Author Pov
Berkali-kali ia memfokuskan diri, namun konsentrasinya tak pernah bertemu di satu titik. Semuanya terpecah dan berhamburan bagaikan kunang-kunang yang menari di arah pandangannya. Rasen menggeram kesal. Ia membanting tumpukan dokumen itu dengan asal-asalan.
Hatinya panas. Benar, sangat panas. Siang kemarin ia tak sengaja melihat Raveena dengan seorang lelaki yang tak di kenalinya ketika sepulang sekolah. Rasen takut. Rapuhnya Raveena mungkin saja bisa menjadi cela yang berbeda bagi keduanya.
Mengubah posisi duduk, Rasen menaruh kedua sikunya di atas meja sehingga kepalan tangan ia tempelkan pada keningnya yang terasa pusing. Raveena-nya terlihat tenang dan membaik ketika bersama lelaki itu. Tidak seperti ketika bersama dirinya.
Genggaman yang lelaki itu berikan membuat Rasen cemburu. Ia mendengus kasar lalu mengambil ponselnya dengan cepat, ia mengirim pesan pada seseorang tanpa pikir panjang.
Rasendriya : Ke kantor Li, gue tunggu<
Author Pov“Vee...”Itu bukan panggilan, tapi lebih dari sekedar kata yang tanpa sadar terucap. Rasen tak berani melangkahkan kakinya saat Raveena menuruni tangga untuk menjauh. Dirinya sudah terlanjur menyakiti. Raveena akan sangat membencinya sekarang.Tidak ada lagi ikatan diantara mereka. Tidak ada lagi hubungan. Semuanya sudah pupus. Rasen menyenderkan punggungnya ke belakang tembok dengan kepala terdongak ke atas. Tangannya masih memegang cincin putih itu dengan erat.Di sisi lain, Liora hanya menampilkan senyuman kemenangan ketika gadis itu berdiri di ambang pintu tangga. Kedua tangannya terlipat. Sebenarnya tadi Liora tak berniat membuat kekacauan ini. Namun semesta tengah berpihak padanya, Raveena datang di waktu yang pas.“Dia datang mendadak dan aku gak tau. Jadi bukan salah aku,” kata Liora enteng.Rasen menoleh. “Sekali penghancur tetep penghancur. Najis lo, Li.”--o0o—
Author Pov“VEE! VEENA! RAVEENA!” Teriak Merin heboh saat menghampiri Raveena yang baru saja keluar dari toilet. Gadis yang diteriaki namanya hanya mendongak datar dengan sebelah alis terangkat. “Vee ikut, Vee!”“Kemana?”“Hasil Try Out minggu kemarin udah keluar. Daftar peringkatnya dipasang di madding!” beritahu Merin antusias. Gadis itu merebut paksa dasi Raveena yang belum terpasang di kerah seragamnya. “Biar gue pasangin. Bintang sekolah auranya harus terpancarrrrr!”“Mer, Rasen atau Raveena?” tanya Lista yang berdiri di samping dan Merin langsung mengerti.“Tahun ini. Gue ngejabanin Raveena,” balas Merin.Lista mengangguk setuju. “Oke, gue Rasen.”“Kalian... Taruhan lagi?” tanya Raveena dengan nada malas.“Hm, nggak usah kaget gitu lah. Tiga tahun kebelakang gue sering gini sama Lista.” Merin
Author PovTidak ada yang lebih mengerikan dari kehilangan. Tidak ada yang lebih sakit dari ditinggalkan. Apapun yang terjadi itu sudah berada dalam tulisan buku takdir-Nya. Manusia tak bisa menghalang atau menolak, menerima sudah menjadi jalan satu-satunya.Rasen duduk di kursi dekat pintu IGD. Pikirannya dengan lancang berkecamuk memikirkan hal-hal yang belum tentu terjadi. Doa Rasen hari ini hanya satu; semoga Divya baik-baik saja. Itu sudah cukup. Dirinya sudah kehilangan sosok Ayah, jangan Mamanya juga. Rasen belum siap Tuhan.Derap langkah seseorang begitu jelas terdengar mendekat, namun Rasen memberikan pengabaian dengan tetap menunduk tanpa berniat mendongak. Satu tangannya mengepal menempel pada keningnya yang basah. Perasaanya kalut.“Rasen?” Raveena memegang pundak lelaki itu pelan. Rasen tersentak, kepalanya tergerak menoleh ke samping melihat gadis itu sudah duduk di sisinya. “Jangan khawatir, Mama Divya bakal-baik-bai
Author Pov“Lo mau bawa gue mati bangsat?!” tanya Liora pada Raveena.“Gue gak seidiot itu buat ngakhirin hidup,” balas Raveena dengan pandangan fokus menyetir.“Tapi lo bener-bener cari mati!” kata Liora ditengah kepanikkannya. “Jangan-jangan lo beneran psycho?!”Raveena memutar bola matanya malas. “Kalau gue psycho udah gue lindes lo daritadi! Bego!”Liora mengusap pelipisnya yang basah. Gadis itu gemetar ketika Raveena menjalankan mobilnya dengan kecepatan tinggi bukan main. Tadi di sekolah, dengan bantuan Lista dan Merin, Raveena berhasil menggeret paksa Liora masuk ke dalam.Sial sekali. Liora sudah seperti korban di mobilnya sendiri.Liora membulatkan mata saat mobilnya di bawa masuk ke dalam gerbang rumah besar dan megah itu. Tak pernah menyangka kalau ini yang akan menjadi tempat tujuan Raveena. “Mansion Adystha? Lo ngapain ngajak gue ke sini?”
