“Morning!”“Morning!” jawab Risha dan berbalik melihat siapa yang tengah menyapanya, ternyata Sammuel yang datang ke ruang rawat inap dengan setelan sneli putih yang terlihat sangat cocok untuk Sammuel kenakan. Terlihat sangat berbeda sekali penampilannya dari pada bisanya jika Sammuel mengenakan sneli putih yang menjadi kebanggaan tersendiri bagi setiap Dokter ketika mengenakannya.“Kemana, Kakak?” lirih Sammuel yang mencoba memindai seluruh sudut ruangan tetapi tak menemukan sosok Edward di manapun sejauh mata Sammuel mengedarkan pandangan.“Tadi ada Demian kesini, dia pergi bersamanya setelahnya,” jawab Risha yang masih berdiri memandang pemandangan dari jendela kamar tempatnya dirawat yang menyajikan pemandangan laut lepas dengan beberapa kapal besar yang melintas silih berganti.Sammuel mencuri-curi pandang ke arah Risha yang masih menatap hamparan laut tanpa bergeming sedikitpun, tatapannya seakan kosong dengan pikiran yang sudah berkelana entah kemana. Kerutan di kening Sammuel
“Baiklah, sekarang istirahatlah. Maaf telah menganggu waktu istirahatmu,” ucap Sammuel yang membereskan perlengkapan dan peralatan yang di bawa Sammuel untuk memeriksa kondisi Risha. Tak terasa sudah lebih dari 3 jam mereka saling bicara dan ngobrol dengan sangat santai dan saling bertukar cerita. Jika di telisik lebih dalam, ini bukan seperti Sammuel yang biasanya. Melainkan ini seperti sosok Sammuel yang lain dari pada biasanya. Ngobrol disertai tawa lirih dengan senyum merekah memang bukan seperti Sammuel yang di kenal semua orang, bahkan Sammuel sendiri sedikit bingung dengan dirinya sendiri, kenapa berbincang dan bertukar cerita dengan Risha rasanya seperti sedang bercerita dan berbagi pengalaman serta berbagi keluh kesah dengan seorang sahabat yang sudah lama akrab. “Tidak, seharusnya aku yang berterima kasih padamu, Samm.” “Jangan sungkan, jika butuh bantuan atau ada keperluan tekan tombol di samping brankarmu. Tapi buat apa juga, pasti Kakakku tak akan membiarkanmu sendirian
“Apa ada lagi yang kau inginkan?” lirih Edward yang sedang merangkul erat pinggang Risha, mereka masih betah berbagi ranjang yang sama. Bukan mau Risha melainkan, lagi-lagi pria kekar yang berstatus sebagai tunangan Risha yang tak memberi ruang dan jarak sedikitpun untuk berjauhan dengan gadis pujaannya itu.“Jika aku mau kau duduk sendiri di sofamu sendiri, apa kau mau?” lirih Risha sambil menoleh sekilas ke arah Edward yang tersenyum lebar kala mendengar jawaban spontan dari kekasihnya yang terlihat sedikit kesal dan sebal.”Aku tak mau dan tak akan mau!” bisik lirih Edward yang semakin mengeratkan rangkulannya sambil melayangkan beberapa kecupan di pundak Risha dan ceruk leher milik Risha. "Sayang, jangan pernah menyuruhku sepeti itu, karena aku tak akan pernah mau, tak akan pernah!”“Sudah kuduga! Apapun yang akan ku minta pasti tak akan pernah kau kabulkan,” jawab Risha yang hanya bisa memejamkan kan merasakan geleyar rasa aneh yang tiba-tiba menjalar di tubuhnya akibat sikap sed
“Seharusnya kau istirahat total, Ed. Kondisimu semakin memburuk akhir-akhir ini. Asal kau tahu, Demian sungguh khawatir padamu. Dia berkali-kali sudah menyerah dan ingin mengatakan pada Sammuel ketika mereka bekerja bersama. Tetapi ia urungkan, karena dia sudah berjanji padamu,” cerocos Axelo yang menemani Edward memeriksa berkas di kantornya. “Aku salut dengan anak itu, Dia sungguh hebat. Bersabarlah! Bukankah Aku sudah berjanji pada Dorothea akan mengatakan yang sebenarnya pada Sammuel nanti, ketika Risha sudah lebih baik dan stabil kondisinya,” jawab Edward yang masih mengamati lembar demi lembar berkas yang menumpuk di mejanya. “Tapi, sampai kapan, huh? Kenapa kau sangat keras kepala sekali,” pekik kesal Axelo sambil melempar berkas di atas meja yang berada di depannya. Axelo memandang Edward dengan tatapan yang penuh kekesalan. “Please, Ed!” “Jangan seperti itu, Xel. Masih banyak yang belum aku persiapkan untuk Sammuel, setidaknya bila sudah saatnya nanti, Adikku tak terbebani
