“Mama,” rengek Dimitri yang menyusul Dorothea ke Ruang baca di Mansion Edward. Wajah kesal dan sebal Dimitri seketika sirna kala melihat Levina yang duduk di sebelah Dorothea, kini wajah kesal itu berganti dengan senyuman mengembang ketika menghampiri Dorothea, sedangkan Demian yang melihat perubahan Dimitri hanya memutar bola matanya seakan sudah jenuh dengan tingkah Kakaknya itu. Ternyata cinta bisa merubah Anak Demit menjadi anak kucing. “Sudah?” lirih Dorothea yang memandang kedua anaknya bergantian. Tatapan tajam Dorothea seakan tengah memendam dendam dan kekesalan. “Apa?” ucap polos Dimitri yang duduk di atas karpet di depan Levina, dengan tatapan tak luput memandang terus wajah imut Levina. Seakan tak mengerti apa yang sedang Mamanya bicarakan.“ Oh itu,” lanjut Dimitri yang menoleh kera Dorothea yang masih menatapnya tajam dan seakan tau apa yang Dorothea maksud, “sudah, tapi kalau Mama masih ingin lihat kita baku hantam, ayo lah, mumpung aku masih kesal dengan dia,” sambung D
“Ada apa lagi, itu Om bujang lapuk On Call,” pekik Dimitri yang duduk di samping Demian yang sedang mengemudikan Sport Car milik Dimitri.Demian hanya menggerakkan bahunya saja guna menjawab pertanyaan dari Kakaknya, dan terus fokus pada jalanan yang ada di depannya. Sedangkan berbagai lontaran pertanyaan sudah terdengar dari mulut Dimitri yang sejak awal memasuki mobil sudah sangat memekakkan telinga, sehingga membuat Demian malas sekali menjawabnya. Bahkan sejak mereka mendapat panggilan telepon singkat dari Sammuel, yang mana membuat Duo Anak Demit ini langsung tancap gas menuju Markas Utama pun Demian masih tak mau membuka suara, berbeda dengan Dimitri yang sudah sangat begitu cerewet minta ampun.“Kak,” panggil Demian dengan nada berat namun arah pandangannya masih terus fokus memantau jalan yang mereka lalui.“Hemm,” jawab Dimitri yang langsung diam dan menoleh kearah Demian yang terlihat tak mempedulikannya. “Apa?”“Seumpama mobilmu yang aku kemudikan ini aku tabrakkan ke tia
Edward memeluk erat pinggang Risha yang sedang membaca, beberapa kecupan lembut dan basah juga sudah mendarat bertubi-tubi di kepala Risha. Sangat terasa mengganggu sekali dan membuat Risha tak bisa berkonsentrasi dengan kegiatannya membaca. “Apa kau ingin aku keramas lagi?” ucap Risha dengan sedikit sebal dengan perlakuan over dari Edward. Bahkan Rambutnya seakan terasa sedikit basah akibat perlakuan Edward. “Hemm,” jawab Edward yang masih tetap terus memberi kecupan singkat di pelipis dan kepala Risha, “nanti aku bantu untuk keramas, boleh?” Spontan Risha menyikut perut Edward yang membuat Edward terkekeh pelan, ketika melihat kekasihnya kesal dengan ulahnya. “Kenapa kau pucat sekali, huh? Apa tidurmu nyenyak?” lirih Risha yang khawatir ketika menoleh dan melihat wajah Edward terlihat pucat dan sayu. “Hemm, aku tak dapat tidur gara-gara memikirkanmu, aku takut kau demam atau flu dan itu terbukti sekarang,” jawab lirih Edward yang semakin erat memeluk tubuh Risha. Walupun jawaba
“SIAL!”Terdengar pekikan umpatan kata kekesalan hampir bersamaan dari mulut Edward dan Sammuel yang langsung berlari berpencar mencari keberadaan Risha, yang sejak tadi bersama Edward dan beberapa saat yang lalu berpamitan untuk ke toilet, bahkan Edward masih sempat menunggu kekasihnya di luar toilet wanita dan sempat melihat serta mengikuti Risha dari belakang setelah sesaat keluar dari toilet, namun ketika sampai di titik berkumpul ternyata Risha tak di ketahui keberadaannya dan lolos dari pengawasan dan pantauan Edward.“Apa yang kau temukan, Samm,” pekik Edward yang menghampiri Sammuel dengan napas masi memburu karena berlarian mencari keberadaan kekasihnya.“Aku tak mendapatkan apa-apa, tapi banyak penjaga dari Klan Hargov di sekeliling kita, aku takut ini hanya jebakan mereka dan perangkap untuk kita,” jawab Sammuel dengan napas juga memburu sambil membungkukkan badannya dengan tangan bertumpu pada lututnya.“Apa sudah memeriksa CCTV?” tanya Edward sambil mengedarkan pandangan
