baca selengkapnya
Bab 24
POV RAHMA Dua setengah tahun. Aku merajut kehidupan dengan lelaki yang kucintai. Meskipun pada tahun kedua sudah kerap dilengkapi oleh pertengkaran karena keinginan Mas Iwan dan keluarga untuk segera dapatkan momongan dan aku tak hamil juga. Dua setengah tahun menunggu dan aku sempat hampir putus asa, tetapi pada akhirnya dua garis merah itu jadi milikku juga. Aku sangat bahagia karena Mas Iwan dan keluarganya kembali memperlakukan aku dengan manis. Humaira pun perlahan membaik. Meskipun uang untuk pengobatannya yang dari Keysa kupangkas setengahnya. Namun pada akhirnya dia mulai sembuh juga dengan pengobatan alakadarnya. Hanya saja, setelah dua setengah tahun mengalami hidup menjadi manusia tak normal membuat Humaira ternyata kesulitan mendapatkan jodoh. Beberapa kali, aku mencarikannya, jujur aku berbuat seperti itu, karena takut Mas Iwan berpaling padanya. Namun, ternyata para lelaki itu pun selalu mundur karena terbentur restu dari keluarga. Aku pun pada akhirnya menyerah dan
Baca selengkapnya
Bab 25
POV HUMAIRAMbak Rahma menyambutnya begitu hangat. Mungkin karena Nindi ini adik dari sahabatnya. Dia menggiring Nindi untuk duduk pada kursi yang ada di dekatku dengan Mas Laksa. Mbak Rahma lantas keluar dan tak lama kembali dengan sepasang lelaki paruh baya. Pak Suseno---ayah mertuaku tampak begitu akrab dengan ayah dari Nindi---Pak Setiadi. Mbak Rahma dengan sigap mengambil makanan dari dapur dan menyuguhkannya. Dia menyapa dengan sangat manis dan senyumnya tak luput tersinggung pada bibirnya. “Silakan, Pak!” Mbak Rahma mempersilakan mereka. “Makasih, Rahma.” Pak Setiadi tersenyum dan memgangguk pada Mbak Rahma. Mereka mengobrol sebentar dan tampak akrab sekali dengan Mbak Rahma.“Sama-sama, Pak Adi. Mari, Pak.” Mbak Rahma pun kemudian undur diri. Aku duduk dengan rasa tak nyaman. Apalagi berada dalam jarak yang tak jauh dengan mantan Bapaknya Mbak Keysa. Rasanya aku menjadi sumber perhatiannya, apalagi ketika mereka mengobrolkan kenangan tentang Mbak Keysa. “Ra, kita ke depan
Baca selengkapnya
Bab 26
Bab 26Meskipun rasa lelah dan kantuk menghinggapi. Namun aku berusaha untuk terjaga dan melepaskan pernak-pernik yang menempel. Mahkota kecil, kerudung yang melilit kepalaku, gelang, bross, cincin dan gelang. Setelah semua aksesoris terlepas, meski susah payah aku akhirnya bisa melepas resleting gaun dan lekas berganti dengan piyama tidur yang kubawa. Beruntung Mas Laksa masih belum keluar dari kamar mandi. Kalau sudah, bisa-bisa aku gugup setengah mati dibuatnya. Ah, rasanya nyaman. Aku sudah tak kuat ingin merebahkan badan. Kulirik tempat tidur dengan ukuran king size yang dipenuhi dengan rangkaian ronce melati di atasnya yang terbentuk sepert lampu kristal. Wanginya membuatku tenang, tetapi tak berani aku beranjak ke sana. Rasanya takut mengotori seprai putih yang bertabur bunga mawar merah dan putih itu. Aku lebih memilih berbaring pada sofa dan perlahan memejamkan mata. Menunggu Mas Laksa keluar dari kamar mandi, lalu setelahnya aku akan gantian membersihkan diri. Waktu sudah m
Baca selengkapnya
Bab 28
(28) Selamat membaca! Menjadi orang paling beruntung, itulah yang aku rasakan sekarang. Kehidupan yang semula suram tanpa tujuan, tiba-tiba dipenuhi kerlip lampu harapan. “Bu, Rara pamit pulang dulu, ya.” Usai mencuci piring, aku meraih jemari Ibu dan menciumnya dengan khidmat. Tak enak dengan Mas Laksa jika berlama-lama. Mungkin dia ingin istirahat juga. Andai kamarku tak sempit dan jelek, aku bisa saja mempersilakan dia tidur siang dulu di kamarku. “Gak nunggu Mbak kamu pulang dulu, Ra? Mungkin dia pun akan kangen, secara … selama di sini, Ibu lihat dia sangat bergantung sama kamu. Apa-apa cerita semua ke kamu.” Ibu menatapku yang baru saja melepaskan tangannya. Aku melirik wajah Ibu, ingin rasanya aku mengatakan semuanya tentang Mbak Rahma. Hanya saja belum sampai hati untuk bercerita.Sepertinya lebih baik langsung kuserahkan saja pada Mas Laksa biar dia yang nengurusnya. Aku bukan tak sayang pada saudara sendiri, tetapi hanya ingin memberinya pelajaran jika menghalalkan seg
