Beberapa hari setelah insiden pembunuhan di hotel. Seorang sipir mengantarkan seorang wanita dengan mata sembab, tatapannya layu dan ia berjalan bak tanpa nyawa menuju tempat pertemuan dengan tersangka kriminal. Apa salahnya pada Revano sehingga pria itu menghukumnya? Padahal, Rheea telah banyak membantu pria itu. Rekaman kecelakaan Marchelle beberapa waktu lalu yang diterima Revano, itu salah satu bantuannya. Rekaman itu milik suami Rheea yang meninggal beberapa tahun lalu. Suami Rheea satu di antara rival Aroon. Mereka terlibat pertarungan sengit dalam bisnis. Suatu hari yang beruntung, suaminya berhasil mendapat kelemahan pria itu. Setelah beberapa saat dipersilakan menunggu, ia melihat seorang pria berambut putih dengan tangan diborgol diarahkan duduk di depannya. “Apa yang salah, Revano?” Rheea, dengan suaranya yang lemah menuntut jawaban pembunuh putranya. “Aku lepas kendali,” sahut Revano, menyesal. “Rheea, aku pantas mendapat murkamu.”Rheea tersenyum kecut. “Tahukah kau b
Bali, Indonesia. “Hei, kau mencuri ciuman dariku, Tuan Muda,” protes Alessandra sembari mencipratkan air ke wajah Axel. Suaminya yang tampan itu justru menyeringai tanpa rasa bersalah lalu berenang ke tepi kolam. “Aku cemburu pada laut,” sahut Axel, lalu sorot matanya yang tajam tetapi teduh itu terarah pada hamparan laut biru sepanjang matanya memandang. Kolam tempat mereka berenang sekarang menjorok langsung ke laut biru yang menawarkan panorama indah memanjakan mata nan jiwa. Fasilitas dari villa yang mereka tempati selama bulan madu kedua—begitu mereka menyebutnya. “Beberapa menit yang lama pandanganmu tak teralihkan darinya, matamu memandang penuh ketakjuban seolah kau rela menukarkan jiwamu dengannya.”Alessandra mengulum senyumnya. “Kau lebih seperti mendeskripsikan perasaanku padamu, Tuan Muda.” Alessandra mendekati Axel, menciptakan riak seiring tubuhnya bergerak. Axel bersiaga menyambutnya dengan segenap partikel dalam tubuhnya yang bersorak gembira. Mengalungkan lengan
"Hei, kau sangat tidak becus menjagaku!" teriak Alessandra kepada pengawalnya yang baru berkerja dalam 2 bulan ini.Ia mendengus kesal sembari berjalan dengan pengawalan ketat beberapa polisi. Sorot tajam awak media tak luput mengikuti langkah kakinya dengan cecaran pertanyaan dari para wartawan yang tak menaruh empati. Siapa yang tak kenal Alessandra Adelle Aro? Seorang supermodel yang lahir di negara Italia, tepatnya di kota Roma. Wanita berkulit putih dengan lesung di pipi kirinya itu sudah 3 tahun belakangan ini menghiasi layar kaca. Namun malam ini Dewi Fortuna tak berpihak kepada supermodel dengan tinggi badan 178 cm itu. Beberapa polisi menyergapnya yang sedang berada di hotel dengan seorang pria."Tadi saya sudah mengingatkan Nona," bela Mervile, bodyguard-nya. Ia tadi sudah mengingatkan majikannya tersebut untuk hati-hati dan selektif menerima tawaran dari lelaki yang baru saja ditemui. Namun, dengan nada percaya diri majikannya itu berkata bahwa ini bukan pertama kaliny
Alessandra menangis sejadi-jadinya. Karir yang dibangunnya dari nol tanpa bantuan siapa pun itu seketika pudar karena satu skandal yang tidak sama sekali ia lakukan. Dan lihatlah! Betapa teganya mereka. Segerombolan wartawan itu terlihat mendekat ke arahnya. Bahkan mereka tak memberi ruang privasi padanya. Alessandra secepatnya mengusap air matanya. "Klarifikasinya Ale, apa benar selama ini Anda menggeluti dunia prostitusi?""Sudah berapa lama Anda menggeluti bisnis ini?""Bagaimana dengan tanggapan agensi yang menaungi Anda?""Bagaimana Anda bebas sekilat ini? Adakah trik khusus yang Anda mainkan?"Suara-suara itu berebut mengajukan pertanyaan. Meski pertanyaan mereka sangat memekakkan telinga dan menusuk hati, Alessandra sebisanya mempertahankan citranya di depan publik. "Satu-satu ya, biarkan saya bernapas sebentar," ujar Alessandra. Mereka terlihat antusias. Alessandra menghirup napas panjang, lalu berkata, "Saya dijebak. Ada seseorang atau entahlah berapa orang yang iri den
