All Chapters of To Be His Bride (Season 1): Chapter 31 - Chapter 40
63 Chapters
Part 30
Ilker tidak pernah memandang Ajeng. Selama dua hari terakhir ini, pria itu seperti menghindari Ajeng dan itu membuat Ajeng bingung. Membuat Ajeng bertanya-tanya kesalahan apa yang sudah dia lakukan sampai diperlakukan seperti itu. Apakah ini karena kecelakaan yang terjadi malam itu. Karena Ajeng tak sengaja mencium bibir pria itu? Itukah yang membuat Ilker membencinya sampai-sampai pria itu tidak mau melihatnya? Ya, selama dua hari terakhir ini, selain masalah pekerjaan, Ilker nyaris tidak pernah bicara apapun padanya. Sebenarnya Ajeng tidak perlu merasa keberatan karena sebelumnya mereka sudah terbiasa seperti itu. Tapi entah kenapa, kali ini Ajeng merasa sikap diam pria itu tidak biasa, terasa lebih buruk. Karena pria itu kini tampak tak mau melihatnya atau tak mau berkontak mata dengannya. Awalnya respon Ajeng biasa saja. Saat mereka bertemu di meja ketika sarapan, Ilker sama sekali tidak menatapnya dan selalu memalingkan wajah. Ajeng masih baik-baik saja. Dan saat Ilker yang m
Read more
Part 31
"A-Alzham?" Ilker terbata. Ajeng menganggukkan kepala. "Kenapa kamu pergi sama dia?" Ajeng mengedikkan bahu. "Karena Mas Alzham mengajak saya pergi." Jawab Ajeng dengan datarnya. Ilker tak bisa berkata-kata. Ia tidak bisa melarang Ajeng untuk tidak pergi dengan Alzham. Ia tidak punya hak untuk itu, sekalipun ia punya kuasa untuk melakukannya. "Kalau sudah selesai, saya pamit." Ucap Ajeng pada Ilker dan tanpa menunggu jawaban dia meninggalkan ruangan. Sepulang kerja, Ajeng menemui Halwa. Jika hari sebelumnya ia tidak pulang dengan Ilker karena pria itu yang melarangnya, hari ini dia tidak pulang dengan Ilker karena sudah ada janji dengan Halwa untuk pergi ke kontrakannya. Halwa dan Ajeng sepakat akan pergi ke hotel bersama. Terlebih, Puri, teman baik Halwa mengatakan kalau dia mau membantu Ajeng dan Halwa untuk berias di kontrakan. Mengingat selama ini Ajeng memang tidak bisa menggunakan make-up dan ia juga enggan ke salon karena takut didandani berlebihan, ia akhirnya mau ikut d
Read more
Part 32
Ilker tahu, kini perhatian semua orang ada padanya. Bukan hanya keluarganya saja yang memenuhi ballroom itu, tapi juga rekanannya, investornya dan para karyawan yang diundang untuk perwakilan divisi. Sehingga sekalipun enggan, Ilker harus bersikap ramah padanya. "Tidak." Jawab Ilker, berusaha bersikap sesopan mungkin. "Kamu bisa lihat sendiri kalau acaranya bahkan belum dimulai." Lanjutnya lagi. "Bagus." Ucap gadis itu seraya merangkul lengan Ilker. "Mas gak keberatan kan kalau aku disini? Kebetulan aku gak punya pasangan malam ini." Lanjutnya dengan nada merajuk. Ilker tidak memberikan jawaban apapun. Ia juga tidak melepaskan tangan Ayeleen dari lengannya karena tak mau disebut tidak sopan. "Sial!" Desisan Mirza di sebelahnya membuat Ilker menoleh dan memandang ke arah yang sama ke mana Mirza memandang. Saat itulah Ilker terpaku di tempatnya. Mulanya, yang Ilker lihat adalah Halwa yang berjalan di samping Rayyan. Keduanya tampak serasi berjalan beriringan. Dan Ilker merasa geli
Read more
Part 33
