Semua Bab Dinikahi Profesor Galak: Bab 41 - Bab 50
155 Bab
41. Rahasia Zein
Intan terperanjat saat namanya disebut. Ia tidak menyangka wanita itu akan mengenalinya. 'Haduh, gimana ini?' batin Intan. Ia sangat panik karena belum mau jika dokter itu mengetahui hubungan pernikahannya dengan Zein. Entah mengapa sampai saat ini Intan masih belum siap untuk mempublikasikan pernikahannya. Mungkin ia malu karena pria yang menikahinya adalah orang yang selalu memarahinya. Sementara itu, meski terkejut, Zein yang sudah tertangkap basah pun pasrah. "Sayang, sini!" panggil Zein sambil menarik tangan Intan. Seperti janjinya, ia akan bersikap romantis di hadapan orang lain. Deg! 'Dih, malah manggil sayang. Rese banget, sih?' batin Intan. Namun akhirnya mau tidak mau Intan pun balik
Baca selengkapnya
42. Pelampiasan Emosi
Muh tersenyum, senyumannya seolah meledek Zein. "Apa sih yang Papah gak tahu tentang kamu?" sahutnya. Secara tidak langsung Muh menegaskan bahwa ia selalu tahu tentang anaknya itu. "Kalau memang Papah tahu, lalu kenapa Papah tidak mencegah atau membatalkannya?" tanya Zein. Ia merasa kesal karena papahnya hanya diam saja. "Untuk apa? Meski Papah tahu, Papah tidak mau terlalu ikut campur dalam urusan kalian. Lagi pula anggap saja ini pelajaran buat kamu. Supaya kamu bisa tahu bagaimana rasanya jauh dari istri.” "Pah! Aku akui itu adalah kesalahanku. Tapi hal itu aku lakukan jauh sebelum kami menikah. Dan saat ini aku menyesal," jawab Zein, jujur. Muh menyunggingkan sebelah ujung bibirnya.
Baca selengkapnya
43. Cemburu
Selesai membersihkan tubuhnya di kamar mandi, Zein menghampiri Intan sambil tersenyum. Ia senang karena saat bercinta tadi Intan mengucapkan kata-kata nakal yang membuatnya semakin berhasrat. "Sepertinya sekarang kamu semakin pintar, ya," ucap Zein sambil duduk di samping Intan. Ia merapihkan rambut Intan yang menghalangi wajahnya. "Mas, bisa gak sih gak usah dibahas?" keluh Intan. Ia malu jika mengingat apa yang ia lakukan tadi. “Emang kenapa, sih? Kan Mas cuma bahas gitu aja,” tanya Zein. “Ya aku malu,” keluh Intan sambil menekuk wajahnya. "Hem ... ya udah, lebih baik kamu bersih-bersih, sana! Setelah itu baru kita tidur," ucap Zein. Kali ini ia tidak meledek Intan.&n
Baca selengkapnya
44. Siapakah Dia
Intan ternganga setelah mendengar ucapan suaminya itu. "Siap banget ya, Mas?" sindir Intan. Ia tak menyangka ternyata Zein telah mempersiapkan semuanya dengan matang. Padahal Intan tidak tahu kapan suaminay itu menyiapkan pakaian. "Kamu lupa kalau suamimu ini memang selalu prepare?" tanya Zein, bangga. "Iya, sih. Cuma aku gak yakin kalau hadiah spesialnya cuma buat aku," ucap Intan, lemas. "Lalu? Memang kamu pikir hadiahnya apa?" tanya Zein. Ia penasaran apa yang ada di pikiran istrinya itu. Intan curiga bahwa hadiahnya adalah permainan panas di ranjang. Namun ia tidak mungkin mengatakan hal tersebut pada suaminya itu. "Gak tau," jawab Intan sambil menatap bucket bunga yang ada di tangann
Baca selengkapnya
45. Kantong Doraemon
Intan yang sedang menangis pun langsung menoleh. Ia sangat terkejut ternyata pria yang ada di sampingnya adalah Zein. Bukannya senang, tangisan Intan malah semakin menjadi. "Huhuhu ...." Ia menangis sambil menutup wajahnya. Zein pun bingung karena reaksi Intan tidak sesuai dengan ekspetasinya. "Lho, kamu kenapa?" tanyanya. "Jahat! Tega banget bikin aku sedih, huhuhu," rengek Intan, manja. Zein tersenyum. Kemudian ia langsung menarik Intan ke pelukannya. "Maaf, ya. Mas cuma mau kasih surprise buat kamu," ucap Zein sambil mengusap kepala Intan. Intan pun membalas pelukan Zein. "Gak lucu! Aku udah sedih dari kemarin. Kirain Mas beneran gak mau nganterin aku," ucap Intan sambil menelusupkan wajahn
Baca selengkapnya
46. Tak Bisa Jauh
"Bekal pengobat rindu," sahut Zein. Kemudian ia langsung menarik Intan dan mengungkungnya. "Mas! Ini masih siang," keluh Intan. Namun ia tak menolak suaminya itu. "Gak apa-apa, kan nanti kita pisah lama. Jadi bekalnya harus banyak," jawab Zein. Kemudian ia membungkam mulut Intan dan tak membiarkannya bicara lagi. Zein yang terlalu antusias itu sampai lupa bahwa istrinya harus lapor ke kepala daerah setempat (seperti lurah). Saat itu mereka bercinta dengan panas. Bahkan suara-suara meresahkan pun sampai terdengar ke luar. Beruntung di luar sana cukup sepi. Tuk! Tuk! Tuk! Intan dan Zein terperanjat. "Siapa?" tanya Intan pelan.