Sepanjang perjalanan pulang Alessandra mengutuk pria tua bangka itu. Beraninya sekali dia bertindak seberani itu padanya. "Mervile, apakah image-ku sudah begitu rendah di hadapan dunia?" tanyanya pada bodyguard-nya yang fokus mengemudi. "Hanya orang dungu yang berspekulasi dini tanpa bukti, Nona." Mervile menjawab. Alessandra mendengus, "Andai saja aku tidak sepenuhnya percaya pada Sabrina."Mervile tersenyum kecil seraya menggeleng, lalu berkata, "Tidak perlu disesali sesuatu yang sudah terjadi Nona. Itu tidak akan mengembalikan yang sudah hilang."Alessandra kembali mendengus, "Kau benar. Tak ada gunanya. Sekarang aku menjadi model yang terbuang."Alessandra menatap datar ke luar jendela. Rasanya baru kemarin ia merasakan puncak kejayaannya. Namun kini semua itu hilang sia-sia. ***Setelah pertemuan itu Alessandra kembali berkutat pada ponselnya. Ia kembali menjelajah kontak yang akan ia hubungi untuk menawarkan kerja sama. "Yeay, aku mendapatkannya!" serunya ketika satu nomo
Alessandra memicingkan mata. "Apakah kau menilaiku ceroboh memilih pekerjaanku sendiri? Aku tahu yang terbaik untukku," ucap Alessandra yang sebenarnya ragu dengan ucapannya sendiri. "Maaf jika saya lancang. Tapi, sebelumnya Anda tidak pernah terlibat pekerjaan yang ..."'Ekstrim', lanjut Mervile dalam hatinya. Tidak berani untuk mengatakan di depan majikannya itu. Khawatir model yang sedang redup karirnya itu tersinggung dengan ucapannya. "Lanjutkan saja ucapanmu. Aku tidak akan marah. Aku hanya bertindak profesional," ucap Alessandra seraya membetulkan seatbelt, padahal seatbelt itu masih melekat sempurna di tubuhnya. Mervile yang sudah mulai mengemudi lagi itu berkata, "Tidakkah Anda berpikir tentang masa depan Anda? Maksud saya, nama Anda masih belum sepenuhnya bersih meskipun Anda terbebas."Alessandra mendengus pelan. Sebenarnya apa yang dikatakan bodyguard-nya itu sudah dipikirkan olehnya sebelum menandatangani dokumen itu. "Hentikan debat ini Mervile. Kau bukan kutugaskan
Seorang wanita cantik dengan polesan lipstik warna merah maroon itu tengah berjalan masuk melewati pintu balai perusahaan yang menjadi tempat party. Semua pasang mata, khususnya milik kaum adam terpana memandangnya. Ia yang menggunakan gaun panjang warna dongker dengan belahan panjang hingga lutut itu sukses menghipnotis tamu undangan. "Wow, betapa menakjubkannya dirimu, Alessandra."Tuan Aroon yang terpana dari awal menyambutnya seraya mengecup mesra punggung tangan Alessandra. Alessandra sedikit canggung, namun segera menampilkan senyum yang semakin membuat wajahnya terlihat ayu. "Kau benar-benar menghipnotis seluruh tamuku," puji Tuan Aroon sekali lagi. Alessandra tersenyum simpul, lalu menjawab, "Terima kasih untuk pujiannya."Tuan Aroon menggeleng, "Bahkan kau berhak mendapatkan segalanya bukan hanya pujian."Alessandra mendengus, "Saya sudah pernah mendapatkannya."Tuan Aroon menatap wajahnya lekat-lekat. Melihat ada keputusasaan di wajah ayu yang sekarang menjadi pusat per
Sehari setelah acara party, Mervile menghadap Alessandra dengan map warna hijau di tangannya. Kejadian di malam party itu menggerakkan Mervile untuk mengetahui apa tujuan Tuan Aroon sebenarnya. "Saya mendapatkan satu kejanggalan dari surat perjanjian ini, Nona. Apakah Anda tidak menyadarinya?" Mervile menyodorkan map yang sudah terbuka itu. Alessandra yang sedang melakukan manicure pedicure itu pun menghentikan aktivitasnya. Skandal itu membuatnya harus melakukan apapun di apartemen--menjauhi keramaian yang berpotensi menghadirkan wartawan. Alessandra menautkan alisnya, "Apa maksudmu?""Baca poin yang terakhir, Nona."Alessandra meraih map itu lalu matanya menelisik, "Poin terakhir tertulis peraturan bisa berubah sesuai kehendak pihak pertama."Alessandra menatap Mervile, "Apa yang salah dari kalimat ini?" Alessandra meletakkan dengan malas map itu dan Mervile mendengus lemah. Nonanya itu masih saja loading lama. "Apa? Bagaimana bisa Tuan Aroon melakukan ini?" Alessandra tersentak