Semua Bab Dijebak Om Mafia, Dinikahi CEO Muda : Bab 41 - Bab 50
126 Bab
Nyaris Dilecehkan
Karan memasuki ruangan. Hari ini dia harus fokus menyelesaikan berkas penting. Tidak seperti biasanya, pria berjas putih itu memilih menghabiskan waktu di ruangannya. “Tuan, Tuan Kusuma bertanya mengenai konsep ulang tahun. Apa Tuan ingin kami menyiapkan sesuatu?” Jovan yang sedari tadi mengikuti, memberanikan diri bertanya. Sejak kemarin atasannya itu sukar diajak bicara. “Tidak usah. Aku ingin dikirimi detail produk beserta siapa saja yang terlibat,” ujarnya tanpa menoleh. Tangannya lincah, bagai menari di atas mesin ketik. Sebelum acara ulang tahun, Karan ingin pekerjaannya selesai. “Baik, Tuan.” Jovan membungkukkan badan, berbalik menuju ke pintu. Ketika pintu dibuka, muncul Farel yang meminta izin masuk. Tak ada jawaban, selain gumaman tak jelas. “Tuan, Papa memintamu untuk memeriksa dokumen kontrak dengan para model. Papa juga ingin kau bicara dengan Ailyn mengenai launching produk terbaru kita,” papa
Baca selengkapnya
Sumber Masalah
“Apa-apaan ini!” Kusuma melotot sembari berkacak pinggang melihat apa yang keduanya perbuat. Karan menoleh, nyaris memukul lagi. Ia berhenti setelah Kusuma mendorongnya ke samping. “Cuh!” Farel meludah. Darah segar terciprat ke lantai. “Karan!” Ailyn membantunya berdiri. Pria itu menepis. Amarah masih memenuhi dirinya. Sesaat ia lupa di mana kini berada. “Apa yang terjadi sampai kalian lupa tempat? Berkelahi seperti anak kecil!” Kusuma menoleh ke arah pintu, di mana Jovan dan Geri muncul. “Tutup pintunya! Jangan biarkan siapa pun mendekat!” teriak Kusuma. Geri dan Jovan kompak mengangguk, bersamaan menutup pintu. “Tanya saja padanya! Apa yang dia lakukan pada Ailyn saat keadaan sepi.” Karan menunjuk ke arah wajah Farel yang lebam. Napas keduanya tersengal akibat perkelahian tadi. Kusuma yang mulai curiga, meminta Farel untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. “Hanya salah paham, Pa. Kakak y
Baca selengkapnya
Undangan Pernikahan?
Karan tengah sibuk meeting. Sejak kejadian kemarin, dia jadi ingin lebih fokus pada pekerjaan agar bisa melupakan Ailyn. “Bagaimana menurut kalian? Apa kita perlu mencoba bisnis ini? Belakangan santer terdengar bahwa showroom cukup menjanjikan.” Karan duduk setelah menyampaikan banyak hal mengenai peluncuran parfum terbaru perusahaan. “Kami mendapat kabar kalau Tuan Farel yang akan menangani. Ke mana dia sekarang?” Louis membuka kacamata dan meletakkannya di atas meja. “Dia tengah cuti. Untuk sementara, tugas ini biar Jovan yang menangani.” Karan berupaya kejadian sebelumnya tak terdengar siapa pun. Bukan hanya demi nama baik perusahaan, melainkan dia harus melindungi Ailyn dari perspektif masyarakat. “Kalau begitu, bagaimana kalau kita bahas ini setelah acara ulang tahun Tuan? Masih ada waktu 4 hari lagi. Selama itu, kita bisa menyiapkan perencanaan yang matang,” usul Louis. Karan mengangguk. Kepalanya tak
Baca selengkapnya
Membatalkan Pernikahan Atau Menunda?