Baca selengkapnya
Bab 29
“Aku habis bersuci kan keramas. Eh, malah digoda habis-habisan sama dia.” Aku bangkit hendak menyimpan kerudung ke hunger. Namun tiba-tiba tangan Mas Laksa mencekal tanganku.“Jadi, kamu sudah bersih?” Pertanyaannya membuat aku tercekat. Kok gugup, ya. Meskipun begitu sebuah anggukan pada akhirnya membuatku menjawab pertanyaannya. “Kalau gitu, nanti malem ikut Mas, ya! Kebetulan ada pengajian akbar di masjid jami. Dulu Keysa selalu rutin ikutin kajian. Mas harap, kamu juga bisa seperti itu.” Duh, malu rasanya. Kok bisa-bisanya pikiranku malah mengarah ke sana-sana, sih. Ternyata cuma mau ngajak menghadiri pengajian di masjid. Kalau malaikat bisa terlihat, mungkin kini dia tengah menertawakan salah sangkaku. “Iya, Mas.” Aku tersenyum biar gak kentara kalau tadi sudah salah sangka. “Oke,” tukasnya seraya mencubit ujung hidungku sekilas. Mas Laksa pun lekas mengambil laptop dan meminta maaf karena harus menyelesaikan pekerjaan pentingnya yang tertunda, katanya. Aku meneruskan bersel
Baca selengkapnya
Bab 30
Sampai esok menjelang, kudapati tempat tidur di sampingku kosong. Mas Laksa tak pulang. Aku menggeliat dan meraih ponselku yang tergeletak di atas tempat tidur. Kebiasaanku memang, kalau tidur ditemani ponsel. Harusnya ‘kan, jangan. Hanya saja sudah kebiasaan. Kuperiksa dan ternyata ada satu pesan dari Mas Laksa semalam. [Tidur duluan ya, Ra. Mas gak bisa pulang.] Sudah jam satu malam ketika dilihat dari waktu pesan yang dia kirim. Jangankan buka ponsel, jam segitu buka mata saja sudah berat. [Mas pulang jam berapa? Mau aku masakin apa?] Aku mengetik sambil sesekali masih menguap. Bingung mau masak apa. Aku belum paham apa yang dia suka soalnya.[Sebentar lagi pulang. Buatin saja nasi goreng sosis. Aidan sangat suka. Bahan-bahannya kamu tanya saja Mbak Susi, ya!] [Oke, Mas.]Aku bangkit dengan bersemangat. Ingin mulai belajar mendekati Aidan dan mengambil hati, anak dua stengah tahun itu. Rasanya aku berhutang terlalu banyak pada Mas Laksa, sudah selayaknya aku menebusnya dengan
Baca selengkapnya
Bab 31
“Hati-hati makannya, Ma!” Aku berucap seraya mengulum senyum. Sedikit ada rasa puas di dalam dada mendengar kalimat klarifikasi dari Bi Susi yang mematahkan semua ocehannya. Sedangkan wajah Bu Rosye tampak merah. Entah karena malu atau memang karena tersedak tadi, yang jelas dia hanya melirik sekilas ke arahku dengan tatapan yang terbaca seperti tak percaya. “Iya, hati-hati, Nyonya.” Bi Susi tampak khawatir juga.“Susi, tolong buatin susu yang baru buat saya!” Ibu Mertuaku tak menanggapi ucapan kami. Dia malah mengalihkan pada topik lain dan bicara pada Bi Susi. “Baik, Nyonya!” Dia tak banyak membantah dan langsung beranjak pergi. “Wah, lagi pada ngobrol di sini rupanya?” Mas Laksa yang baru saja tiba di lantai bawah berjalan mendekat ke arah kami. Tak ingin memperkeruh suasana, aku langsung mengajaknya beranjak ke meja makan. “Iya, kami nungguin kamu, Mas.” Aku menarik jemari mungil Aidan agar mengikuti langkahku. Tak ada kata basa-basi lagi pada Ibu mertuaku yang tengah menyibuk
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status