Semua Bab Bukan Pewaris Biasa: Bab 11 - Bab 20
168 Bab
Hari Pertama PKL
"Akh! Sakit sekali!" Dannis meremas rambutnya. Kepalanya terasa begitu pening dan berat ketika hendak bangun dari posisi tidurnya. Seakan semua hal yang dilihatnya bergerak ke sana-kemari. "Kau sudah bangun? Bagaimana kaleng sodanya? Apakah enak?" Juna berdiri memandangi cermin sambil menata setelan kemeja dan jas yang sedang ia kenakan. Sindiran halus dari Juna membuatnya berusaha untuk mengingat beberapa hal yang dilakukan olehnya kemarin. Ketika mencoba menelaah ingatannya, kepalanya terasa begitu sakit. Baru pertama kalinya ia merasakan sakit seperti ini."Apa yang terjadi? Kenapa aku berada di atas kasur? Apa aku pingsan?" Dannis masih kesulitan untuk mengingat. "Pingsan karena minum terlalu banyak minuman bersoda. Untungnya kata dokter yang aku panggil ke apartemen, kau masih bisa diselamatkan. Kau tahu meminum banyak minuman bersoda akan memicu gula darahmu? Ia berpikir bila kau pingsan karena hal itu." Juna berbalik badan dan menegur bosnya. Rasa khawatir sempat menghantuin
Baca selengkapnya
Seklompok Sama Musuh Bebuyutan
"Kenapa? Kok, kamu tampak terkejut? Tio yang bertanggung jawab atas mahasiswa magang tampak bingung ketika melihat reaksi Dannis. "Oh! Nggak, cuma nama perusahaannya sama seperti nama belakang saya." Dannis menyeringai sambil menundukkan kepalanya karena malu. Dalam otaknya saat itu berpikir bila perusahaan tempatnya magang adalah milik keluarga Kartanegara."Kenapa? Kau pikir perusahaan ini milik nenek moyangmu! Mentang-mentang nama kalian sama?! Belum tentu, Bos!" Randy menyindir musuh bebuyutannya. Tapi, raut wajah Tio justru merasa penasaran. Ia membuka kembali kertas yang berisi data para identitas mahasiswa magang. Dannis, nama itu tampak asing baginya. Tapi nama Kartanegara yang tersemat di belakangnya justru terasa janggal baginya. Tio segera meredam ucapan mereka semua. Satu per satu diberikan kertas beberapa lembar yang berisi jobdesk mereka untuk dua Minggu ke depan. Untuk sekarang ini, Tio meminta kepada mereka untuk membagi kelompok kerja sebanyak dua kelompok. Karena
Baca selengkapnya
Terkunci Di Ruang Arsip
"Tunggu!" Dannis lari menuju pintu lift yang hampir menutup.Untungnya ia bisa menahan pintu lift sebelum keburu tertutup sepenuhnya. Orang yang ada di dalam lift justru mengalihkan pandangannya dan merasa bodo amat ketika Dannis berdiri di samping dirinya. Raut wajahnya terlihat datar, bahkan ia malah memilih melihat smartphone dari pada menolong Dannis."Aku ikut ke ruang arsip." Dannis sebenarnya tidak butuh persetujuan darinya, namun ia merasa perlu mengatakannya. "Terserah kau saja. Lagi pula, sampai di sana kau tidak akan berguna." Randy turun dari lift ketika pintu lift terbuka di lantai yang ia tuju.Ruangan arsip berada di lantai paling atas di dalam gedung itu. Di lantai tersebut ada beberapa ruangan selain ruang arsip, seperti ruangan untuk meeting yang biasa digunakan oleh CEO, lalu ruangan CEO, serta ruangan yang diperuntukkan untuk menerima tamu penting yang jumlahnya lebih dari satu. Bila dilihat dari tata letak
Baca selengkapnya
Kakek?