Ailyn terdiam berpangku tangan sembari memerhatikan pantulan dirinya di cermin. Sudah beberapa kali mengirim pesan pada Karan, pria itu tak membalas. “Tumben centang satu dari kemarin. Aku jadi semakin takut.” Ailyn kembali mengecek ponsel. Tak ada apa-apa selain pesan dari Alex. Sebuah foto dikirim padanya. Foto yang memerlihatkan tumpukan undangan pernikahan yang akan disebar. Ailyn memejamkan mata. Menelepon Karan sudah tak bisa. Mungkinkah harus datang ke kantor dan bicara langsung? “Tidak, tidak bisa! Aku sudah berjanji tidak akan meminta bantuannya lagi.” Ailyn memerhatikan ranjang, di mana gaun indah berwarna putih terhampar di sana. “Jelas tak mungkin untuk kabur. Selain aku dijaga ketat, Karan pasti yang akan disalahkan meski tak terlibat.” Ailyn merebahkan kepala pada meja rias. Air matanya menganak sungai. Rindu mendadak menyapa. Dua hari tak ada kabar dari Karan, benar-benar membuatnya tak tenang.
Baca selengkapnya
Dilarang Kusuma
Pagi yang cukup hening, di mana gerimis melanda saat Karan mengawasi rumah Ailyn. Jam baru menunjukkan pukul 07.44 saat mobil itu diparkir di kejauhan. “Kenapa dia tidak menghubungi? Apa dia benar-benar ingin menjauh dariku?” Karan memeriksa ponsel. Tak pernah ada pesan masuk dari Ailyn sejak hari itu. Tak berani menghubungi lebih dulu apa lagi berkunjung ke rumahnya, Karan hanya bisa mengawasi dari jauh seperti kemarin saat pulang dari rumah Alex. “Kemarin dia tidak ke kantor, kan?” tanyanya pada Jovan yang juga menoleh ke arah rumah yang pintunya tertutup. “Tidak, Tuan.” Jovan menjawab dengan tegas. Karan menghela napas. Undangan kemarin serasa menampar pipinya dengan keras. Dadanya sakit. Semalaman ia tak bisa tidur memikirkan Ailyn. “Aku merindukannya. Sesaat saja melihat, tak apa,” lirih Karan. Pandangannya kembali tertuju pada pintu yang perlahan dibuka. Tampak Mohan menuju ke teras rumah, di mana mob
Baca selengkapnya
Kedatangan Zamaan
Alex kedatangan tamu yang sempat dicurigai sebagai pengkhianat. Nayden dan Zamaan menyempatkan diri mampir ke mansion. “Apa ada alasan khusus kenapa kalian datang ke sini?” Alex meraba pisau yang disembunyikan di dalam celah kaos kaki. “Jangan berprasangka buruk, Alex. Aku sengaja mengikutimu karena ada bisnis penting yang akan aku bahas,” ulas Zamaan. Polisi itu tersenyum sembari meminta Nayden membuka isi tas yang menunjukkan sejumlah besar uang, berharap uang itu akan membuat Alex senang. “Bisnis apa yang kalian inginkan?” Alex memerhatikan Lusi dan Gandhi yang siap siaga berada di pintu masuk ruangan itu. “Ini bukan tentang kokain atau senjata ilegal. Kali ini aku ingin berbisnis yang baru.” Zamaan memasang resleting tas. “Tak usah bertele-tele. Ke intinya saja.” Alex tak sabar ingin mendengar apa yang membawa keduanya jauh-jauh dari Bangladesh. “Aku dengar, prostitusi di Indonesia cukup menjanjikan. Bag
Baca selengkapnya
Butuh Bantuan
Ailyn kembali dibuat kesal sebab Alex berada di rumahnya saat dia pulang syuting. “Ambillah bunga ini. Aku lihat yang tadi kau buang.” Alex menyerahkan buket bunga berwarna putih, berbeda dengan tadi yang mawar merah. “Kenapa Om di sini?” Ailyn melempar tas nyaris mengenai paha Alex. Pria itu sedikit tersentak, tapi buru-buru tersenyum. “Pertanyaan macam apa ini, Ailyn? Tentu saja aku ke sini untuk menemuimu.” Alex berdiri, menghampiri Ailyn yang langsung bersingsut, duduk menjauh. “Kita kan sudah sepakat tidak akan menikah,” ujarnya mengingatkan. “Iya, iya. Aku kan hanya ingin berbincang saja. Masa tidak boleh.” Alex yang datang seorang diri ketika Mohan tidak ada, merasa lebih leluasa. “Sudahlah, pergi sana. Aku akan mencari pasangan secepatnya. Jadi, berhenti berharap.” Ailyn berdiri. Alex menarik napas. Berhadapan dengan Ailyn harus ekstra sabar. Diletakkannya buket bunga di atas meja. “Jangan bilan
Baca selengkapnya
Pura-pura Kencan?
