Tuan Aroon memandang wanitanya yang melenggang dengan tersenyum bangga. Kemudian ia mendekat pada Revano dan menepuk pundak pria tua itu. "Good luck, Bung," ucapnya dengan tersenyum penuh arti lalu pergi begitu saja. Revano tahu itu adalah sindiran sekaligus hinaan untuknya. Ia memerhatikan pundak pria yang melenggang itu dengan penuh amarah. Sementara ia memutar bola matanya malas tatkala wanita di depannya semakin mendekat ke arahnya dengan tatapan seakan menunggu jawaban kebenaran atas perkataan Alessandra. "Apa benar yang dikatakan wanita sombong itu, Bos?" Sabrina tak membuang waktu lama untuk bertanya to the point. Meskipun ia tahu desas-desus kabar itu dulu, namun ia menganggapnya hanyalah rumor belaka. Ia sungguh tak terima jika itu adalah kebenaran, karena itu artinya ia hanya menjadi barang cadangan. Revano mengedikkan bahu. "Siapa yang tak tertarik dengan pesonanya? Munafik jika aku tak mengakuinya," jawabnya yang seketika menohok ulu hati Sabrina. Sabrina tak bisa meny
Pertarungan dua pria lintas generasi pun tak bisa dielakkan. Keduanya kini sama-sama berada di luar mobil, saling baku hantam--bertarung demi merebutkan posisi penyelamat sang wanita.Mervile akhirnya muncul sebagai pemenang. Ia berhasil melumpuhkan Tuan Aroon, meski dengan mengerahkan seluruh tenaga. Kendaraannya melesat membelah jalanan kota Roma, membawa sang nona yang masih tak sadarkan diri. Sementara pria lainnya sedang berjuang bangkit dari pasca adu jotos yang membuat tenaganya nyaris tak tersisa. Pria itu segera bergegas meninggalkan tempat tatkala kawanan wartawan komplit dengan kameramen--yang berjarak 5 meter darinya mendekat ke arahnya. Beruntung, Morgan sang asisten segera tiba dan langsung memapah sang majikan masuk ke dalam mobil. Morgan memang selalu bisa diandalkan, datang tepat waktu. "Berengsek! Ke mana bodyguard sialan itu membawa Alessandra!" umpat Tuan Aroon. Ia nampak sangat marah. "Di rumah sakit pusat kota, Tuan. Orang kita membuntuti mobil mereka semenjak
"Kalian ... wajah kalian kenapa?" Alessandra baru menyadari wajah kedua pria di dekatnya itu tampak beda. Banyak memar-memar warna biru, juga nampak seperti terkena serangan lebah. "Ka ... kami ...." Mervile akan menjelaskan semuanya bahwa ia bertarung dengan Tuan Aroon. Namun, apakah sang nona tak akan kecewa padanya? Ia khawatir nonanya tersebut tak terima karena ia bersikap kurang pantas dengan pria itu, mengingat nonanya tersebut pernah memperingatinya untuk selalu bersikap baik dengan kliennya. "Lupakan! Ada yang lebih penting dari ini." Tuan Aroon menyela kalimat Mervile. Tuan Aroon membungkuk, mendekatkan wajahnya. "Sayang, aku tidak ingin terjadi sesuatu yang buruk padamu, jadi tinggallah bersamaku, keamananmu akan terjamin. Aku akan menugaskan beberapa penjaga untuk menjaga dan melindungimu selama aku tak ada di sisimu." Tuan Aroon mengusap puncak kepala sang wanita dengan lembut. Jujur saja, upayanya kali ini bukan saja untuk melindungi wanitanya, namun juga ada tujuan te
Tuan Aroon membelai rambut hitamnya dengan lembut, kemudian mengulurkan telunjuk ke bibir mungil sang wanita. "Ssst ... kau jangan pikirkan itu, Sayang. Masih banyak malam-malam selanjutnya. Tak ada yang lebih penting bagiku selain keselamatanmu. Aku bisa menciptakan party yang lebih meriah dari malam ini. Kau tenangkan dirimu saja, istirahat yang baik supaya kesehatanmu segera pulih, dan sekarang ...." Tuan Aroon melirik keranjang buah yang teronggok di atas meja nakas. Batinnya mengumpat, 'Sial! Di mana Morgan? Dia lama sekali!' Alessandra menautkan alis. "Dan sekarang?" ulangnya pada kalimat Tuan Aroon yang terputus. "Makanlah ini, Nona. Kandungan mineral di dalamnya membuat Anda lebih cepat pulih." Mervile memasukkan buah anggur ke mulut nonanya yang langsung dikunyah oleh wanita itu, membuat Tuan Aroon ingin memuntahkan semburan api padanya. Bos besar itu merasakan panas di seluruh peredaran darahnya. Harus menelan pil kekalahan berapa kali lagi jika ia terus-terusan berada di
