“Apa ada yang belum kau sampaikan padaku, Will?” pekik Sammuel sambil mengamati iPad yang berada di tangannya, Edward yang duduk di samping Sammuel langsung menoleh mamandang Sammuel sambil mengerutkan keningnya kemudian memandang Wilson yang duduk di bangku penumpang yang berada di depan, bersebelahan dengan Benny yang sedang mengemudikan mobil sedan mewah berwarna hitam itu.“Maaf, Tuan. Saya masih belum sempat melaporkan kepada Anda,” jawab lirih Wilson yang menoleh sekilas sambil menundukkan kepala. Wilson seakan paham dan tahu kemana arah dari ucapan Sammuel.“Does he know?”“Maaf, Tuan, Saya rasa begitu,” jawab Wilson yang membuat Edward mengerutkan keningnya semakin dalam, seakan mencoba mencerna dan memahami bahasan obrolan dari Sammuel dan Wilson. Melihat mimik wajah dari Sammuel sepertinya obralan kali ini sudah sangat serius dan sepertinya penting sekali.“How much does he know?”“Everythings, maybe?” jawab singkat Wilson dengan pasti namun sedikit ragu-ragu dengan ucapan y
Sammuel tengah mengamati kedua manusia yang saat ini sedang duduk di depannya, tepatnya di bangku pengemudi sudah ada Benny dan di bangku penumpang depan sudah ada Wilson yang masih sibuk mengutak-atik iPad yang berada di tangannya, entah mengapa perasaannya serasa di pecundangi oleh dua orang yang posisinya adalah kaki tangan kepercayaannya itu. “Mungkin kedepannya aku akan semakin waspada dengan kalian,” pekik Sammuel sambil menyilangkan kaki dan melipat tangannya di dada dengan pandangan masih menatap Wilson dan Benny bergantian dari arah bangku penumpang di belakang Wilson dan Benny. “Aku merasakan seperti sedang di permainkan oleh kalian, apa kalian memang berencana untuk berlaku curang kepadaku? Silahkan saja, tapi tanggung sendiri akibatnya,” ucap tegas Sammuel yang masih mengamati Wilson dan Benny dengan sangat intens disertai tatapan tajam. Wilson dan Benny hanya bisa menelan ludah kasar kala ucapan Sammuel yang bernada ancaman terdengar, pandangan Benny bahkan sempat berad
Sammuel seperti menemukan mainan baru ketika disuguhkan dengan data dari iPad miliknya dan milik Wilson, bahkan ketika kendaraan yang di tumpangi sudah sampai di markas utama pun, pandangan Sammuel masih saja terus fokus kearah layar iPad yang berada di kedua tangannya. Ketika berjalan menuju ke ruang kendali pun, pandangan Sammuel masih terus fokus menatap layar iPad yang berbeda di tangannya. Hingga membuat Dimitri, Demian dan Kiev yang sudah berada di dalam ruang kendali hanya bisa saling tatap dan menggerakkan bahu saja menanggapi bahasa isyarat dari tatapan mereka ketika melihat Sammuel yang datang dengan menunduk menatap iPad yang ia pegang, bahkan tanpa melihat jalan sekalipun Sammuel bisa sangat tahu dan paham letak kursi yang biasa ia duduki tanpa menabrak apapun yang di sisi jalan yang telah ia lalui, sungguh luar biasa bukan? “Kenapa dia?” tanya Dimitri yang berkomunikasi dengan Wilson dengan menggunakan bahasa gerakan bibir saja, tanpa bersuara sama sekali. Wilson hanya
Demian mendesah dengan helaan napas yang begitu berat sambil terus mamandang Dimitri yang sedang bergelut dengan serangkaian beberapa perangkat komputer yang saling terkoneksi dan terhubung satu sama lain.Hampir semalam suntuk hingga pagi ini Demian dan Dimitri tak memejamkan mata guna menyelidiki dan memeriksa lebih jauh data dari Tim Rahasia bentukan dari perkumpulan sniper senior yang sudah beroperasi lama tanpa sepengetahuan petinggi serta pimpinan Klan yakni Edward dan Sammuel.Mereka berdua melakukan itu atas inisiatif sendiri dan tanpa suruhan dari Sammuel ataupun Edward, karena ada beberapa hal yang ditakutkan oleh kedua manusia yang berjuluk duo demit itu.Ternyata ketakutan dan kecemasan dari duo demit ini untungnya tak terbukti, Organisasi Rahasia ini terpantau sangat bersih dari tindakan yang akan merugikan Klan Collins Brothers. Ternyata apa yang di sampaikan Wilson dan Kiev sehari sebelumnya memang benar adanya.Organisasi Bayangan terbentuk ini memang ditujukan untuk m
