-Sukabumi-Setelah diadakannya piknik dadakan ke Pantai Karang Hawu bersama Zulkarnain serta Jubaedah. Zeira kembali ke rumahnya dan mereka pun bermalam di sana. Pikiran serta perasaan agak sedikit curiga pada kelakuan Arman serta Dahlan yang menurutnya seperti sedang memata-mati Zeira. Nampak oleh perhatiannya kalau gerak geriknya dipantau tak ada yang terlewatkan oleh keempat mata Arman serta Dahlan.Pada sore hari di samping halaman rumahnya, Zeira sedang duduk pada bangku kayu panjang di bawah pohon jambu air. Matanya berkaca-kaca begitu melihat foto pernikahan mantan di dalam pesan yang dikirim oleh Tommy. 'Pantas Abang langsung bisa melupakan Zeira dan Zidan, ternyata kehidupan Abang sangat luar biasa bersamanya!' ucapnya dalam hati."Zeira?" Tiba-tiba Zulkarnain duduk di sampingnya. "Ada apa?" jawab Zeira sembari mengelap air matanya dengan menggunakan ujung hijabnya. "Itu siapa?" tunjuk tangan Zulkarnain pada Arman serta Dahlan yang menurutnya seperti sedang mengintai rumah Zei
"Percuma gua ini memperkerjakan Lo, Arman! Ternyata Lo itu makhluk beg*!" desisan Dahlan sembari menyetir. Pikirannya pada rencana lain, dia pun cepat sekali memarkirkan mobilnya di depan para warga yang ada di pertigaan jalan. "Assalamu 'alaikum, Mang. Boleh saya sewa motornya hanya untuk 2 jam saja. Sebagai garansinya mobil saya ini diparkir di sini!" ujar Dahlan sembari mendekat ke arah salah satu warga yang sedang duduk di atas motornya. "W- w*'alaikumsalam w*rrohmatullah!" jaw*b w*rga agak kelagapan. "Tapi mau ke mana dulu? Punya SIM C?" sambungnya kemudian. "Alhamdulillah punya, ini ada kepentingan saja!" Dahlan meyakinkan seraya mengeluarkan dompetnya dan dikeluarkanlah KTP serta SIM C miliknya. "Ya, bolehlah. Bang! Kalau sehari 'kan 90,000. Kalau dua jam berapa ajalah!" ucap warga sembari memberikan kunci motornya beserta BPKB-nya. "Ini 100,000, Bang!" Cepat sekali Dahlan memberikan uang serta tangan mengambil kunci motor. Kemudian mengendarainya dan langsung meninggalkan
Tak begitu lama pengunjung berhamburan ke arah Jubaedah yang sudah ada di pangkuan Zeira. "Ibu...." Zeira kembali berteriak histeris ketika tangannya bersimbah darah dan itu berasal dari dada Jubedah. Ternyata tembakan percobaan itu melesat tepat ke arah dada Jubaedah yang sedang berdiri. Warga di sana pun langsung menelpon ambulans serta polisi karena mereka tahu ada kalau jatuhnya Jubaedah terkena peluru. "Cepatlah telepon polisi! Ini jelas tertembak!" ujar pemilik kedai. "Siapa yang menembak?" tanya penasaran warga lain yang ada di sana. Suasana menjadi sangat riuh. Tiba-tiba tempat ini menjadi sangat terang benderang karena mobil-mobil pengunjung kedai dinyalakan. Dalam hitungan menit polisi sudah datang dan langsung memeriksa Jubaedah. "Cepat bawa ke dalam ambulans!" perintah polisi. Secara kebetulan ambulans pun sudah di tempat. "Bagaimana masih bernapas 'kan dokter?" ucap Zulkarnain yang ada di dalam ambulans. "Masih Pak, tapi kita harus secepatnya ke rumah sakit agar segera
"Tapi kamu janji, Zeira!" Jubaedah menegaskan sorot pandangnya pada kedua mata Zeira yang sedang berkaca-kaca. "Ibu yakin, Nain bisa membuatmu menjadi seorang wanita yang beruntung telah lahir di dunia ini. Terlebih lagi biar Ibu tenang kalau dia bersamamu, Zeira." Wanita yang terlentang di atas meja operasi masih berbicara terus hingga jemarinya terkulai lemas. "Bu, Ibu...." Zeira serta Zulkarnain mencoba menyadarkan ibunya. Dokter serta suster yang berdiri terpaku memperhatikan dari tadi bergegas memberikan penangan pada Jubaedah. Sedangkan Zulkarnian spontan menggengam tangan Zeira untuk meninggalkan ruang operasi karena suster menggiring mereke agar segera meninggalkan ruangan. "Suster...tolong ibu saya...." Zeira memohon sedangkan tangan erat sekali digenggam oleh Zulkarnain. Sadar bahwa dirinya sedang menggenggam Zeira, wanita yang tidak ada hubungan dengannya dan ini adalah pertama kalinya. Pandangan pada tangan yang mengunci jemari lembut wanita bukan mahramnya. Ditepisnya