"Kau harus banyak-banyak istirahat, ok." Tuan Aroon mengecup kening sang wanita dengan sayang. Ia akan kembali ke perusahaan untuk mengecek keadaan setelah mengantar dengan selamat wanitanya ke apartemen. Rasanya ia ingin tinggal lebih lama, jika saja perusahaan tak menunggu kehadirannya. Sebagai pimpinan tentu ada tanggung jawab yang menunggu di sana, meski hanya formalitas belaka. Alessandra mengangguk patuh. "Sebenarnya saya ingin ke sana, melihat kehancuran yang sudah saya ciptakan," ucapnya dengan sorot mata melemah. Ia masih merasa bersalah, juga tak rela party itu berujung berantakan tak sesuai rencana. "Ssst ... jangan ucapkan itu. Siapa yang bisa mencegah dan menolak musibah? Itu semua di luar batas kita. Aku berjanji akan menyelenggarakan party untuk menebus malam ini, tapi kau harus pulih dulu, ok." Tuan Aroon menghibur wanitanya dengan sabar dan tenang seraya mengelus pundak sang wanita. Nampak sangat hangat. Di sisi lain, tayangan televisi malam ini didominasi oleh ber
"Viral! Ceo Aroon's Company Terlibat Perkelahian""Malam Party Berujung Petaka""BA Bianco Skin Nyaris Kehilangan Nyawa, Apakah Karma?""Ada Apa Antara Bos Aroon's Company dan Bodyguard BA Bianco Skin?""Alessandra, BA Bianco Skin Nyaris Celaka, Apakah Gimmick Belaka?"Mervile mengetatkan rahang ketika netranya membaca beberapa tajuk berita yang menguasai pemberitaan internet malam ini. Judul-judul itu terdengar bombastis dan provokatif. Tak bisa disalahkan, pihak di balik berita pasti ingin meraih pundi fantastis sehingga membuat judul berita yang menarik untuk segera diklik kemudian ditonton para peselancar dunia maya. Meskipun Mervile menaruh rasa benci begitu besar terhadap bos Aroon's Company, namun kali ini ia sepakat dengan pria paruh baya tersebut. Ia harus menjauhkan televisi dan ponsel yang bisa digunakan majikannya tersebut mengakses internet. Mervile bergegas ke saluran kabel televisi kemudian memotongnya sebelum sang nona terlebih dulu menyalakannya. Benar saja, saat s
Melihat sang nona tampak sangat terpukul, Mervile yang sedari tadi menahan untuk menenangkan sang nona tak sebatas hanya kata-kata, akhirnya lepas kontrol juga. Ia memeluk wanita itu guna menyalurkan ketenangan. Tanpa disangka, kebaikannya tak bertepuk sebelah tangan. Sang majikan suka rela menyambutnya seraya tersedu-sedan. "Mervile, katakan! Apakah aku tak berhak bahagia? Apakah aku tak berhak hidup tenang tanpa serangan wartawan? Apakah terlalu berlebihan jika aku hanya menginginkan kebahagiaan tanpa ada berita negatif yang mengiringinya?" Kali ini suaranya terdengar histeris, alunan isak tangisnya seolah mengiris seonggok daging. Daging yang berada di bawah diafragma sisi kanan atas dalam tubuh sang pria muda. Hati pria itu bak teriris menjadi cuilan-cuilan kecil nan tipis. "Tidak, Nona, tidak. Anda sangat layak bahagia. Hanya saja, semesta sedang menguji ketahanan daya Anda." Mervile mengelus-elus pundak wanita dalam dekapannya tersebut, bahkan puncak kepala sang wanita dengan
Warning! Area 18+ (ada adegan kekerasan dalam bab ini) Pria itu menguarkan aura keganasan yang penuh dengan kemarahan. Seolah-olah dirinya menjadi sosok Dewa Pembalasan bagi mangsa yang sedang merintih dan menjerit kesakitan. Tanpa mengenal kata belas kasihan, ia menyiksa pria yang telah membuat wanitanya nyaris tertimpa kemalangan.Tuan Aroon menindas telapak tangannya menggunakan kaki kursi yang ia duduki. Telapak yang sebelumnya disiksa dengan disayat-sayat itu terlihat semakin mengerikan berada di bawah tindasan kaki besi kursi. Darah segar tampak merembes melewati pori-pori. Kepala sang mangsa ditekan kuat-kuat oleh satu kaki pria yang sedang dirajai aura keji tersebut. "Bunuh saja aku!" erang pria mengenaskan tersebut seraya meringis menahan kesakitan. Kematian terasa lebih baik menurutnya daripada disiksa begitu kejam. Tuan Aroon melepas kakinya dengan kasar lalu menunduk dan mencengkeram rambut pria itu. Sehingga kini wajah keduanya saling berhadapan. "Kematian terlalu inda