Author Pov"Si Johan asyu nggak ada akhlak!" gerutu Rasen dengan wajah tertekuk kesal. "Asalamualaikum. Paijo! Gelud moal?!"Pulang sekolah Rasen misuh-misuh sendiri. Mogok ngomong sama temen-temennya. Terutama pada Johan, teman bangsat yang tidak ada adab sama sekali. Berani-beraninya membuat nyawa Rasen hampir melayang karena ulah jahil yang tidak manusiawi."Sen, kayak emak-emak banyak tunggakan lo malah ngambekan," kata Johan diikuti Romi dan Daffa dari belakang."Gak usah deket-deket, gue lagi marah sama lo." Rasen melengos menjauh, lelaki itu berbicara sambil membawa anak kucing yang ntah darimana datangnya. "Pergi lo! Pergi!"Johan menarik-narik tangan Rasen dramatis. "Aku bisa jelasin semuanya!""Bulu kaki gue sampe merinding dengernya," ujar Romi bergedik ngeri sendiri."Lo semua itu kejam! Sepakat, kan, lo pada nyimpen SEBLAK di tas gue? Lo tau gue nyaris pingsan liatnya! Kalau Mama Divya sedih tau nyawa gu
Author Pov“Dapahh eh! Dapahh!” Lista misuh-misuh sendiri pada pacarnya. Sedaritadi ia ingin meminta bantuan soal tugas remedialnya, namun lelaki bermata teduh itu hanya diam saja. “Dapahh mah, ah, sama pacar sendiri jahat!”“Jahat apa? kamu suka ngadi-ngadi kalau ngomong!” kata Daffa.Lista mengerutkan keningnya. “IHHH! NGADI-NGADI APA?! Aku cuman mau minta dicupangin!”“ASTAGFIRULLAH TAKBIR YA ALLAH!” Sentak Romi yang memasang raut wajah dramatis. “Lis, nyebut Lis! Bapak lo tau, si Daffa kena bogem ampe teler gimana?!”Lista sama sekali tak mengerti, ia menghiraukan ucapan Romi lalu kembali beralih pada Daffa. Gadis itu menarik-narik kemeja putih Daffa dengan satu buku memegang buku tugas. Sebenarnya di sini Lista salah mengartikan kata.“Dapp! Cupangin dong!”“Aku nggak bisa nyupang, bisanya nge-ruqyah. Mau anda?!” tanya Daffa nyol
Author PovUjian Nasional telah usai dilaksanakan seminggu yang lalu. Kelas dua belas memasuki masa bebas. Masa-masa akhir sekolah setelah melewati puncak yang cukup menguras otak. Setelah berjuang selama tiga tahun, tidak ada lagi yang di tunggu selain hasil yang memuaskan."Lo tuh moto gue niat kagak sih? Nggak ada satupun yang bagus anjir!" gerutu Merin menatap layar ponselnya."Niat lah," ujar Lista ikutan sewot. "Lagian kalau jelek bukan salah gue kali. Mukanya lo aja yang kurang glowing.""Eh! Lo tuh, ya! Bukan masalah muka. Orang muka gue jelas udah cantik. Tapi liat nih, ada yang ngeblur, ngebayang, sama pose gue belum siap udah lo jepret aja," ucap Merin memberi lihat fotonya pada Lista."Lih, bukan salah gue," elak Lista."Gue kalau moto temen suka pakek niat. Giliran temen motoin gue, nggak satupun yang bener. Sebenernya lo punya dendam apasih sama gue?!""Hutang lo belum di bayar," jawab Lista nyeplos.
Tragedi kecelakaan masal di taman kota. Sang pelaku putri pengusaha besar?Putri tunggal Abraham Dharka, Liora Mysha dituntut atas kasus pembunuhan.Perusahaan diambang kebangkrutan, putri tunggal Abraham Dharka dipenjara?--o0o—Dunia itu kejam. Manusia sama kejanya. Sesuatu kesalahan yang dilakukan mungkin masih bisa diberi maaf, tapi bagaimana jika kesalahan yang dibuat jauh dari kata fatal? Terlebih lagi karena didasari oleh kesengajaan dan dendam.Awalnya hidupnya baik-baik saja. Hingga perempuan dengan nama penuh kutukan itu hadir. Menggores luka yang kian menganga, meninggalkan rasa sakit yang tak akan pernah hilang. Seseorang yang bahkan telah menunjukan sisi iblisnya lebih dalam.Suara lirihan tangis dari seorang wanita seusia Ibunya terdengar begitu menyayat. Rasen yang baru saja keluar dari pintu persidangan hanya mampu terdiam kala melihat tangan Divya di pegang erat-erat oleh Irani—Ibu Liora Mysha. Matany