“Apa yang sedang kau cari gadis cantik,” sapa Risha yang melihat Levina yang sedang membaca di taman, tetapi arah pandangannya tak memandang buku ensiklopedia yang berada di pangkuannya, melainkan seakan mencari sesuatu dengan mengedarkan pandangannya di segala arah.“Aku menunggu Om Galak, kemarin dia berjanji akan membelikanku buku cerita putri yang terjebak di menara tinggi,” jawab polos Levina yang memandang lekat Risha sambil menerima segelas jus yang di sodorkan Risha, “terima kasih, Kak.”“Putri? Apakah putri itu berambut panjang?” tebak Risha yang mendapat anggukan keras oleh Livina yang sedang meminum jus pemberiannya, “Rapunzel? Apakah dia bernama Rapunzel?”“Iya, itu namanya,” pekik Levina dengan senyum merekah, “susah sekali nama itu aku ucapkan, lidahku seakan terbelit mengucapkannya,” sambung Levina yang menaruh gelas kosong diatas meja.“Mau lagi?” tawar Risha yang tau jika gadis kecil ini sedang haus. Namun, Levina langsung menggelengkan kepala menolak tawaran Risha.“
“Mama,” rengek Dimitri yang menyusul Dorothea ke Ruang baca di Mansion Edward. Wajah kesal dan sebal Dimitri seketika sirna kala melihat Levina yang duduk di sebelah Dorothea, kini wajah kesal itu berganti dengan senyuman mengembang ketika menghampiri Dorothea, sedangkan Demian yang melihat perubahan Dimitri hanya memutar bola matanya seakan sudah jenuh dengan tingkah Kakaknya itu. Ternyata cinta bisa merubah Anak Demit menjadi anak kucing. “Sudah?” lirih Dorothea yang memandang kedua anaknya bergantian. Tatapan tajam Dorothea seakan tengah memendam dendam dan kekesalan. “Apa?” ucap polos Dimitri yang duduk di atas karpet di depan Levina, dengan tatapan tak luput memandang terus wajah imut Levina. Seakan tak mengerti apa yang sedang Mamanya bicarakan.“ Oh itu,” lanjut Dimitri yang menoleh kera Dorothea yang masih menatapnya tajam dan seakan tau apa yang Dorothea maksud, “sudah, tapi kalau Mama masih ingin lihat kita baku hantam, ayo lah, mumpung aku masih kesal dengan dia,” sambung D
“Ada apa lagi, itu Om bujang lapuk On Call,” pekik Dimitri yang duduk di samping Demian yang sedang mengemudikan Sport Car milik Dimitri.Demian hanya menggerakkan bahunya saja guna menjawab pertanyaan dari Kakaknya, dan terus fokus pada jalanan yang ada di depannya. Sedangkan berbagai lontaran pertanyaan sudah terdengar dari mulut Dimitri yang sejak awal memasuki mobil sudah sangat memekakkan telinga, sehingga membuat Demian malas sekali menjawabnya. Bahkan sejak mereka mendapat panggilan telepon singkat dari Sammuel, yang mana membuat Duo Anak Demit ini langsung tancap gas menuju Markas Utama pun Demian masih tak mau membuka suara, berbeda dengan Dimitri yang sudah sangat begitu cerewet minta ampun.“Kak,” panggil Demian dengan nada berat namun arah pandangannya masih terus fokus memantau jalan yang mereka lalui.“Hemm,” jawab Dimitri yang langsung diam dan menoleh kearah Demian yang terlihat tak mempedulikannya. “Apa?”“Seumpama mobilmu yang aku kemudikan ini aku tabrakkan ke tia
Edward memeluk erat pinggang Risha yang sedang membaca, beberapa kecupan lembut dan basah juga sudah mendarat bertubi-tubi di kepala Risha. Sangat terasa mengganggu sekali dan membuat Risha tak bisa berkonsentrasi dengan kegiatannya membaca. “Apa kau ingin aku keramas lagi?” ucap Risha dengan sedikit sebal dengan perlakuan over dari Edward. Bahkan Rambutnya seakan terasa sedikit basah akibat perlakuan Edward. “Hemm,” jawab Edward yang masih tetap terus memberi kecupan singkat di pelipis dan kepala Risha, “nanti aku bantu untuk keramas, boleh?” Spontan Risha menyikut perut Edward yang membuat Edward terkekeh pelan, ketika melihat kekasihnya kesal dengan ulahnya. “Kenapa kau pucat sekali, huh? Apa tidurmu nyenyak?” lirih Risha yang khawatir ketika menoleh dan melihat wajah Edward terlihat pucat dan sayu. “Hemm, aku tak dapat tidur gara-gara memikirkanmu, aku takut kau demam atau flu dan itu terbukti sekarang,” jawab lirih Edward yang semakin erat memeluk tubuh Risha. Walupun jawaba