Ajeng terdiam. Bisakah ia melakukannya? Bisakah ia pergi meninggalkan kediaman Levent yang selama ini sudah seperti rumahnya? Bisa! Tentu saja ia bisa! Ajeng sudah terbiasa tinggal dimanapun, dan ia tidak perlu tinggal menetap di suatu tempat jika ia tidak ingin atau jika tidak ada orang yang menginginkannya. Dia bukan gadis yang tidak tahu malu yang harus terus menempel layaknya parasit. "Kalau memang itu yang harus saya lakukan, akan saya lakukan, Sir." Ucap Ajeng dengan tegas. "Bahkan jika Anda memerintahkan saya untuk menghilang, saya akan menghilang." Lanjutnya tanpa ragu. "Sial!" lagi-lagi Ilker menggerutukan kata itu dan itu membuat Ajeng semakin sakit hati, entah untuk alasan apa. "Dengarkan aku, Ajeng." Ilker mengulurkan tangan dan berniat untuk menyentuh lengan atas gadis itu, namun kemudian ia menarik kembali tangannya dan mengepalkannya di kedua sisi tubuhnya, membuat Ajeng semakin yakin kalau memang di mata pria itu dirinya itu sangat menjijikan. Ajeng melangkah mun
Read more
Part 34
"Aku akan melamarmu pada Raia atau Rianna. Aku akan menikah denganmu." Ucap Ilker tegas yang seketika membuat Ajeng terbelalak dan berdiri dari tempatnya. "Tidak!" Jawab Ajeng dengan suara tercekik. Gadis itu terlihat begitu panik. Ilker berdiri dari duduknya dan memandang Ajeng dengan bingung. Begitupun sebaliknya Ajeng. Ia memandang Ilker dengan tatapan takut. "Apa maksudmu?" Tanya Ilker heran. Ia tidak menduga akan mendapatkan penolakan secepat itu. Dan jujur, ego Ilker sedikit terluka saat mendengarnya. "Anda tidak boleh melakukan itu." Perintah Ajeng dengan tegas. Matanya masih memancarkan ketakutan. "Ajeng, setelah apa yang terjadi.." Ilker berusaha menjelaskan namun Ajeng memotongnya dengan cepat. "Anggap saja tidak pernah terjadi apa-apa, Sir." Perintahnya lagi yang membuat Ilker seketika shock dan memandangnya tak percaya. "Tidak terjadi apa-apa?!" Tanya Ilker kaget. Ia lagi-lagi merasa tersinggung. Setelah hal luar biasa yang terjadi diantara mereka, bagaimana bisa Aje
Read more
Part 35
Sejak malam itu, Ajeng benar-benar menjaga jarak dari Ilker. Saat di kantor, ia berusaha berkomunikasi dengan Ilker sesingkat yang ia bisa. Dan saat di rumah, ia juga berusaha untuk tidak berada di ruangan yang sama hanya berduaan saja. Dan saat akhir pekan, dimana ia kuliah, barulah Ajeng merasa bisa bernapas lega. Tapi jika Ajeng bisa bernapas lega, maka berbeda halnya dengan Ilker. Selama beberapa hari terakhir ia merasa sangat lelah selalu kucing-kucingan dengan Ajeng. Gadis itu bersikap begitu dingin padanya dan bahkan tak mau menatapnya, tapi hal itu bukannya meringankan nafsunya, namun justru malah membuat pikirannya semakin liar. Bayangan bercumbu dengan Ajeng di kantor setiap ada kesempatan membuat tubuh Ilker sakit. Dan saat berada di rumah, membayangkan mengurung Ajeng di kamarnya ataupun kamar gadis itu kembali membuatnya frustasi. Ilker benar-benar merasa menjadi seorang maniak seks, dan ia menderita karena itu. Dan sekarang, saat Ajeng tidak ada di rumah karena haru
Read more
Part 36