"Hah?! Oh, aku… aku diminta oleh Pak Leo untuk mengambil beberapa berkas dokumen proyek untuk kami kerjakan." Dannis menyeringai karena tidak menyangka bila yang menolongnya justru Luna. "Lalu? Kau sudah mendapatkannya?" Tanya Luna yang melihat keadaan Dannis yang tampak tidak baik-baik saja.Terlihat seluruh wajahnya dipenuhi oleh keringat. Raut mukanya tampak takut dan gelisah. Temannya itu juga langsung menyingkir dan berdiri di luar ruangan arsip, seakan ia menghindari ruangan itu. "A–Aku… sudah mendapatkannya!" Dannis menundukkan kepalanya. Tidak mungkin ia memberitahukan perempuan di depannya kalau dirinya baru saja terkunci di dalam sana. "Bohong! Kamu pasti terkunci di dalam sana, 'kan? Bila kamu sudah menemukan dokumennya, lalu di mana berkasnya? Tanganmu itu kosong." Sedari tadi perempuan itu terus memeriksa kedua tangan Dannis yang disembunyikan di belakang.Gelagat aneh dari lelaki di depannya membuat Luna merasa curiga. Ia mencium ada yang tidak beres. "Aku terkunci d
Baca selengkapnya
Sandiwara Si Cucu
"A–Aku…." Wajah Dannis tampak kelu ketika kakeknya sudah berada di depan mereka. "Apa Anda mengenal mereka?" Tanya seorang pengawal yang menghampiri Aji Kartanegara.Selagi kedua mahasiswa di sampingnya mengalihkan perhatian tuan Kartanegara, Juna langsung menggunakan teknik seribu jari untuk mengetik pesan singkat yang diakhiri dengan bantahannya atas kenalnya mereka dengan tuan Aji Kartanegara. "Kami tidak mengenal beliau!" Bantah Juna yang menyela pembicaraan antara pengawal Aji Kartanegara dengan tuannya. Karena perkataan Juna yang mendadak itu, semua orang yang berada di dekatnya langsung menoleh ke arah Juna dengan herannya. Bahkan Dannis tidak bisa berkata apapun ketika pengawalnya bersikeras dengan ucapannya. "Kau…?" Pengawal Aji Kartanegara menunjuk Juna sambil mengingat-ingat wajahnya yang tampak tidak asing. "Ju–" "–Jujur kami tidak mengenal Anda. Sebenarnya siapa Anda?" Dannis langsung memotong ucapan kakeknya yang hendak memanggil pengawalnya. Lelaki itu langsung me
Baca selengkapnya
Si Pewaris Keempat
"Oh, terima kasih. Maaf, aku buru-buru, tapi terima kasih lagi." Luna belum sempat memandang wajah pria yang menolongnya. Ia langsung masuk ke dalam mobil sambil mengambil jepitan kecil yang berada di tangan pria itu.Ketika mobil sudah pergi lumayan jauh, pria itu berputar dan kembali ke dalam gedung. Terlihat setiap kali ia melewati ruangan, koridor ataupun lift, semua karyawan yang ditemuinya memberi salam dan menundukkan kepalanya. "Pak, tuan Aji Kartanegara sudah menunggu Anda di ruanganmu." Salah seorang sekretaris berbisik ke arahnya. "Aku mengerti. Oh, yah, apa ada mahasiswa yang magang di sini?" Tanyanya ke sekretaris itu. "Ada lima orang. Memangnya kenapa, Pak?" Sekretaris itu bertanya. Maklum saja, pria yang ada di depannya itu agak sedikit sensitif dengan para pemagang. Tanpa menjawabnya, senyuman kecil pria itu sudah mewakili jawaban dirinya. Dan ketika ia memasuki ruangannya yang berada di lantai paling atas, dekat dengan ruang arsip, dirinya tidak menyangka bila Aji
Baca selengkapnya
Hari Kedua PKL; Bertemu CEO
"Oke, untuk hari ini. Agenda kalian adalah menghadiri acara ulang tahun perusahaan," ucap Pak Tio yang mempersilahkan kepada para mahasiswanya untuk menuju ke ballroom yang berada di lantai dasar, dekat dengan lobi.  Ketika memasuki ballroom, ada beberapa stand makanan yang berbaris di sepanjang sisi ballroom. Makanan khas dalam negeri hingga beberapa jenis makanan luar ikut meramaikan acara itu. Lalu ada begitu banyak kursi untuk tamu yang dibalut dengan cover kain putih dan  membuat penampilan kursi itu begitu elegan serta mewah. Semuanya terlihat ditempatkan di bawah panggung, di mana panggungnya dirancang sendiri oleh salah satu vendor kontraktor milik PT. Kartanegara Karya.Beberapa karyawan terlihat telah mengisi beberapa kursi tamu yang masih kosong. Suasana menjadi bertambah hangat dan meriah ketika Gilang Kartanegara, sang CEO, masuk dari pintu utama ballroom sambil dikawal oleh beberapa direksi utama perusahaan serta pengawalnya.
