"Our memories are togetherness."
-Zhenix***
"Telat hampir dua jam. Good," sambar Evan saat Daver dan Anara masuk ke pekarangan rumah Elena.
Daver mendekati cowok-cowok, sedangkan Anara langsung berlari memeluk Elena dan loncat-loncat kegirangan. Mereka sudah lama sekali tidak bertemu, makanya sesenang itu.
"Eh, aw, sakit." Anara mengeluh spontan saat Elena menyentuh lengannya.
Elena melepas pelukannya. Ia melihat lengan Anara yang sebenarnya tertutup hoodie. "Eh, maaf, maaf. Kenapa?" tanyanya sambil melihat tubuh Anara.
..."Emang Fara yang lagi deket sama Daver, bukan gue," ujar Anara menimpali."Apaan. Enggak!" bantah Fara dalam perkataannya, tidak tahu kalau di dalam hati."Terserah, deh, siapa yang mau deket sama Daver. Asal jangan rebutan, ya." Elena tertawa.Evan berdiri dari duduknya, lalu mendekati Anara dkk. "Ra, bakarin gue jagung, dong!""Lah, kok jadi gue?""Dari tadi udah Fara. Terus Elena yang bikinin kita minum. Tolong napa. Kalo gue yang bakar bisa-bisa kebakaran gimana?" Wajah Evan memelas."Buatin, tuh, buat si Bayi gede." Fara menggamit lengan Anar
"This is unusual."-Daver Negarald***Anara pulang pada pukul sebelas malam. Ia diantar oleh Ander tadi karena jalan rumah mereka searah. Kebetulan, Anara berpapasan dengan Jeff—ayahnya—yang baru pulang kerja."Anara," panggil Jeff dengan suara beratnya.Anara menoleh malas. Mengingat betapa buruk karakter yang dimiliki ayahnya, Anara benar-benar sudah kehilangan respek dengan laki-laki paruh baya itu.Jeff melepas sepatunya, lalu melempar ke rak. Ia memandang Anara dengan mata mengantuk. "Kenapa kamu baru pulang?""Ada acara tad
...Daver tahu Anara suka padanya. Kadang, Daver suka memilah kata dulu kalau mau membahas tentang Fara pada cewek itu. Namun, saking tidak mau Anara memutuskan panggilan, Daver buru-buru mengucapkan topik apa pun yang ada di pikirannya.Di balik layar sana, Anara mengerutkan alis, bingung. "Hah? Oooh, gitu.." ucap Anara berusaha menjadi pendengar yang baik. Lagian, apa harus banget membuat dirinya tahu?"Mau ikut?"Daver gila kali, atau gak dia lagi mengkhayal. Padahal, kan, aneh kalau jalan bertiga dan dia-nya cowok sendiri. Apalagi dua cewek itu Anara dan Fara.Benar-benar segitu tidak ada topiknya dan tidak tahu mau membicarakan apa. Daver sebenarnya ingin
***Drrrrrt.."Halo, Gem?""Kenapa?""Rezo udah ambil tindakan tadi," ucap laki-laki yang bertubuh atletis, Lardo. Ia hanya sekadar memberi tahu Gema."Hah?""Tadi gue ketemu cewek disekap samabacking-nya Rezo di gedung sebelahcampmereka. Gue langsung hubungin Bima buat ngasih tau Daver, barangkali itu temennya dia. Eh, ternyata bener. Kata Bima si Daver beneran lagi nyari temennya.""Namanya Ara.. siapa, sih. Lupa gue. Lo kenal kali! Masa enggak?" Lardo mencoba menerka-nerka. Ia lupa.
"Don't be late about feeling."-Anara Emiley***Saat jam pelajaran berjalan, Daver meminta izin ke toilet. Ia membawa ponselnya yang bergetar tanpa bunyi. Awalnya, ia tidak berniat untuk mengangkat sama sekali. Namun, panggilan itu terus mengulang hingga tiga kali.Daver khawatir kalau ini panggilan penting tapi ia sengaja mengabaikannya. Jadi, ia memutuskan untuk ke toilet dan mengangkatnya."Halo, Daver?"Daver diam saat mendengar suara yang dikenalnya. Padahal nomor tersebut tidak ia simpan."Apa kabar, Nak?"
***"Daveeeeeer!!!" Napas Fara memburu. Ia mencari Daver di kelas tidak ada. Tahunya cowok itu sedang bermain futsal dengan Evan, Alvano, dan kawan futsal lainnya.Permainan terhenti sebentar. Yang dipanggil langsung menoleh cepat ke arah suara."Huh, gue kira Anara," gumam Daver pada Evan. Ia mengelus dadanya.Daver sempat bercerita pada Evan bahwa kakinya tertembak peluru. Ia juga sudah bercerita tentang kejadian kemarin. Ia ke dokter bersama Anara waktu itu. Dokter bilang kalau dirinya tidak boleh terlalu aktif menggunakan kaki. Kegiatan olahraga pastinya dilarang.Anara mengingatkan Daver agar tidak bermain futsal dalam waktu dekat. Makanya, ia takut Anara
***Evan bergumam sendiri, "Yah, bentar lagi denger bacotnya, nih.""Ih, kan gak boleh, Dav! Kok lo bandel banget, sih?!" teriak Anara dari jauh.Daver melihat ke sekitar. Beberapa orang yang lewat jadi memandangnya karena Anara berteriak padanya."Sssst." Daver mengacungkan telunjuk di depan bibirnya.Bunyi 'ck' terdengar dari lidah Anara. "Lo mah gak bisa dibilangin!"Daver menyengir, lalu berbicara, "Gue udah gak apa-apa, kok.""Baru dijahit kemarin,peak! Kalau kaki lo bisa ngomong, pasti dia udah menjerit!" Anara tidak berh
"If you want to be seen, make something you can show them. Be someone."-Anara Emiley***"Ra, gue lagi pengen es krim," ucap Evan keras. Suara motornya begitu berisik membuat ia harus berbicara dengan volume tinggi agar Anara dapat mendengarnya."Gue ngantuk mau pulang!" balas Anara menolak.Evan menyergah, "Pokoknya temenin gue makan es krim!""Jangan kedai es krim komplek gue, deh. Gue udah pernah ke sana dua kali berdua doang sama cowok. Nanti dikira mbak-nya, pacar gue banyak lagi." Anara terus berceloteh,