Ajeng masuk ke rumah lewat jalan belakang seperti biasa. Sekalipun ia harus berjalan memutar cukup jauh, ia tidak keberatan karena ia merasa memang asalnya dari sana. Dia bukan keluarga inti dan merasa tidak pantas masuk lewat jalan depan seperti yang lainnya. Dengan kepala berdenyut nyeri ia menyapa asisten rumah tangga yang kebetulan ada disana. Ajeng mengambil gelas dan mengisinya dengan air hangat. "Kamu baik-baik aja, Jeng?" Tanya Bu Lia, wanita berusia pertengahan empat puluhan itu dengan tatapan khawatir. Ajeng tersenyum dan menganggukkan kepala. "Baik, Bu. Kayaknya aku mau flu." Jawab Ajeng apa adanya. Hidungnya memang terasa gatal dan tenggorokannya sakit. Ditambah dengan kepalanya berdenyut membuat Ajeng yakin kalau dia terkena virus flu yang sedang mewabah di kampus saat ini. "Mau minum obat?" Tanya Bu Lia lagi. Ajeng menganggukkan kepala. Ajeng mendekati Bu Lia yang sedang mencarikannya obat dan menerimanya. "Obat ini bikin ngantuk, kalo habis minum pasti tidur. Kalo k
Read more
Part 37
Ajeng menggesekkan pipinya pada sebuah permukaan yang terasa keras namun hangat. Apa ini? Tanyanya masih dengan mata terpejam. Tangannya terangkat untuk bisa lebih merasakan tekstur bulu itu. Benda yang dia sentuh itu lembut dan bergerak. Tidak selembut permukaan sarung bantalnya, apalagi selembut boneka beruang milik Ilsya. Telapak tangan Ajeng semakin naik ke atas sampai tangannya sejajar dengan pipinya dan Ajeng merasakan bulu-bulu itu tidak setebal rambut. Ia bisa merasakan deru di telinganya dan pipinya bergerak naik turun dengan agak cepat. Ajeng mengernyit. "Apa kau sengaja melakukan ini untuk menggodaku?" Suara geraman seseorang membuat kernyitan Ajeng semakin dalam. "Ya Tuhan, Ajeng, berhenti menyentuhku seperti itu!" perintah seseorang dengan gigi terkatup. Ajeng kini mengenali suaranya dan seketika ia terbelalak. Hal yang pertama kali dilihatnya adalah telapak tangannya ada di atas dada Ilker. Terkejut, Ajeng seketika bergerak mundu
Read more
Part 38
"Apa yang kalian lakukan?!" Pekikan panik yang disertai dengan debaman pintu membuat Ilker seketika menyembunyikan Ajeng di balik tubuhnya.Ajeng gemetar di belakang tubuh Ilker. Ia teramat sangat mengenal suara itu dan ia benar-benar takut dibuatnya. Sementara Ilker, dia pun terkejut karena tidak menyangka akan kedatangan tamu di pagi hari seperti ini."U-Uncle? Apa yang Uncle lakukan disini?" Tanya Ilker kaget pada adik sepupu ayahnya itu."Siapa orang yang ada di belakangmu, Ilker?" Pria itu balik bertanya pada Ilker dengan suara rendah yang membuat Ilker dan Ajeng seketika bergidik ngeri."I-ini. Dia..""Jangan sembunyikan dia dari Uncle." Perintah pamannya lagi dengan gigi terkatup."Uncle.. dia.."Paman Ilker mendekat dengan langkah cepat, mencengkeram lengan Ilker dan menariknya berdiri sehingga pria berusia awal tujuh puluh tahun itu bisa melihat sosok yang sedang Ilker sembunyikan.  
Read more
Part 39
Ajeng membawa barang yang menurutnya penting-penting saja. Ia berkemas dengan cepat, memasukkan buku-buku kuliahnya dan pakaian-pakaian lamanya yang sebenarnya tidak perlu capek ia kemasi karena memang sudah lama tersimpan dalam koper besar yang diberikan kakak angkatnya untuknya.Pakaian-pakaian itu sengaja ia masukkan kembali ke dalam koper setelah Oma Caliana membelikannya pakaian-pakaian baru setelah ia memutuskan untuk menerima pekerjaannya sebagai asisten di Kralligimiz.Dan alasan kenapa Ajeng melakukan itu karena ia merasa paka
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status