"Semuanya berubah!" Angel menggerutu sembari membetulkan koper Nizam yang tergeletak. Setelahnya dia duduk di dekat pamannya. "Paman...." Angel mengawali pembicaraan akan tetapi suara bel pintu ada yang menekan. Aldert yang beranjak untuk membukakan. "Nizam?" Pandangan pada makanan siap saji di tangannya. Nizam hanya tersenyum kemudian berbicara, "Eh, ada Mr. Aldert." Sejenak Nizam menepuk jidatnya. "Oh, Maaf, maksudnya, Paman. Paman sudah lama?" tanyanya kemudian. Aldert tidak menjawab. Tangannya melebarkan daun pintu. Nizam pun masuk. "Sayang, ini makanan yang kamu pesan tadi," ucap lembut Nizam. Serta langsung menaruh makanan itu di atas meja. Nizam mendekat ke arah Angel, lalu mengelus perutnya. "Bayi kita itu memang membuat jengkel sih, tapi apa pun akan aku lakukan, Sayang...." Penuturan Nizam membuat Angel melongo tak percaya. 'Kenapa Nizam sekarang kembali baik? Apa tadi dia berbuat itu karena kelelahan dan aku terlalu cerewet?' pertanyaan dalam benak Angel berkecamuk. "Sa
Telanan ludah kegetiran memang seolah mewakili perasaan yang harus bersiap-siap menerima hal apa pun, kendati itu sangat menyakitkan. ~Andai saja bisa mengulang waktu, aku tidak ingin menikah terlalu cepat hingga aku terpeleset di dalamnya~ Penyesalan Angel sambil mengelus halus perutnya. Sesalan selalu dan akan datang belakangan, kenyamanan ibunda Nizam bukanlah jaminan hidupnya bahagia. Terlebih panasnya pintu neraka sudah dirasakannya. "Jadi kamu tahu 'kan kita menikah hanya demi untuk keluarga kita. Kamu yang merangsang aku malam itu adalah langkah paling salah. Artinya kita belajar dari kesalahan kita. Aku tak akan pernah mencintaimu." Penuturan Nizam terdengar pahit di kuping Angel. Dan itu lebih baik diketahui sekarang daripada berekspektasi kebahagian di balik kepalsuan. Sakit hati sudah dirasakan Angel. Dia tidak menjawab sepatah kata pun. Dia pun beranjak dari duduk keterpakuannya. Kemudian berjalan ke arah pintu lemari. "Tapi bulan madu kita masih akan dilaksanakan 'kan?
"Kan Abang sutradaranya!" ujar telak Angel sembari memakai sabuk pengamannya. Nizam melajukan mobilnya cepat sekali menuju ke arah hotel di mana mereka menginap dan ini adalah malam terakhir mereka di sana. "Cepat, turun! Aku besok jemput kamu dan siapkan semua pakaianku!" titah Nizam sembari menoleh ke arah Angel. "Abang, tidak mau tidur di sini?" tanya Angel dengan segera membuka pintu mobil. Sebelum benar-benar ke luar Angel menoleh pada Nizam. "Jadi karena pernikahan kita hanya sebatas bersandiwara artinya aku bisa berhubungan dengan siapa saja 'kan?" Penuturan Angel membuat Nizam tertawa keras. "You are free with anyone!" pungkas Nizam sambil kembali melajukan mobilnya. Kamu bebas dengan siapa pun, kata-kata menyakitkan dari seseorang yang dianggap suami. Itu sudah mengartikan kalau dirinya tidak lagi berharga di matanya. Jalan pelan dari halaman hotel kemudian masuk ke dalam lobi. Matanya tertuju pada kursi di tengah-tengah lobi yang kosong. Napasnya dikeluarkan. Jiwanya hampa
"W*'alaikumsalam, Zeira." Suara angkuh kini agak berbeda di pendengaran wanita yang sedang memegang bubur ayam ini. "Ada apa?" jawab Zeira dingin. "Maafkan Nizam dan keluargaku, ya. Kamu jangan do'akan Nizam dan kami keburukan." Sahutan dari Azyumardi yang menelpon Zeira. -Flashback on- Sepeninggalnya Angel serta Nizam dari pesta barbeque menyisakan tanda tanya bagi Aldert juga Aminah yang menangkap prilaku Nizam agak berbeda. Terlebih lagi seolah sedang menguliti matrealistisnya dengan menyindirnya. Aminah berbisik pada Azyumardi, "Nizam berubah. Dia agak aneh!" Aldert yang bertepatan sedang berjalan di depannya secara spontan berdiri persis di depan Aminah. "Minta maaflah sama mantan menantu, Ibu. Sepertinya hukum karma sangat cepat datangnya." Ujar Aldert agak berdesis persis di wajah Aminah. Aminah menatap wajah Aldert dengan mengernyit. Sedangkan Azyumardi langsung menarik Aldert agak kasar agar sedikit menjauh dari ibunya. "Anda, ini lebih dewasa dari saya, jadi seharusnya ta