“Kenapa hanya pura-pura pacaran? Kenapa tidak serius saja?” Karan datang dan langsung membahas tentang semalam. “Tidak bisa, Karan. Ayolah, mengerti keadaan kita.” Ailyn membelakangi. Hamparan rumput yang luas di padang itu membuatnya merasa nyaman. “Lalu, apa rencanamu?” Karan mendekat, ikut menatap kosong ke arah rerumputan yang letaknya lumayan jauh dari rumah Ailyn. “Aku tak tahu. Aku tak mengira Farel akan lancang datang dan membuat semua kian kacau.” Ailyn menarik napas dalam-dalam. Udara di bawah pohon rindang itu cukup nyaman. Selain meneduhkan, juga memberikan ketenangan. “Kalau hanya mengaku sebagai pacar, tak akan ada yang percaya. Bagaimana kalau kita kencan? Kita kunjungi beberapa tempat, berswafoto layaknya pasangan.” Karan memberi usul yang langsung membuat Ailyn mengernyit. “Haruskah?” tanyanya, tak yakin. “Apa kau punya cara lain?” Karan balik bertanya. Ailyn menggeleng. Seperti yang Hadid
Baca selengkapnya
Tabrak Lari
Malam yang dinantikan telah tiba. Karan menuruni tangga menuju ke lantai bawah, di mana semua orang sudah berkumpul untuk acara ulang tahunnya. “Mama!” Karan melambaikan tangan, sedikit memelankan suara melihat Marina dan Kiran datang. Kiran langsung berlari mendekat sambil menyerahkan kotak hadiah. “Selamat ulang tahun, Kakak,” ujarnya. “Makasih, Sayang.” Karan mencubit pipi Kiran, lalu menyerahkan kotak hadiah itu pada Jovan yang bertugas mengumpulkan hadiah dari tamu. “Sini, Ma.” Karan menarik tangan Marina agar ikut mendekati kue ulang tahun berukuran besar di tengah ruangan. “Tidak, Nak. Mama di sini saja,” jawab Marina, memilih menjaga jarak. Melihat tatapan maut Yunita saja cukup membuatnya tahu diri dan batasan. “Huh! Kenapa wanita itu harus diundang?” Yunita mencibir sambil meremas gaunnya. “Dia berhak datang juga, Ma. Dia Mama Karan.” Kusuma menengahi. Farel yang baru muncul, langsung bergabu
Baca selengkapnya
Terpaksa Setuju Menikah
Ailyn meneteskan air mata mendengar apa yang dokter katakan. Luka di kepala Alex memang tak terlalu parah, tapi efeknya bisa jangka panjang. “Kenapa Om Alex menolongku? Kenapa tidak membiarkan aku saja yang ditabrak?” Ailyn menyeka air mata melihat Alex belum sadarkan diri. Kepala dan lengan pria itu dibalut perban. Sorot mata Gandhi yang tajam padanya, membuat Ailyn semakin tersiksa. Baru saja merasa senang, sekarang sudah bersedih lagi. “Sekarang kau sadar? Tuan Alex sangat mencintaimu sampai rela mengorbankan diri,” kata Mohan, duduk di sebelah Ailyn. Ailyn mendongak. Apa hendak dikata, segalanya telah membuatnya merasa bersalah. Ailyn merasa berhutang nyawa pada pria yang kini mulai membuka mata perlahan. “Om Alex!” Ailyn menyeka air mata, berdiri di dekat Alex. Pria itu memegangi kepala, sedikit mengeluh. “Om baik-baik saja?” tanyanya, kembali meneteskan air mata. Kalau saja dia tidak bersikeras menola
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
13
DMCA.com Protection Status