“Belum satu bulan aku disini, ternyata Adikku boros juga. Pengeluaran bulan ini hampir melampaui pengeluaran akumulasi satu tahun kemarin,” ucap Edward yang menghampiri Sammuel di kamar pribadinya di Mansion Edward. "Bahkan aku mendengar tadi malam kau membooking Walles Amor hanya untuk bersenang-senang. Belum lagi beberapa pengeluaran tak terduga untuk biaya operasional serta tunjangan karyawan beserta anggota Klan yang kau naikkan beberapa persen, apakah tak akan berimbas di kemudian hari?” Terlihat jelas di mata Edward jika Sammuel habis selesai mandi, butiran tetesan air masih membasahi rambutnya dengan handuk kecil yang Sammuel gunakan untuk mengeringkan rambutnya, serta handuk putih yang sudah melingkar sempurna menutupi area bawah pinggangnya. Sammuel hanya melirik sekilas kearah Edward yang tengah duduk di sofa di samping ranjangnya. Tanpa rasa terkejut sekalipun terhadap Edward yang tiba-tiba sudah berada di kamarnya. “Cih, perhitungan sekali dirimu, Kak! Aku hanya mengguna
Edward masih terus memikirkan perkataan Sammuel, jika dilihat dari cara bicaranya kemungkinan Sammuel sudah mengetahui keanehan yang ada pada diri Edward, hanya saja Edward berpikiran jika Sammuel masih menunggu penjelasan dari Edward langsung. Hingga larut menjelang Edward masih berada di Kamarnya sejak ia beranjak dari Kamar Sammuel beberapa waktu yang lalu. Entah mengapa tubuhnya terasa begitu lemah setelah pertemuanmya dengan Sammuel di kamar Sammuel. Seharusnya Edward saat ini kembali ke Klinik Pusat di Markas Utama untuk menemani Risha. Karena Edward mendapat kabar dari Demian jika kondisi Risha sedikit menurun sejak terakhir alat Monitor Vital Sign dilepas dari tubuh Risha. Pikiran Edward bercabang memikirkan banyak hal, sedangkan tubuhnya sedang tidak bisa diajak berkompromi lagi. Ingin sekali Edward berusaha sekuat tenaga bersikap normal seperti biasa. Namun, semakin hari tubuhnya semakin begitu lemah dan tak berdaya. Edward masih betah terus memandangi bingkai foto yang
Sammuel meregangkan otot-otot pundak dan badannya, rasanya badannya kali ini sudah sangat begitu terasa payah. Masalah demi masalah datang silih berganti dan tak mengijinkannya untuk beristirahat barang sejenak saja. Terbuai dalam alam mimpi dengan kondisi tubuh terbaring dengan santai dan rileks agaknya masih menjadi cita-cita dan angan-angan Sammuel saja. Beberapa butir suplemen hasil racikan sendiri sudah menjadi hal wajib yang ia kosumsi akhir-akhir ini. Hikmahnya, dia malah bisa mendirikan pabrik baru demi memproduksi massal suplemen yang ia buat, bukankah ini namanya mengambil kesempatan di atas kesempitan? Suplemen yang hanya dikosumsi untuk kalangan pribadi Anggota Klan Collins Brothers dan Karyawan dari EDSAM Corp., ini adalah hasil racikan formula yang Sammuel temukan beberapa tahun silam, tetapi biasanya dia hanya membuat di kala terdesak saja. Namun, kali ini agaknya formula rahasia itu sudah bisa di nikmati oleh orang banyak dan bukan dirinya saja. Bukanlah Dokter Be
Dimitri membeliak kala melihat sekelebatan benda yang lewat begitu cepat di depan matanya. Terdengar lirih suara benda melesat yang begitu Dimitri hafal itu apa. Ternyata ada Sammuel yang telah menembakkan peluru dari senjata laras pendek berperedam miliknya dengan kondisi masih terpejam di kursi kerjanya. Langkah Dimitri langsung terhenti kala dirinya tertangkap basah sedang menyelinap di Ruangan Khusus Sammuel yang terletak Di Markas Utama. Ruangan yang hanya bisa di masuki oleh Edward dan Sammuel saja. Entah apa yang membuat Dimitri begitu lancang dan begitu berani mengendap dan masuk kedalam Ruangan Sammuel. Dimitri menghela napas panjang sambil berjalan menuju ke arah Sammuel dan meletakkan kunci yang sudah ia ambil. Itu adalah kunci akses ke Ruang Server yang berada di Ruangan Kendali Utama di Markas Pusat. Dengan wajah cemberut Dimitri masih enggan berkata-kata. Dimitri tak bermaksud buruk, bahkan dirinya juga sama seperti Sammuel yang merasa di bohongi oleh orang terdekatn