Dorothea menghampiri Edward yang sedang bersandar di kursi kerjanya sambil memejamkan mata.Dorothea bersandar pada meja kerja Edward sambil melipat tangannya di dada, menunggu Edward membuka matanya, karena Edward pasti sudah menyadari keberadaannya.“Jika ingin menceramahiku, mending kau pergilah! Karena aku sedang ingin sendiri sekarang,” pekik Edward yang masih terpejam dengan posisi kepala mengadah ke atas.Sedangkan tak ada pergerakan sama sekali dengan Dorothea yang masih tetap berdiam diri di tempatnya sambil terus memandang Edward.Akhirnya Edward membuka mata dan memandang Dorothea sekilas, kemudian kembali bergelut dengan tumpukan berkas di depannya.“Really? Apa gara-gara ini kau langsung berubah sikap? It’s not you, Ed, not you!” pekik Dorothea yang menatap Edward denga tatapan begitu sinis.“Aku tak perlu dan tak butuh penilaianmu, urusi saja urusanmu, aku sedang tak minat untuk berdebat denganmu,” balas ketus Edward yang tak menoleh sedikitpun ke arah Dorothea.Dorothea
Wilson mendatangi kantor Sammuel di Markas Utama, ada beberapa hal yang harus segera di selesaikan terlebih lagi ada tamu yang ingin Wilson tunjukkan ke hadapan Sammuel.Sosok bertubuh kecil itu tengah menggandeng tangan Wilson dengan tangan mungilnya, nampak senyuman penuh kekaguman terus membingkai di wajah imut dan tampannya, kala melihat setiap sudut bangunan di Markas Utama dari Klan Collins Brothers yang begitu elegan dan mewah membuat manik mata biru milik Jordan tak henti-hentinya menelusuri segala sudut bangunan di Markas Utama.“Apa kau menyukainya?” lirih Wilson yang menunduk melihat wajah pria mungil di sampingnya ini terus-menerus menampilkan senyuman dengan penuh kebahagiaan.Beberapa suara ketukan pintu terdengar di telinga Sammuel yang sedang sibuk dengan peralatan komputer yang berada di depannya.Senyum Sammuel tercetak tipis diwajahnya kala melihat Wilson dan Jordan sudah menunggu di depan pintu dengan senyuman mengembang.“Sudah siap?” pekik Sammuel yang berjongkok
Wilson masih menatap Brian yang masih terlihat kebingungan, entah apa yang membuat lelaki berjuluk ‘Ares Dewa Perang’ ini terlihat sangat bingung dan sedikit panik. Apa itu memikirkan tentang bagaimana Sammuel bisa tahu Organisasi Rahasianya atau tentang ucapan Sammuel yang membahas tentang ‘Besan’? Hanya Brian yang tahu sendiri, karena memang sesuai yang di ucapkannya beberapa saat yang lalu, pria satu ini memang sangat begitu tertutup, hampir sama dengan ‘saudara kembar’nya yaitu Kiev. Entah dari mana sebutan ‘saudara kembar’ yang tersemat diantara Kiev dan Brian. Memang dari segi wajah mereka berdua terlihat begitu mirip, sama-sama mempunyai mata biru sedikit keabu-abuan, badan tegap dan kekar, serta postur tubuh yang tingginya saja hampir sama. Apalagi jika sudah menggunakan seragam khusus untuk Pasukan Bayangan BlackVanta, pasti kedua orang ini tak dapat di bedakan. Hanya Sammuel saja yang dapat membedakan mana yang Kiev dan mana yang Brian jika sedang bertugas. Padahal jika Pas
Demian segera berlari ke arah Ruang Kendali Utama di Markas ketika turun dari mobil Dimitri yang ditumpanginya, dengan wajah terlihat panik yang begitu ketara, membuat Roland dan Jack saling pandang ketika Demian berlari tanpa mempedulikan sekitar dengan membawa laptop di tangannya.“Apa kau sepemikiran denganku, Jack?” lirih Roland yang membuang puntung rokok yang masih tinggal separuh dan menginjaknya, sedangkan Jack hanya mengangguk perlahan sambil menatap Roland seakan mengerti apa yang sedang Roland bicarakan.Roland dan Jack segera membuntuti langkah Demian ke arah Ruang kendali di Markas Utama.Mata Roland dan Jack seketika membeliak melihat beberapa layar besar di Ruang kendali sudah menampilkan beberapa potong gambar dan video yang begitu mengerikan.“Berapa kira-kira korbannya?” lirih Demian yang menatap layar utama di Ruang kendali yang menampilkan satu buah kapal milik anak Perusahaan EDSAM Corp sedang mengalami kebakaran di tengah laut lepas.“Dari data manifes ada sekita