Baca selengkapnya
47. Pilihan yang Berat
Rasanya Zein ingin melompat dari helikopter. Namun sayang, itu sangatlah tidak mungkin karena helikopter yang ia tumpangi terbang semakin tinggi. "Sial! Kenapa dia bisa ada di sana. Apa dia tahu bahwa Intan dinas di tempat itu?" gumam Zein sambil menatap Bian yang semakin lama semakin menghilang. Ia selalu suudzon pada pria itu. Sebab sejak awal Bian memang selalu mendekati Intan. Hatinya terasa panas membayangkan bagaimana Bian akan mendekati Intan. Apalagi saat ini ia yakin bahwa Bian belum tahu Intan sudah menjadi istrinya. "Untung aku sudah memasang kalung itu. Kepala desa di sana pun sudah mengetahui bahwa Intan adalah istriku. Semoga dia tidak berani mengganggunya," gumam Zein. Ia berusaha menenangkan hatinya meski tetap tidak bisa tenang.
Baca selengkapnya
48. Cemburu Buta
Intan yang panik pun langsung mengambil ponsel pemberian suaminya itu. Bola matanya hampir melompat kala mendapati ada ratusan panggilan tak terjawab dan begitu banyak pesan yang Zein tinggalkan. Mulai dari pesan manis, hingga marah-marah. "Mati, aku," gumam Intan. Ia merasa bersalah karena telah melupakan hal sepenting itu. Intan yang masih butuh adaptasi dengan lingkungan barunya pun cukup sibuk sehingga tidak sempat memikirkan hal lain. Ia pun bergegas menghubungi suaminya kembali. "Semoga dia gak ngamuk," gumam Intan sambil menunggu jawaban dari Zein. Hanya dalam beberapa detik, Zein pun langsung menjawab panggilan dari istrinya itu. Telepon terhubung. "Kamu ini dari mana aja, sih? Ga
Baca selengkapnya
49. Ungkapan Cinta
Foto itu sudah diposting sejak dua jam yang lalu. Sehingga cukup banyak komentar yang membuat darah Zein mendidih."Duh, galfok sama Bu dokter dan Pak Tentara. Kok serasi banget, sih?" Komentar salah satu netizen."MasyaaAllah, cantik dan tampan. Kalau jadi nikah, anaknya pasti perfect banget.""Kita doakan semoga dokter dan Pak Tentaranya berjodoh ya, guys!"Kepala desa yang sudah berumur itu pun sedikit gaptek. Sehingga ia bisa memposting tanpa tahu bahwa ada banyak notifikasi masuk di ponselnya. Apalagi saat itu ia sedang menerima banyak tamu.Tangan Zein gemetar saat membaca seluruh komentar itu. Rasanya ia ingin menghilang dan langsung muncul di hadapan Intan.Zein langsung berdiri dari tempat duduknya. Ia tak terima melihat istrinya didekati oleh pria yang paling ia benci itu.Zein pun meninggalkan ruangannya dengan penuh rasa kesal. Kemudian ia menuju poli untuk membereskan tugasnya."Masih ada berapa pasien?" tanya Zein saat bertanya pada suster. Kala itu masih jam istirahat.
Baca selengkapnya
50. Hutang Budi
Bian kesal karena dibentak oleh seorang wanita. Namun ia yang sedang patah hati itu tidak ada energi untuk berdebat. Sehingga Bian memilih melanjutkan perjalannnya menuju markas.Sementara itu, Intan dan Zein sudah menyelesaikan pergulatannya. Saat ini mereka sedang bermesraan di tempat tidur."Mas, gimana ini aku bolos? Kasihan kalau nanti banyak pasien yang datang," keluh Intan.Ia baru sadar bahwa dirinya terlambat setelah selesai bercinta."Gak apa-apa bolos sekali. Lagi pula suster di sini cukup kompeten. Mereka sudah biasa menghadapi pasien saat dokter tidak ada. Jadi kamu jangan khawatir ya, Sayang!" jawab Zein.Saat ini Intan sedang berada di pelukan suaminya itu. Mereka bahkan belum sempat mengenakan pakaian. Sehingga hanya menutupi tubuhnya menggunakan selimut."Ya udah, iya. Mumpung ada suami di sini. Kapan lagi kan bisa dipeluk sama Mas? Apalagi kalau Mas udah pulang ke Jakarta," ucap Intan, memelas.Zein menatap istrinya sambil tersenyum. Kemudian ia mengusap-usap kening
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
16
DMCA.com Protection Status