Baca selengkapnya
Hangout
"Oh, yah, mau––ikut hangout ke mall terdekat? Kebetulan aku mau cari referensi buku bacaan buat mengisi waktu senggang." Luna mengajak lelaki yang berdiri di sampingnya. Matanya tampak berpaling ke arah lain dan enggan menatap lelaki itu.Ucapannya juga terdengar terbata-bata. Rasa malu menghinggapi wajah perempuan itu. Namun ia begitu senang karena sudah melontarkan kalimat itu. "Kamu tidak keberatan bila aku ikut?" Dannis menahan senyuman di bibirnya. Dalam benaknya, seakan ada kembang api yang baru saja meledak dengan begitu indah. "Keberatan dari mana? Mumpung kita punya waktu. Karena yang aku tahu, besok akan ada kunjungan ke beberapa proyek," ungkap Luna yang menggiring lelaki itu melewati pintu otomatis yang berada di lobi. Ia sempat menelepon seseorang dan memintanya untuk menjemput di depan lobi. Luna tampak tersenyum kecil dan berusaha menjaga sikapnya agar tidak terlihat seakan ia salah tingkah. Tap
Baca selengkapnya
Sudahku Lunasi Biayanya
"Tolong lakukan operasinya, Dok! Saya janji akan melunasi semua pembayaran setelah operasinya selesai!" Aryo tampak kalut. "Saya bisa jual motor dan tanah sambil menunggu operasinya selesai," ungkap Aryo lagi. Terlihat sedari tadi ia terduduk di lantai ruang IGD sambil bersujud di hadapan seorang dokter. "Ini bukan lembaga amal! Kalau kamu mau operasi dilakukan, segera urus pembayarannya dulu! Minimal bayar uang mukanya!" Dokter itu membentaknya dan bertolak pergi ke ranjang pasien lain. Kehebohan di ruangan itu menjadi perhatian beberapa pengunjung yang berada diluar pintu IGD yang terbuka. Mereka saling berbisik dan sesekali menunjuk ke arah Aryo dengan melontarkan cibiran kasar ataupun menyumpahinya dengan ungkapan kotor. Dannis merasa ia perlu tahu tentang apa yang terjadi. Tanpa sadar, langkah kakinya malah berbelok arah ke ruangan IGD. Entah apa yang menggerakkan kakinya, namun ia merasa harus menghampiri Aryo. "Tolong, Dok! Ibu saya sedang sekarat! Tolong kasihani saya…."
Baca selengkapnya
Hai, Sepupu Bungsu
"Buaya?!" Gilang tampak kesal ketika dirinya dipanggil seperti itu. Dannis terus saja menunjuk kedua orang yang berdiri di depannya dengan penuh keheranan. Seakan ia baru saja bertemu dengan sesuatu yang sudah lama hilang. Dirinya sangat tidak menduga sama sekali bila mereka berdua bisa berada di kamar rawat inap itu. "A–apa yang terjadi? Kenapa kakek dan Pak Gilang ada di sini?" Dannis bertanya-tanya. "Kami datang untuk menjenguk pengawalmu. Dia baru saja tersengat listrik di tempat Gilang." Aji Kartanegara memilih menghampiri sofa kosong yang berada di seberang ranjang Juna dan duduk di sana. Tampak wajahnya begitu biasa, seakan ia tidak mempermasalahkan atas kedatangan Gilang Kartanegara yang merupakan CEO Kartanegara Karya, perusahaan tempat di mana Dannis melakukan praktek kerja lapangan."Hah?! Tersengat listrik? Kok, bisa?" Dannis menoleh ke arah Juna yang tampak menyembunyikan wajahnya dari Dannis. 
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
17
DMCA.com Protection Status